Kisah Mualaf Abraham Mantan Pendeta : Dari Lihat Bintang Bentuk Lafal Allah Lalu Nyantri di Kebumen
Di suatu malam yang temaram, Abraham Agus Setiono, seorang mantan pendeta dari Mojokerto merenungi keagungan semesta
Penulis: khoirul muzaki | Editor: galih permadi
Selain belajar, kesehariannya ia isi dengan mengabdi.
Di sela mengaji, Masngud rutin membersihkan makam (maqbaroh) keluarga pesantren.
Ia juga rajin membersihkan kuburan masyarakat sekitar.
Tubuhnya boleh saja kotor berlumuran debu saat menyapu kuburan.
Justru jiwanya tersucikan karena pekerjaan ini.
Kuburan baginya adalah alarm yang selalu mengingatkannya pada kematian.
Di sana, orang-orang yang dahulu pernah hidup menikmati dunia, sudah melebur menjadi tanah.
Mereka tinggal nama yang tertulis di batu-batu nisan makam.
Tanah yang masih rata di antaranya terus melambai, siap ditempati orang yang tiba gilirannya.
"Dengan membersihkan maqbaroh (makam), kita tahu, kita semuanya akan meninggal dan kembali kepada Allah. Kita tidak lama hidup di dunia ini,"katanya
Semakin mengetahui Islam, Masngud kian terkagum dengan ajaran agama itu.
Agama ini mengajarkan kelembutan, kedamaian, hingga menghargai sesama manusia (toleransi).
Bukan mengajarkan kekerasan, ekstremisme hingga intoleran seperti yang dicitrakan negatif selama ini.
Gus Hary membenarkan, Islam sejatinya rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. K
Oleh karena itu, tidak mungkin agama ini mengajarkan rasisme, kebencian, radikalisme, dan intoleransi.