Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Laode M Syarif Mengaku Tidak Dilibatkan dalam Revisi UU KPK , Najwa Shihab Tampak Geram

Wakil ketua KPK Laode M syarif membeberkan hal-hal yang terjadi hingga UU KPK yang baru disahkan.

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
YOUTUBE
Laode Syarif Mengaku Tak Dilibatkan dalam UU KPK , Najwa Shihab Geram: KPK Tidak Dilibatkan? 

TRIBUNJATENG.COM- Wakil ketua KPK Laode M syarif membeberkan hal-hal yang terjadi hingga UU KPK yang baru disahkan.

Hal itu disampaikan saat Laode menjadi narasumber dalam program Mata Najwa bertema 'KPK: Kiamat Pemberantas Korupsi', dikutip Rabu (18/9/2019).

Najwa Shihab melempar pertanyaan untuk Laode Syarif.

Najwa Shihab menanyakan suasana kebatinan KPK usai UU yang baru disahkan.

"Tadi kita lihat tadi malam suasananya sangat mencekam kalau boleh bilang, saya ingin tahu bagaimana menggambarkan suasana kebatinan yang dialami oleh teman-teman KPK saat ini?," tanya Najwa.

Laode mengaku para pegawai di KPK selama tiga minggu seperti di atas wahana roller coaster.

"Ya saya pikir suasana kebatinan yang kami alami saat ini, bukan saat ini saja tapi sekitar 3 minggu terakhir. Itu kaya roller coaster sesuatu ya," kata Laode.

Bahkan Laode mengatakan pegawai KPK merasa bahwa dalam 17 tahun KPK berdiri, suasana tergelap dirasakan saat ini.

"Mungkin anak-anak KPK itu bilang 'darknest moment' masa yang paling gelap, umur 17 tahun yang betul-betul kita saksikan itu yang mengubah hampir secara total, apa lembaga KPK itu," ungkapnya.

Ia kemudian juga menjelaskan bahwa mereka tak bisa membantu apapun untuk menyelamatkan KPK dari revisi UU.

"Kedua yang membuat kami sangat galau itu adalah kami enggak bisa berbuat sesuatu untuk menyelamatkannya karena kita dibuat dalam kegelapan juga," ungkap Laode.

laode mengatakan bahwa KPK tidak pernah menerima surat apapun hingga revisi UU itu disahkan.

"Semua surat menyurat antara pemerintah dan DPR dalam rangka untuk menyelesaikan revisi undang-undang KPK itu tak selembar pun yang kami terima," ungkapnya.

Najwa Shihab kembali menanyakan mengenai KPK yang mengaku tak dilibatkan sama sekali dalam revisi UU tersebut.

"Jadi KPK tidak pernah dilibatkan dalam proses ini? Sama sekali tidak pernah?," tanya Najwa Shihab kembali.

"Ya tidak pernah sama sekali," ungkap Laode.

"Anda sudah melakukan upaya itu belum Bang Syarief," tanya Najwa Shihab.

Laode mgatakan telah berupaya menemui para menteri dan berusaha bertemu presiden.

"Kita sudah melakukan banyak hal, berupaya bertemu Menteri Hukum dan HAM, bertemu dengan menteri hukum dan HAM, Kesekretariatan Negara, bahkan berupaya untuk bertemu presiden seperti itu. Kami lakukan tapi kami enggak mendapatkan," ujarnya.

Bahkan Laode mengaku KPK tak mendapatkan draft revisi UU yang tengah ramai dibahas presiden dan DPR.

"Misalnya semua ada UU yang kami terima, kami bukan dapatkan dari DPR, bukan juga dari pemerintah."

"Jadi kalau ada yang bertanya dari mana kalian dapat? Dari Hamba Allah saya bilang," ujar Laode.

"Apakah minta ke DPR tidak diberi atau seperti apa?" tanya Najwa Shihab.

Laode mengatakan seharusnya ia mendapatkan surat sebelum revisi UU KPK disahkan.

"Jadi kan harusnya bukan sudah jadi UU nya baru diberi, harusnya tapi sejak awal, saya beri contoh, saya bawa banyak dokumen, dulu saya pernah dapat surat dari DPR, waktu saya masuk ada isu perubahan UU KPK tahun 2016, akhirnya saya diminta oleh semua pimpinan untuk mewakli KPK untuk bertemu DPR," ujarnya.

Najwa Shihab lantas memotong ucapan Laode.

"Surat itu tahun 2016 tapi proses hingga UU KPK yang baru disahkan tidak pernah dilalui?," ujar Najwa.

Laode membenarkan pernyataan Najwa Shihab.

"Saya tidak mendapatkan surat apapun setelah itu," ujar laode Syarif.

Fadli Zon: Kalau Jokowi Marah Nggak Ada Efek Apa-apa, Kalau Soeharto Langsung Stabil

Fadli Zon Beberkan Sikap Eropa Melihat Kebakaran Hutan di Indonesia hingga Tolak Kelapa Sawit

Fadli Zon Sebut Kepemimpinan Jokowi Lemah soal Karhutla, Begini Reaksi Maruar Sirait

Lirik Lagu Man Ana Sabyan Gambus Lengkap dengan Artinya

Diketahui, rapat paripurna DPR mensahkan revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan hitungan manual pada akhir sidang hanya terdapat 102 anggota dewan yang hadir.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam sidang mengatakan bahwa terdapat 289 dan 560 anggota dewan.

