Pertanyakan Nadiem Makarim, Aboe Bakar Al Habsyi: Itu Apa Kok Ujug-ujug Jadi Menteri Pendidikan?
Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsyi mempertanyakan posisi Nadiem Makariem sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
Sebagai langkah pertama, alumnus Harvard Business School Brown University itu tidak ingin memberikan solusi terhadap dunia pendidikan Indonesia.
Dia ingin mempelajari dunia pendidikan lalu memahami kondisi di lapangan. Ini termasuk kondisi murid, guru, birokrasi dan administrasi.
Latar belakang Nadiem Makarim adalah dunia bisnis digital. Bermodalkan pengalamannya tersebut, Nadiem Makarim memiliki visi untuk melibatkan teknologi ke dunia pendidikan Indonesia.
Wartawan Tribun Network Reza Deni Saputra sempat mewawancarai Nadiem Makarim secara singkat setelah acara pisah-sambut di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (23/10).
Berikut ini petikan wawancara dengan Gojek tersebut.
Sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan, apa tantangan yang Anda dan kementerian ini hadapi ke depannya?
Tantangan ke depan itu terutama skalanya. Kita punya sistem pendidikan terbesar keempat di dunia. Tiga ratus ribu sekolah itu luar biasa. Jumlah muridnya, jumlah gurunya, jumlah pemerintah daerahnya dan semuanya tersebar di archipelago terbesar kedua di dunia, yaitu Kepulauan Indonesia. Jadi, challenge utamanya adalah skala.
Tadi Anda bilang rencana 100 hari kerja Anda mau belajar lebih dulu. Kira-kira berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk belajar?
Cepat. Saya pasti cepat belajarnya.
Anda besar di dunia bisnis digital, kemudian ke pendidikan sebagai menteri. Apakah hal yang Anda geluti dulu akan dibawa dan dimanfaatkan?
Sudah pasti peran teknologi akan ada di situ, tetapi dalam bentuk apa, kita belum pasti. Hal yang terpenting adalah kita mulai bukan dengan aksi, tapi belajar terlebih dulu dengan semua stakeholder yang ada.
Bukan berarti ini memakan waktu lama, tapi step pertama adalah jangan selalu memberikan solusi terlebih dulu. Pertama harus seperti murid yang baik.
Belajar lebih dulu, mengetahui seperti apa kondisi lapangan, kondisi guru, kondisi murid serta kondisi birokrasi dan administrasi.
Dari situ baru kita menemukan solusi-solusi, baik teknologi maupun nonteknologi, yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan kita.
Dalam jajak pendapat dengan DPR ada nilai serap di Kemendikbud yang kurang maksimal. Kira-kira bagaimana ke depannya?