Bambang Tantang Yusril Sanggah Argumen 02, Ini Kata Yusril
Kuasa hukum calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandi, Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 atau sengketa Pilpres, Bambang Widjojanto.
TRIBUNJATENG.COM -- Kuasa hukum calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandi, Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 atau sengketa Pilpres, Bambang Widjojanto tampak berkelakar bersama rekannya, Denny Indrayana.
Lalu Denny, merangkul Bambang yang mantan Wakil Ketua KPK tersebut.
"Lewat sana aja yuk. Pura-pura lewat sana," kata Denny Indrayana sambil merangkul pundak Bambang ke arah pintu sebelah kanan ruang sidang pleno, usai menjalani sidang Pendahuluan PHPU di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (14/6).
• Soal Adu Dokumen, Mahfud MD Sebut Kubu 01 Sudah Menyerah Tanggapi Kubu 02
• SY Menyelam di Dalam Kolam di Guci Tegal, Tangannya Remas Tubuh Pengunjung yang Berenang
• Ini Kronologi Pelecehan Ibu-ibu di Kolam Guci Tegal oleh SY Pelajar 16 Tahun, Videonya Viral
• Video Viral Perampokan Toko Mas di Balaraja Tangerang, 2 Pelaku Ambil 7 Nampan Perhiasan
Bambang Widjojanto kemudian tertawa menanggapi kelakar Denny.
Bambang Widjojanto tetap keluar lewat pintu sebelah kiri ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menemui wartawan yang sudah menantinya.
Setelah menyampaikan tanggapannya terkait persidangan, Bambang Widjojanto kemudian memberi kesempatan kepada wartawan untuk menjawab tiga peryanyaan.
Pertanyaan pertama yang dijawab Bambang adalah terkait pernyataan kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra yang menyebut dalil gugatan pihak Prabowo-Sandi soal penggunaan kaus atau baju putih ke TPS dan anggaran desa yang disalahgunakan, sangat lemah.
"Ok. Pak Yusril selalu mengatakan seperti itu, sementara dia tidak bisa mengcounter ratusan argumen kami dengan hanya dua argumen seperti itu, dan itu biasa. Memang bisanya seperti itu. Memang saya memahami betul, ya karenanya bisanya seperti itu, ya kita tidak bisa apa-apa. Buktikan nanti di dalam jawaban Anda," kata Bambang.
Bambang menjawab pertanyaan kedua terkait keyakinannya akan bukti dan saksi yang akan dihadirkan dalam sidang bisa memebangkannya dalam persidangan.
Prinsipnya, menghadirkan optimisme dan berupaya sehebat yang bisa dilakukan untuk menunjukkan bahwa proses ini ada masalah.
"Jadi bagi kami yang namanya kemenangan dan tidak kemenangan itu takdir. Tapi yang perlu kami lakukan adalah upaya yang paling serius, bukti-bukti yang paling bagus, dan jaminan saksi ini keselamatannya akan terjaga, karena kami tidak yakin ada jaminan seperti itu. Itu yang sekarang kita pertaruhkan," kata Bambang.
Pertanyaan ketiga yang dijawab Bambang adalah terkait petitum atau gugatan pemohon yang sudah diperbaiki, penekanan pada permohonan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia atau di sebagian provinsi.
Wartawan menanyakan permohonan yang manakah yang sebenarnya dimohonkan pihaknya.
"Ada lima alternatif. Satu yang namanya diskualifikasi, kita sebutkan.
Kedua pemungutan suara ulang di seluruh provinsi. Alternatif ketiga pemungutan suara ulang di sebagian provinsi terutama, kalau tadi tidak begitu jelas, di provinsi-provinsi yang penduduknya banyak dan kecurangannya luar biasa. Tapi kemudian kami lengkapi lagi dengan yang lain.
Ini bukan hanya soal kecurangan, tapi kalau komisioner KPU-nya sama seperti ini, tidak ada jaminan kecurangan tidak terjadi lagi. Itu sebabnya kami mau kocok ulang KPU-nya," kata Bambang.
Bambang kemudian melanjutkan lagi bagian kedua dari alternatif kelimanya.
