Djarot Debat dengan Taufiqurrahman soal Polemik RS Sumber Waras, Karni Ilyas Geram
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat berdebat dengan anggota DPRD DKI Jakarta Taufiqurrahman.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat berdebat dengan anggota DPRD DKI Jakarta Taufiqurrahman.
Hal itu tampak ditayangan ILC yang tayang pada Selasa (12/11/19).
Mulanya, Djarot menjelaskan sistem anggaran APBD DKI Jakarta di era Ahok.
Lalu Djarot menjelaskan awal mula adanya sistem E Budgeting.
"Bahwa APBD adalah uang rakyat yang dikelola pemerintah dan yang bertanggung jawab adalah kepala daerah," ujar Djarot
"Maka anggaran uang rakyat dikelola sebaik mungkin dan dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Djarot mengaku berdiskusi soal anggaran dengan Ahok dan menemukan kejanggalan.
"Bahwa anggaran sebelum di Jakarta digunakan macam-macam, sehingga barang dan jasa yang tidak dibutuhkan DKI Jakarta dianggarkan dan dieksekusi, munculnya masuk UPS yang harganya triliunan," ujarnya.
Djarot menemukan adanya sekolah dengan perlatan olahraga yang lengkap.
Sehingga saat itu, Ahok memberikan sanksi bagi oknum tersebut.
• BERITA LENGKAP: Mayat Mbak Rini Tak Berbusana Tewas Setelah Berhubungan Intim, Pelaku Satu Keluarga
• Dihargai Rp 14 Miliar Jika Bisa Tangkap Wanita Cantik Ini, 100 Orang ISIS Terbunuh di Tangannya
• Kereta Api Kalijaga Solo-Semarang Dikabarkan Resmi Berhenti Beroperasi, Ini Penjelasan PT KAI
• Viral Warga Kebumen Curhat Jalan Menuju Rumah Akan Dipagar, Pemilik Tanah Minta Sewa yang Fantastis
"Adanya sekolah yang memiliki alat olahraga, seperti fitnes, nah inilah DKI, banyak oknum yang sengaja memasukkan anggaran dan disetujui dan diberikan, dan oknum tersebut harus masuk penjara," ujar Djarot.
Sehingga saat itu Djarot dan Ahok sepakat untuk menggunakan sistem e-budgeting agar transparan.
"Sehingga ukurannya kinerja, maka strateginya harus kita ubah, anggaran tidak sekedar follow function, maka anggaran harus mengikuti program prioritas," ujar Djarot.
Djarot lalu mencontohkan anggaran yang termasuk program prioritas.
"Misalnya di pendidikan, anak nggak boleh putus sekolah karena biaya, maka digelontorkan biaya berupa Kartu Jakarta Pintar (KJP), yang diberikan secara cashless dan kita bisa melacaknya betul," ujar Djarot.
Sehingga saat itu Djarot dan Ahok sepakat untuk menggunakan sistem e-budgeting agar transparan.
Djarot mengaku saat itu pemerintahan Ahok banyak mendapatkan penghargaan.
Setelah itu, Taufiqurrahman menimpali Djarot.
Taufiqurrahman mengungkit soal kasus Sumber Waras dan lahan Cengkareng.
Ia lantas menjelaskan mengenai kasus Sumber Waras kepada Taufiqurrahman.
"Saya bukan membela Pak Ahok, saya ingin memberikan penjelasan kepada Bang Taufiqurrahman tentang kasus Sumber Waras," ucap Djarot Saiful.
Djarot mengungkap jika polemik Sumber Waras itu sebenarnya dipenuhi dengan kepentingan subjektif.
Sedangkan untuk kasus yang pernah menerpa Ahok, Djarot Saiful Hidayat mengaku jika bisa dipertanggungjawabkan.
"Itu temuan dari BPK karena waktu itu saya melihat ada kepentingan subjektif di situ. Dan itu kalau menurut saya keliru, bisa dipertanggungjawabkan," pungkas Djarot Saiful.
Pun dengan kasus lahan di Cengkareng, Djarot Saiful mengaku bahwa pihaknya bersama Ahok kala itu tidak pernah memerintahkan untuk membeli lahan tersebut.
Djarot Saiful pun mengurai hal apa yang dulu dilakukan Ahok terkait lahan Cengkareng.
"Sedangkan untuk kasus Cengkareng, kami, saya dengan Pak Ahok tidak memerintahkan membeli lahan itu tapi hanya Pergub tentang penetapan lahan itu untuk digunakan sebagai rusunawa," ungkap Djarot Saiful.
Mendengar pembelaan yang diurai Djarot Saiful, Taufiqurrahman pun menjawabnya.
Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta itu tampak heran dengan penjelasan Djarot Saiful.
Sebab menurut Taufiqurrahman, dana tidak akan cari jika tanpa persetujuan berupa tanda tangan dari Kepala Daerah.
