Asal Usul Dusun Bodo di Kabupaten Karanganyar, Perahu yang Mogok Didoakan 'Orang Pintar'
Dusun Bodo merupakan dusun yang terletak di Desa Kragan Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Penulis: Agus Iswadi | Editor: suharno
TRIBUNJATENG.COM, KARANGANYAR - Dusun Bodo merupakan dusun yang terletak di Desa Kragan Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Secara geografis, sisi timur dan barat Dusun Bodo diapit oleh aliran Sungai Bengawan Solo.
Aliran Sungai Bengawan Solo itu memisahkan antara Kecamatan Gondangrejo dengan Kecamatan Kebakkramat.
Di dusun tersebut dihuni sekitar 110 kepala keluarga (KK).
Ketika Tribunjateng.com menyambangi dusun yang letaknya tidak jauh dari Jembatan Kragan atau lebih dikenal dengan Jembatan Jokowi yang belum lama ini diresmikan, kiri dan kanan akses masuk menuju dusun terhampar lahan persawahan.
• Asal Usul Nama Desa Cawet di Pemalang Jawa Tengah, Ada Slogan Cawetku, Cawetmu, Cawet Kita Semua
Saat itu, bertepatan dengan musim panen padi.
Tatkala melanjutkan perjalanan memasuki dusun, di beberapa titik jalan kampung dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menjemur hasil panen berupa padi atau gabah.
"Saya tidak tahu persis bagaimana asal-usul Dusun Bodo. Coba tanya bapak saya," kata Kadus Bodo, Surajiyanto saat ditemui di kediamannya.
Ia menyarankan untuk bertanya kepada sesepuh dusun yang sekaligus menjadi Bapaknya, Joyo Rejo (81).
Rumahnya persis di belakang rumah Surajiyanto, anaknya selaku Kadus Bodo.
Setibanya di kediaman Joyo Rejo, ketika menengok ke sebelah barat rumah, terpampang sungai yang menjadi aliran Sungai Bengawan Solo.
Rumah Mbah Joyo Rejo berada dipinggir aliran Sungai Bengawan Solo, jaraknya sekitar 10 meter dari bibir sungai.
Saat ditemui di kediamannya, ia sedang duduk di kursi dipan yang berada di teras rumah sambil menikmati secangkir teh.
Meski berumur 81 tahun, Mbah Joyo Rejo terlihat sehat. Ia begitu lancar saat diajak berbicara.
"Zaman dulu Dusun Bodo belum ada jalan besar. Warga menjual hasil pertanian ke Pasar Kebakkramat dengan menaiki perahu," katanya.
• Disambut Presiden Jokowi di Istana Bogor, Penyanyi Rap Rich Brian: Pertama Kali Masuk Istana
Zaman dulu warga sekitar biasanya menggunakan perahu kayuh sebagai moda transportasi untuk menyeberang menuju seberang desa.
Itu dikarenakan antara Desa Kragan Kecamatan Godangrejo dan Desa Kebak Kebakkramat terpisah aliran Sungai Bengawan Solo.
Zaman dulu tidak ada akses penghubung berupa jembatan. Warga menggunakan perahu untuk beraktivitas, baik itu bekerja maupun bersekolah di seberang desa.
"Kampung Bodo niku ngendikane mbah-mbah (Dusun Bodo itu ceritanya dari mbah-mbah). warga niki dodolan bahan saking kampung menyang kota ngangge perahu (Warga sini menjual hasil pertanian ke kota menaiki perahu). Ya lombok, beras, pohong, telo lan sak piturut e ( Ya cabai, beras, ketela, singkong dan lainya). Wangsul saking kota mbeto butuh e nopo (Kembalinya dari kota membeli kebutuhan sehari-hari apa). Ya teh, gula, uyah (Ya teh, gula, garam). Perahu mangkat niku mogok ten tengah dalan (Perjalanan pulang, perahu mogok di tengah perjalanan). Maju mboten saged, mundur mboten saged (Maju tidak bisa, mundur tidak bisa)," terangnya.
Joyo menuturkan, saat itu sisi kanan dan kiri aliran sungai Bengawan Solo masih hutan dan banyak pepohonan.
Ada sebuah tempat untuk bersemedi bagi orang pintar atau Kiai di bantaran sungai.
"Kagungan perahu niki moro ten Kiai niku (Pemilik perahu mendatangi Kiai). Nyuwun tulung mbah (Minta tolong mbah). Mongso bodo-bodo o (Red-pasrah), perahu kula supados jalan sae (Perahu saya bisa berjalan lagi)," ungkapnya.
Kiai itu berpesan, seiring zaman, dusun ini dinamakan Dusun Bodo.
"Balik nang perahu, bar munggah, perahune iso mlaku (Ketika kembali naik ke perahu, bisa dikayuh lagi atau dijalankan)," tutur Mbah Joyo. (Tribun Jateng/Agus Iswadi)