"Kami juga ingin sistem informasi yang harusnya merupakan kewajiban dari KPU itu diaudit dan situng itu dipakai sebagai mirroring dari rekapitulasi. Karena masyarakat seperti teman-teman (media) kan hanya bisa mengaksesnya melalui situng. Kalau tidak melalui situng Anda hanya bisa melalui saksi. Tiba-tiba ada delegetimasi dan disclaimer terhadap situng. Kenapa begitu? Karena mereka tahu kecurangannya itu tak lagi bisa disembunyikan," kata Bambang.
Setelah ia menyatakan cukup, kemudian Tribunnews.com mencoba menanyakan satu pertanyaan lainnya terkait perasaannya usai menjalani sidang pendahuluan.
"Kok nambah? Tadi kan (sudah cukup)," kata Bambang seraya terkekeh.
Namun ia tetap menjawab pertanyaan itu. "Kan sekarang saya lagi menyiapkan saksi ini, menyiapkan juga bukti," kata Bambang.
Kemudian sejumlah wartawan lain coba menanyakan hal lainnya kepada Bambang.
Namun Bambang kembali berkelakar ketika seorang wartawan televisi meminta waktunya untuk wawancara.
"Boleh bilang capek, boleh nggak? Boleh hak untuk tidak menjawab boleh nggak?" kata Bambang.
Pada persidangan, Bambang Widjojanto dan kuasa hukum paslon 02, juga menilai pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin berpotensi melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif selama proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
Oleh sebab itu, tim hukum Prabowo-Sandiaga meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Maruf Amin sebagai peserta pemilu 2019.
Mereka juga meminta MK menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 sebagai pemenang pilpres atau paling tidak pemungutan suara diulang secara nasional.
"Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin harus dibatalkan atau didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2019, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno harus dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019, atau paling tidak pemungutan suara Pilpres 2019 diulang secara nasional," ujar Bambang Widjojanto.
Bambang Widjojanto menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan lima bentuk kecurangan selama pilpres.
Kelima tuduhan kecurangan itu adalah penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Bambang Widjojanto mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif.
"Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata Bambang Widjojanto.
Menanggapi beberapa tudingan dari kubu 02 tersebut, Ketua Tim Hukum Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, isi permohonan sengketa atau gugatan yang dibacakan pengacara Prabowo-Sandiaga dalam persidangan mudah dipatahkan.
Sebab argumen yang diberikan hanya sebatas asumsi saja.
"Semuanya dapat dipatahkan karena semuanya itu hanya asumsi-asumi. Tidak merupakan bukti-bukti yang dibawa ke persidangan ini," ujar Yusril Ihza Mahendra usai persidangan diskors.
Contohnya ketika pengacara Prabowo-Sandiaga menyebut ada indikasi pelanggaran dari kebijakan kenaikan gaji PNS.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, harus dibuktikan bahwa kebijakan tersebut berdampak pada peningkatan jumlah perolehan suara untuk Jokowi-Maruf dari kalangan PNS.
Selain itu, pengacara 02 juga harus jelas menyebut lokasi pelanggaran tersebut.
Contoh lainnya ketika mereka menyebut capres nomor urut 01 Joko Widodo melanggar UU Pemilu dengan menyuruh pemilihnya pakai baju putih ke TPS.
"Misal, Pak Jokowi mengatakan 'ayo datang pakai baju putih' lalu dikatakan ini adalah suatu kecurangan. Apa hubungannya? Orang pakai baju putih atau hitam itu terus pas di kotak suara (pilih siapa) bagaimana cara membuktikannya?" ujar Yusril Ihza Mahendra.
"Jadi semua masih merupakan asumsi-asumsi dan belum merupakan bukti yang harus dihadirkan di persidangan ini," kata Yusril Ihza Mahendra sembari mengatakan tuduhan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif harus dibuktikan secara konkret.
Artinya, pengacara 02 harus menunjukkan kecurangan terjadi, siapa pelakunya, dan berapa banyak potensi suaranya. (tribun network/git/viv)
• Sesaat Lagi, Video Live Streaming RCTI Indonesia Vs Vanuatu Malam Ini, Bisa Nonton di Hapemu
• HEBOH! Korban Kecelakaan Yang Diduga Tewas, Hidup Lagi dan Kesurupan Jadi Tumbal
• Ini Jadwal Kualifikasi MotoGP Catalunya Spanyol 2019, Lengkap Dengan Hasil FP2 MotoGP
• Indonesia Jadi Negara Pertama di Dunia yang Punya Bagan Pemisahan Alur Laut, Ini Manfaatnya