Sanggahan yang diucap Taufiqurrahman itu lantas segera dijawab Djarot Saiful.
"Itu kalau enggak ditandatangan sama kepala daerah enggak bakal cair itu Pak," kata Taufiqurrahman.
"Yang mana?" tanya Djarot Saiful.
"Ya dua-duanya. Mau lahan Cengkareng mau lahan Sumber Waras," ujar Taufiqurrahman.
"Iya, tetapi kalau untuk Sumber Waras itu bisa diadu kita. Kita bisa diharapkan kepada BPK siapa yang benar siapa yang salah. Cengkareng juga diselidiki saja. Karena ada oknum juga yang bermain di situ," pungkas Djarot Saiful.
Tak puas, Taufiqurrahman pun kembali bertanya soal dana yang dulu digunakan untuk pembelian lahan tersebut.
Yakni apakah dana tersebut tercatat di APBD atau tidak.
"Kenapa ada o-budgeting, ini sebenarnya bukan o-budgeting, ini adalah dana kompensasi KLB untuk membangun," ucap Djarot Saiful.
"Oke dana kompensasi untuk membangun, tapi itu dicatat enggak di APBD ?" tanya Taufiqurrahman.
"Dicatat," jawab Djarot Saiful.
"Dicatat di mana Pak ?" tanya Taufiqurrahman dengan nada tinggi.
"Jadi dibangun terlebih dahulu dalam bentuk barang, dinilai dan baru masuk APBD. Sama seperti Simpang Susun Semanggi," imbuh Djarot Saiful.
Tak terima dengan penjelasan Djarot Saiful, Taufiqurrahman pun langsung membalasnya.
Menurut Taufiqurrahman, dana apapun di DKI seharusnya masuk di APBD terlebih dahulu sebelum dibelanjakan.
"Yang namanya denda kompensasi KLB atau apapun namanya, duitnya masuk dulu ke dalam pot besar yang namanya APBD, baru dibahas bersama DPRD DKI, ditentukan skala prioritas baru dialokasikan. Bukan dipakai dulu buat bangun baru nanti dicatatkan. Itu keliru Pak !" jelas Taufiqurrahman.
Sehingga Taufiqurrahman menilai bahwa yang dilakuakn Ahok-Djarot salah.
"Pintu masuk dan pintu keluar itu cuma 1, yaitu APBD, berarti itu praktek yang salah, keliru," ujar Taufiqurrahman.
Djarot lalu meminta waktu untuk meluruskan.
"pemerintah punya discretion, asal itu bisa dipertanggungjawabkan nggak masalah," ujar Djarot.
Taufiqurrahman lantas menimpali.
"Kalau denda itu dipakai untuk operasi politik siapa yang tahu? karena saya sebagai anggota DPRD tidak bisa melakukan proses pengawasan terkait dana 0-budgeting tadi," ujar Taufiqurrahman.
Djarot lalu kembali mengatakan bahwa yang ia lakukan adalah kebijakan.
"Ini soal kebijakan, Jakarta butuh percepatan," ujar Djarot.
Lalu Taufiqurrahman mengatakan bahwa tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara-cara yang baik.
Djarot lantas membantah.
"Silahkan diuji itu cara baik atau tidak, tetapi yang menikmati rakyat Jakarta, dan itu bisa di-appraisal pak, silahkan, baru masuk APBD, kalau masuk APBD lalu dianggarkan nanti lama lagi," ujar Djarot.
Melihat perdebatan itu, Karni Ilyas geram dan ingin menghentikan.
"Seandainya ini kita diskusikan, kita harus mulai dari jam 7 lagi Pak," ujar Karni Ilyas.
Diketahui, melansir dari Kompas.com, polemik pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras sempat ramai diperbincangkan pada tahun 2016.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan Pemprov DKI dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai.
Menanggapi itu, pihak RS Sumber Waras akhirnya memberikan penjelasan pada Sabtu (16/4/2016) lalu.
Direktur Utama RS Sumber Waras, Abraham Tedjanegara, mengatakan, proses jual beli mulai dilakukan pada pertengahan Mei 2014.
Ketika itu, pihak RS Sumber Waras melihat bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diberitakan telah membeli lahan RS Sumber Waras senilai Rp 1,7 triliun.
Padahal, menurut Abraham, pihak RS Sumber Waras tidak pernah menawarkan lahan mereka kepada Pemprov DKI.
Sebab, sejak November 2013, RS Sumber Waras tengah melakukan pengikatan jual beli dengan PT Ciputra Karya Utama (CKU). (*)
• Anies Baswedan Tak Hadir di ILC, Djarot Kecewa: Padahal Saya Kangen
• Djarot Kritik Pembangunan Trotoar Jakarta di Era Anies Baswedan
• Inilah Wajah Diduga Pelaku Bom Bunuh Diri di Medan yang Terekam CCTV