Nama SBY Disebut di Sidang MK, Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga Ditegur Hakim Karena Hal Ini
Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah ditegur Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah ditegur Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat.
Nasrullah ditegur lantaran menyebut ahli yang pihaknya hadirkan dalam persidangan sebelumnya mendapat waktu bicara yang lebih sedikit dibandingkan ahli yang dihadirkan Kuasa Hukum pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf.
Awalnya, Nasrullah mengomentari lamanya waktu yang digunakan oleh ahli 01 untuk berbicara. Ia kemudian melakukan perbandingan dengan durasi waktu bicara saksi yang pihaknya hadirkan.
"Setelah saya mendengar makalah yang Anda sampaikan yang menurut hemat saya tadi melebihi 25 menit, walaupun para ahli kami hanya ada waktu 10 menit, saya..." kata Nasrullah yang langsung dipotong oleh Hakim Arief.
"Pak Nasrullah, lebih dari sepuluh menit ahli Anda. Kemarin juga diberi kesempatan agak longgar waktunya. Jadi jangan dianu begitu," ujar Arief.
Atas teguran Arief, Nasrullah meminta maaf. Nasrullah juga mengakui adanya penambahan waktu yang diberikan Mahkamah kepada saksi yang pihaknya hadirkan.
"Ada (penambahan waktu). Baik terima kasih, Majelis Hakim saya mohon maaf," kata Nasrullah. Sidang kemudian berlanjut, Nasrullah meneruskan pertanyaannya kepada ahli 01.
Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku pihak pemohon perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden mengungkapkan mengenai adanya ketidaknetralan aparatur negara, polisi, dan intelijen, selama Pilpres 2019.
Ketidaknetralan aparatur negara, polisi, dan intelijen merupakan salah satu bentuk dari lima bentuk kecurangan terstruktur, sistematif dan masif yang diduga dilakukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Maruf Amin.
Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengutip pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di pokok permohonan sengketa hasil Pilpres 2019. Pernyataan yang dikutip terkait ketidaknetralan aparat dan intelijen dalam gelaran pilkada serentak.
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej selaku ahli yang diajukan pihak terkait perkara PHPU Presiden-Wakil Presiden, mengatakan apabila keterangan SBY akan dijadikan sebagai bukti petunjuk oleh majelis hakim konstitusi, maka bukan berita tentang ketidaknetralan oknum BIN, Polri, dan TNI yang disampaikan SBY dihadirkan ke persidangan.
Namun, kata dia, untuk mencari kebenaran materiil, kuasa hukum pemohon harus bisa menghadirkan SBY sebagai saksi di MK.
"Siapa oknum BIN, Polri, dan TNI yang dimaksud dan apa bentuk ketidaknetralannya serta apa kaitannya dengan perselisihan hasil Pilpres?
Dari keterangan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sebagai saksi dalam sidang ini barulah diperoleh petunjuk," kata ahli saat memberikan keterangan di ruang sidang lantai 2 gedung MK.
Dia menjelaskan, alat bukti petunjuk pertama kali dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).