Mondosiyo dan Wahyu Kliyu Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda di Karanganyar
Upacara adat Modosiyo dan Wahyu Kliyu yang ada di Kabupaten Karanganyar, diusulkan menjadi warisan budaya tak benda ke Provinsi Jawa Tengah.
Penulis: Agus Iswadi | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, KARANGANYAR - Upacara adat Modosiyo dan Wahyu Kliyu yang ada di Kabupaten Karanganyar, diusulkan menjadi warisan budaya tak benda.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Cagar Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar, Sawaldi saat ditemui wartawan di acara Festival Karawitan di Plaza Alun-Alun Karanganyar, Kamis (3/10/2019).
Sawaldi menyampaikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar telah mengusulkan upacara adat tersebut menjadi warisan budaya tak benda sejak 2018 ke Pemprov Jawa Tengah.
Namun karena dinilai terlambat dari waktu pengajuan yang ditentukan, Pemkab Karanganyar mengusulkan hal tersebut pada tahun ini.
"Kami usulkan Mondosiyo di Pancot, Tawangmangu dan Wahyu Kliyu di Jatipuro. Mondosiyo di Karanganyar banyak tetapi yang di Pancot ini unik. Sudah kami ajukan menjadi warisan budaya tak benda ke Provinsi Jateng," katanya.
Pihaknya sudah melengkapi berkas persyaratan pengajuan menjadi warisan budaya tak benda. Saat ini masih proses penelitian administrasi Pemerintah Provinsi Jateng.
"Kami optimistis Mondosiyo dan Wahyu Kliyu lolos administrasi. Ini warisan budaya masyarakat bernilai positif yakni kebersamaan dan gotong royong," terangnya.
Sawaldi berharap upacara adat Mondosiyo dan Wahyu Kliyu tersebut dapat menjadi daya tarik wisata di Karanganyar.
Adapun upacara adat Mondosiyo merupakan upacara adat yang berada di Dusun Pancot Desa Blumbang Kecamatan Tawangmangu.
Upacara adat tersebut menampilkan pertunjukan kelompok Reog dari wilayah setempat.
Selain itu yang menarik adalah percikan banyu badek (berbau asam) yang dipercikan kepada para penonton dan berebut ayam.
Ayam tersebut diberikan warga sebagai seserahan serta bentuk nazar.
Mondosiyo digelar setiap tujuh bulan sekali pada Selasa Kliwon, Wuku Mondosiyo.
Upacara tersebut sebagai ungkapan syukur masyarakat kepada Tuhan karena memberikan kemudahan dan kesehatan.
Sedangkan upacara adat Wahyu Kliyu diselenggarakan setiap tanggal 15 sasi Suro atau 15 Muharam.
Awalnya Wahyu Kliyu hanya diselenggarakan di Dusun Kendal, Desa/Kecamatan Jatipuro. Tetapi Wahyu Kliyu dilaksanakan di tingkat kecamatan pada September lalu.
Serangkaian dalam upacara adat tersebut dimulai dengan menyebar ribuan apam untuk warga di jalan raya depan Kantor Kecamatan Jatipuro. Upacara tersebut sebagai wujud harapan mendapat berkah, wujud syukur atas rezeki, dan permohonan keselamatan.
Secara terpisah, tokoh adat setempat, Sulardiyanto menyambut baik dengan upaya Pemkab Karanganyar yang mengusulkan upacara adat Mondosiyo di Pancot sebagai warisan budaya tak benda.
"Kalau memang ada upaya menjadikan warisan budaya tak benda, kita setuju. Jadi tidak hanya warga saja, perlu adanya upaya pemerintah ikut serta melestarikan budaya," ungkapnya kepada Tribunjateng.com.
Upacara adat Mondosiyo di Pancot memiliki serangkaian acara dan membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya.
Mulai dari membuat tape, dimana air tape tersebut disiramkan ke Watu Gilang. Hingga memperebutkan ayam dari persembahan warga.
"Harapannya Mondosiyo tidak hanya milik warga Tawangmangu tapi juga Karanganyar, Jateng bahkan dunia. Ini dapat menjadi wisata budaya," paparnya. (Ais)