Koleksi Fosil di Museum Purbakala Semedo Tegal, Ada Tengkorak Manusia Purba Homo Erectus
Sejumlah 105 potong fosil hasil temuan warga Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal sudah terpampang di Museum Purbakala Semedo.
Penulis: Akhtur Gumilang | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SLAWI - Sejumlah 105 potong fosil hasil temuan warga Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal sudah terpampang di Museum Purbakala Semedo.
Dari terkumpulnya potongan itu, beberapa di antaranya merupakan temuan fosil langka yang amat penting.
Pemandu Situs Purbakala Semedo, Tanti Asih mengatakan, salah satu fosil langka tersebut yakni gading gajah purba dengan ukuran panjang 4 meter.
Kemudian, fosil berupa fragmen atap tengkorak manusia purba Homo Erectus yang kini sudah menghias museum.
"Fosil tersebut merupakan temuan paling penting dan menjadi masterpiece Semedo,” ucap Asih kepada Tribunjateng.com, Selasa (30/4/2019).
Selain itu, dia menyebut temuan penting lainnya yaitu fosil rahang kera raksasa Gigantopithecus.
Fosil kera raksasa tersebut, kata Asih, merupakan temuan pertama di Indonesia.
Selama ini, Gigantopithecus dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.
Tulang Gigantopithecus tersebut ditemukan pada lapisan tanah dengan umur geologi mencapai satu juta tahun lalu.
“Namun, fosil rahang Gigantopithecus masih berada di Sangiran untuk diteliti lebih lanjut,” lanjutnya.
Menurut Asih, pemindahan tahap kedua akan segera dilakukan dalam waktu dekat.
Meski demikian, berdasarkan info dari Kemendikbud, pembukaan museum purbakala yang mulai dibangun pada 2015 itu masih menunggu kesiapan berbagai infrastruktur pendukung meski bangunan museum saat ini sudah selesai 100 persen.
Kini, fosil-fosil di Desa Semedo yang selama ini tersimpan di rumah warga mulai dipindahkan secara bertahap ke Museum Purbakala yang sudah selesai dibangun oleh pemerintah.
Pemindahan tahap pertama dilakukan pada Rabu (17/4/2019) hingga Sabtu (20/4/2019) lalu.
Pemindahan dilakukan oleh tenaga ahli dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Dr Mirza Ansyori.