Jejak Peradaban Islam di Kota Tegal
Mushola Langgar Dhuwur di Tegal, Tempat Berkumpulnya Calon Jemaah Haji 200 Tahun Silam
Di Pesengkongan, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, berdiri mushola yang dikenal dengan Mushola Langgar Dhuwur
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: m nur huda
Karena sering menjadi tempat persinggahan, lama-lama orang-orang Melayu itu menetap. Jadilah Persengkongan ini sebagai Kampung Melayu.
Lalu, mereka mendirikan masjid dengan gaya arsitektur orang Sumatera, berbentuk panggung.
Terdiri dari dua lantai. Ketika itu lantai satu digunakan untuk tempat menginap bagi yang menunggu kapal ke Mekkah. Lantai dua digunakan untuk menunaikan ibadah.

"Tapi sekarang kondisinya memperihatinkan. Dari awal berdiri belum pernah direnovasi. Masih utuh dari kayu, itu berbahaya sekali. Apalagi kayu-kayunya sudah mulai kropos," katanya.
Usia tuanya mushola ini juga dibuktikan dari kayu-kayu yang masih asli sejak awal pembangunannya.
Kayu yang digunakan dulunya adalah kayu bekas kapal yang sudah tidak digunakan lagi.
Ciri bangunan Melayu lainnya dapat dilihat dari pahatan lubang ventilasi pada pintu dan jendela mushola.

"Dulunya mushola ini masjid tertua di Kota Tegal. Digunakan juga untul sholat Jumat, tapi kemudian dibangun masjid yang lebih besar di sebelah selatan," jelasnya.
Sejarawan Pantura Wijanarto, membenarkan adanya perkampungan Melayu di Pesengkongan.
Menurutnya, dulunya Pesengkongan menjadi titik sumber mobilitas pelabuhan Tegal.
Lokasinya yang tidak jauh dari pelabuhan, menjadikan Pesengkongan menjadi wilayah bisnis.
"Jadi arus perniagaan waktu itu, Pelabuhan Tegal sama dengan Pelabuhan Cirebon dan Semarang. Menjadi pelabuhan beras, kayu jati, dan gula," ungkapnya.
Setelah muncur perniagaan, kemudian banyak orang yang berdatangan dan menggantungkan hidupnya di Pelabuhan Tegal.
Ada berbagai komunitas di Tegal saat itu, komunitas Melayu, Keling, Arab, China, dan Ambon.
Kemudian jadilah perkampungan multi etnis di Pesengkongan, ada Melayu, Keling, dan Ambon.