Ngopi Pagi
Fokus : Tulus Menerima WPS
"KECEWA," itu yang diungkapkan seorang Wanita Pekerja Seks (WPS) di Resosialisasi Argorejo atau yang biasa disebut Lokalisasi Sunan Kuning alias SK,
Oleh Muslimah
Wartawan Tribun Jateng
"KECEWA," itu yang diungkapkan seorang Wanita Pekerja Seks (WPS) di Resosialisasi Argorejo atau yang biasa disebut Lokalisasi Sunan Kuning alias SK, Kamis (10/10) kemarin.
Menurutnya, ia sudah datang sejak pagi dengan membawa materai Rp 6.000 untuk keperluan penandatanganan berkas penyaluran dana tali asih. Namun ditunggu hingga siang, perwakilan dari Pemkot Semarang tak juga datang.
Melalui proses yang panjang, Pemkot Semarang akan menutup Lokalisasi Sunan Kuning, Jumat (18/10) pekan depan. Jadwal tersebut mundur tiga hari dari rencana semula tanggal 15 Oktober. Alasan penutupan seperti diungkapkan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi ada beberapa hal.
Yang pertama sangat fundamental. "Persoalan di Sunan Kuning itu banyak, yang pertama memang dari hal paling fundamental. Masak harus mencari uang dari hasil seperti itu (prostitusi). Itu sangat fundamental," ungkapnya.
Seringnya terjadi tindak kriminal di Sunan Kuning menjadi alasan lain. Dari trafficking, perkelahian biasa hingga pembunuhan. Belum lagi potensi penularan virus HIV/AIDS.
Menurut Hendi, data di Kementerian Kesehatan menunjukkan Semarang menjadi kota dengan jumlah penduduk tertinggi yang terserang virus HIV/AIDS di Jateng. Penutupan lokalisasi juga sejalan dengan program Kementerian Sosial RI yang mencanangkan menutup semua lokalisasi di tahun 2019.
Lantas akan diapakan Kompleks Sunan Kuning selanjutnya? Pihak Pemkot berencana akan menjadikan wilayah itu sebagai tempat wisata religi yang dilengkapi wisata kuliner.
Sunan Kuning dinilai memenuhi kriteria karena di sana ada makam penyebar agama Islam bernama Soen An Ing. Dengan demikian, jika sebelumnya orang datang untuk mencari hiburan malam, pasca penutupan nanti orang yang datang tujuan utamanya berziarah ke petilasan seorang ulama.
Intinya Pemkot tidak akan lepas tangan agar roda perekonomian di lokasi tersebut tetap berjalan. Karena masalah terkait penutupan tidak hanya di sekitar kelanjutan hidup para WPS. Ada juga para pemilik warung, tukang parkir, tukang ojek, hingga penjaja rokok. Mereka juga akan merasakan dampak langsung dari ditutupnya lokalisasi.
Khusus para WPS, Pemkot akan memberikan tali asih Rp 5 juta kepada masing-masing dari mereka. Karena itulah kemarin mereka datang ke Balai RW 4 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat untuk melakukan penandatanganan berkas penyaluran.
Sayang, mereka harus kecewa karena pihak Pemkot belum siap. Meski demikian, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang, Muthohar, memastikan proses akan dilakukan sesuai jadwal. Menurutnya, pencairan tali asih dilakukan 10-15 Oktober 2019.
Kita tentu berharap semua proses berjalan lancar sesuai yang direncanakan. Dalam hal ini, tentu saja masyarakat bisa tetap menunjukkan kontribusinya. Saat para WPS kembali ke masyarakat nanti, mari kita berlapang dada menerima mereka.
Karena diakui atau tidak, seringkali masih ada yang sinis melihat WPS yang bertaubat dan mencap mereka sebagai eks wanita tuna susila. Penerimaan yang tulus dari masyarakat akan membuat para WPS tidak merasa dikucilkan dan mereka bisa menjalani masa depannya dengan lebih baik. (*)