"Berdasasarkan daftar hadir terdapat 289 anggota yang hadir, sehingga rapat dinyatakan kuorum," katanya, Selasa(17/9/2019).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR sekaligus Ketua Panja RUU KPK Supratman Andi Agtas menyampaikan pemaparannya terkait pembahasan revisi antara Panitia Kerja (Panja) DPR dengan Panja Pemerintah.

"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya pimpinan sidang Fahri Hamzah, yang dijawab serempak setuju oleh peserta sidang.

Terdapat empat interupsi dalam pengambilan keputusan RUU KPK.

Pertama yakni dari Ketua Fraksi Gerindra Edhy Prabowo, kemudian anggota Baleg dari Fraksi PKS Ledia Hanifa, politikus Partai Demokrat Erma Suryani Ranik, serta anggota Baleg dari Fraksi PPP Arsul Sani.

Terdapat tujuh poin kesepakatan antara panja pemerintah dan panja DPR RI mengenai revisi undang-undang KPK.

1. Kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen.

2. Pembentukan dewan pengawas.

3. Pelaksanaan penyadapan.

4. Mekanisme penghentian penyidikan.

5. Koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum lain.

6. Mekanisme penggeledahan dan penyitaan,

7. Sistem kepegawaian KPK.

Meski ada tujuh poin yang disepakati terkait Revisi Undang-undang KPK, ada beberapa catatan yang masih menjadi ganjalan. Yakni, soal Dewan Pengawas.

Sebanyak tiga fraksi di DPR yang masih memberikan catatan soal keberadaan Dewan Pengawas, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.

Sementara tujuh partai politik setuju revisi Undang-undang KPK tanpa ada catatan. Diantaranya PDI Perjuangan, Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, PPP, PKB dan PAN.

Ketua Fraksi Gerindra DPR, Edhy Prabowo mengatakan partainya tak setuju Dewan Pengawas (Dewas) KPK ditunjuk langsung oleh Presiden. Dalam poin kedua revisi UU KPK yang disetujui, dewan pengawas ditunjuk oleh presiden.

"Kita semua tahu semangat DPR dalam merevisi UU ini adalah dalam rangka menguatkan KPK itu sendiri, namun masih ada ganjalan," kata Edhy Prabowo.

"Kami hanya memberi catatan tentang keberatan kami tentang dewan pengawas yang ditunjuk langsung tanpa dipilih dalam lembaga independen," lanjut Edhy.

Edhy menegaskan partai Gerindra tidak bertanggung jawab apabila dewan pengawas KPK yang ditunjuk langsung presiden ini berujung jadi pelemahan KPK.

"Ini jadi catatan kita semua bahwa ke depan, kalau ini masih dipertahankan, kami tidak tanggung jawab terhadap terjadinya penyalahgunaan semangat penguatan KPK itu sendiri, yang ujungnya justru melemahkan," kata Edhy.

Pendapat yang sama dilontarkan oleh Anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa. Ledia mengatakan fraksi PKS menolak poin terkait dewan pengawas KPK. Serta poin keharusan KPK meminta izin Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan.

Padahal, menurutnya, KPK hanya perlu memberitahu Dewan Pengawas ketika akan melakukan penyadapan.

"Fraksi PKS menolak ketentuan mengenai kelembagaan dewan pengawas dan pemilihan anggota dewan pengawas serta keharusan KPK meminta izin melakukan penyadapan ke dewan pengawas," kata Ledia.

PKS, lanjut Ledia juga menolak kewenangan mutlak Presiden menunjuk Dewan Pengawas KPK.

Menurutnya, ketentuan itu tidak sesuai tujuan awal RUU KPK.

"Yaitu membentuk dewan pengawas yang profesional dan bebas dari intervensi. Hal ini diperparah ketentuan keharusan KPK meminta izin penyadapan ke dewan pengawas, padahal penyadapan adalah senjata KPK mencari bukti dalam mengungkap kasus extraordinary crime. PKS menilai KPK cukup memberitahukan bukan meminta izin ke Dewan Pengawas danmonitoring ketat agar penyadapan tidak melanggar hak asasi manusia," pungkas Ledia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengatakan adanya potensi 'Abuse of Power' apabila dewan pengawas dipilih oleh presiden.

"Fraksi Partai Demokrat tetap berpandangan, hematnya, dewan pengawas ini tidak menjadi kewenangan presiden," ucap Erma. (*)

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Ahmad Buang Meninggal Ditembak Begal, Istri Dalam Kondisi Hamil

Cerita Ningsih Tinampi yang Pengobatan Alternatifnya Viral, Dapat Ilmu Justru saat Suami Selingkuh

Hasil Liga Champion Tadi Malam : Real Madrid Keok, Man City Menang, Hingga Juventus Imbang

Cristiano Ronaldo Minta Bantuan, Mencari Keberadaan Pelayan Pemberi Burger Semasa Kecilnya

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved