Ngopi Pagi
Fokus : Bagaimana Nasib Jakarta?
Teka-teki rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke tempat lain akhirnya terjawab. Presiden Joko Widodo secara resmi
Penulis: iswidodo | Editor: Catur waskito Edy
oleh Iswidodo
Wartawan Tribun Jateng
Teka-teki rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke tempat lain akhirnya terjawab. Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan bahwa Ibu Kota Baru Indonesia berlokasi di Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Presiden Joko Widodo konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (26/8/2019) siang terkait hal itu. Keputusan pindah ibu kota ini menunjukkan Presiden Jokowi punya nyali dan keberanian dengan mempertimbangkan banyak hal.
Karena berdasar catatan sejarah, wacana pemindahan ibu kota ini sudah digagas sejak era Presiden Soekarno. Dulu pernah disebut wacana ibu kota akan pindah ke Palangkaraya, Kalteng. Namun tidak ada kelanjutannya.
Ibu kota Indonesia pernah pindah beberapa kali karena menghadapi agresi Belanda. Sejak awal merdeka ibu kota memang di Jakarta. Kemudian pindah ke Yogyakarta (4/1/1946) karena Jakarta diduduki NICA. Agresi Militer Belanda II, Yogyakarta diserang, sehingga ibu kota pindah ke Bukittingi Sumbar (pemerintahan darurat). Tanggal 6 Juli 1949 ibukota kembali ke Yogyakarta. Dan sejak 17 Agustus 1949 Jakarta kembali jadi ibukota RI.
Jika tak ada aral melintang proses pindah ibu kota mulai tahun 2024. Sedangkan masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir di tahun 2024 juga. Biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota baru mencapai Rp 466 triliun, sekitar 19% pakai APBN sedangkan sisanya dana dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta investasi langsung swasta dan BUMN.
Lantas bagaimana nasib Jakarta? Jokowi memastikan, Jakarta tetap jadi pusat bisnis dan perdagangan setelah ibu kota baru pindah di Kaltim. Total lahan ibu kota baru di Kaltim seluas 180.000 hektar. Dibanding luas DKI Jakarta 'hanya' 66.233 hektar. Maka secara keseluruhan luas ibu kota baru nanti hampir 3x lipat luas DKI Jakarta.
Saat ini Jakarta terlalu padat dan beban sangat berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Jokowi tegaskan pemerintah tidak bisa membiarkan beban Jakarta dan Pulau Jawa yang semakin berat dalam hal kepadatan penduduk, dan sebagainya.
Belum lagi masalah kemacetan lalulintas, polusi udara, air bersih dan lain-lain. Itu bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta dalam mengelola melainkan memang beban berat terfokus di Jakarta dan Jawa.
Berdasar kajian, Kaltim punya risiko kecil masalah bencana. Entah itu bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi atau tanah longsor. Lokasi calon ibukota baru dekat dengan kota yang sudah berkembang yaitu Samarinda dan Balikpapan.
Dengan begitu apakah ASN, TNI, Polri serta pebisnis akan berbondong-bondong pindah ke Kaltim? Kita lihat saja nanti. Karena yang tak kalah penting adalah masyarakat harus turut mengawasi penggunaan anggaran triliunan rupiah terkait hal itu. Jangan sampai proses pembangunan ibu kota baru menjadi 'lahan baru' untuk main-main dengan uang rakyat. (*)