Kali Pertama di Kudus, Pernikahan Warga Samin Sedulur Sikep Besok Kamis Bakal Tercatat Negara
Puluhan warga Sedulur Sikep atau Samin mendatangi Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kudus, Rabu (24/4/2019).
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Puluhan warga Sedulur Sikep atau yang biasa disebut Samin mendatangi Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kudus, Rabu (24/4/2019).
Kedatangan mereka untuk menanyakan sekaligus mengurus administrasi warganya yang hendak menikah.
Diketahui, pernikahan itu merupakan kali pertama yang akan dicatat secara sah oleh negara menggunakan cara adat Sedulur Sikep.
“Ini untuk mengurus secara administratif warga kami.
Ini pertama kalinya pernikahan dari komunitas Sedulur Sikep yang dicatatkan secara sah oleh negara,” kata tokoh Sedulur Sikep, Budi Santoso.
Diakuinya, status pernikahan Sedulur Sikep yang menggunakan prosesi adat membuatnya bangga.
Sebab, baru akhir-akhir ini mereka merasa diakui sebagai warga negara, sama seperti penganut agama lainnya.
“Tentu senang karena sudah diakui negara.
Kami ke sini (kantor Disdukcapil) untuk tanya-tanya.
Karena belum pernah,” kata dia.
Rencananya, pernikahan itu akan berlangsung Kamis (25/4/2019) malam di Undaan Kabupaten Kudus.
Seorang perempuan warga Sedulur Sikep asal Undaan akan menikah dengan lelaki dari kepercayaan sama asal Pati.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Disdukcapil Kabupaten Kudus, Ahmad Sofyan mengatakan, pencatatan perkawinan bagi penghayat kepercayaan ini dilakukan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dimana itu tertuang dalam putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016 terkait pengisian kolom agama di KTP dan KK bagi penghayat kepercayaan.
Untuk di Kudus, katanya, ini merupakan pertama kali penghayat kepercayaan melangsungkan pernikahan dan dicatat secara sah oleh negara.
“Ini baru pertama kali di Kudus,” kata dia.
Dalam pencatatan pernikahan ini, katanya, akan dilakukan setelah prosesi pernikahan secara adat.
Pencatatan dilakukan setelah persyaratan administrasi lengkap.
“Dengan ini sudah tidak ada lagi diskriminasi bagi penghayat kepercayaan di Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut Sofyan mengatakan, bagi penghayat kepercayaan selama ini tidak bisa mencatat perkawinannya karena tidak terakomodir oleh negara.
Apalagi, jika didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kecuali Islam, semua pencatatan perkawinan bagi pemeluk agama disahkan petugas catatan sipil. (Rifqi Gozali)