Stikes Telogorejo
Sering Ngorok Saat Tidur? Hati–Hati Terhadap OSA!
Secara umum, masyarakat menilai bahwa mendengkur hanyalah bentuk kebiasaan yang bersumber dari kelelahan fisik semata.
Oleh : Arlies Zenitha Victoria, Dosen STIKES Telogorejo Semarang
APAKAH Anda memiliki kebiasaan ngorok atau mendengkur saat tidur?
Atau Anda tidak pernah menyadarinya namun hal tersebut sangat mengganggu orang di sekitar Anda?
Tak jarang pula orang beranggapan bahwa tidur hingga mendengkur adalah sangatlah nikmat manakala badan terasa sangat lelah.
Namun tahukah Anda bahwa kebiasaan mendengkur merupakan suatu gangguan kesehatan?
Secara umum, masyarakat menilai bahwa mendengkur hanyalah bentuk kebiasaan yang bersumber dari kelelahan fisik semata.
Namun, di dunia medis, mendengkur merupakan suatu gejala penyakit.
Mendengkur, Random House Dictionary of English Language mengartikan sebagai kebiasaan bernapas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan getaran langit-langit mulut.
Sementara The International Classification of Sleep Disorder mendefinisikan mendengkur sebagai suara yang keras pada saluran pernapasan atas pada saat tidur tanpa adanya henti napas (apnea) atau hipoventilasi (kekurangan hirupan udara).
Salah satu penyakit pada orang yang memiliki kebiasaan mendengkur adalah Obstructive Sleep Apnea atau OSA.
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah suatu keadaan dimana aliran udara berhenti selama 10 detik sehingga menyebabkan penurunan aliran udara sebanyak 30-50% yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen darah.
Pada kasus OSA, jalan napas seseorang mengalami sumbatan total atau sebagian, yang terjadi secara berulang pada saat tidur.
Hambatan tersebut mengakibatkan aliran udara ke paru menjadi tersendat.
OSA dapat terjadi pada berbagai fase tidur, baik selama non-REM (Non–Rapid Eye Movement) atau REM (Rapid Eye Movement).
OSA dapat terjadi selama 10-60 detik, sementara OSA yang ekstrem dapat terjadi berulang setiap 30 detik.
OSA ditandai dengan kebiasaan mendengkur dengan keras pada saat tidur, sering mengalami henti nafas kemudian terengah–engah, kesulitan tidur nyenyak atau insomnia pada malam hari, dan bangun dengan tenggorokan kering atau serak.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mengakitbatkan OSA.
Kasus OSA meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Selain itu, laki–laki lebih beresiko 2 kali lipat mengalami OSA dibanding pada perempuan sampai menopause.
Faktor gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, penggunaan obat tidur dan obesitas juga dapat menyebabkan OSA.
Semakin gemuk seseorang, maka kecenderungan dia mengalami OSA semakin besar.
Sebuah studi menyebutkan bahwa kasus OSA pada orang gemuk terjadi sebanyak 42-48% pada laki-laki dan 8-38% pada perempuan.
Lalu, apakah OSA dapat dicegah atau dikendalikan? Tentu saja bisa.
Pencegahan OSA mungkin terbatas pada tindakan pencegahan yang berkaitan dengan kondisi medis yang mendasari yang menyebabkan sleep apnea.
Demikian pula, pendekatan perilaku seperti penurunan berat badan, penghentian merokok, olahraga teratur, menghindari asupan alkohol dan penggunaan narkoba, dan memperhatikan higienitas tidur dapat menjadi langkah yang harus dilakukan sehubungan dengan pencegahan sleep apnea. (*)