Imam Sebut Masih Ada Pungli di Rumah Sakit, Selalu Minta Jatah 5 Persen dari Total Penjualan Alkes
Bisnis penyedia alat kesehatan (Alkes) terus meredup. Selain tingginya pajak yang diterapkan pemerintah pusat, praktik suap Unit Layanan Pengadaan
Penulis: budi susanto | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Bisnis penyedia alat kesehatan (Alkes) terus meredup.
Selain tingginya pajak yang diterapkan pemerintah pusat, praktik suap Unit Layanan Pengadaan (ULP) di rumah sakit memperburuk iklim bisnis.
Tak khayal karena hal itu, distributor Alkes mengalami penurunan omset setiap tahunnya.
Taksiran penurunan pendapatan tiap tahunnya mencapai 10 persen hingga 30 persen lebih.
Sebut saja Imam, satu di antara pekerja di perusahaan penyedia Alkes di Kota Semarang.
Ia menyebutkan, agar produk Alkes yang ia tawarkan dipesan pihak rumah sakit, ia harus memberikan 5 persen dari hasil penjualan produk.
“Sebenarnya keuntungan kami dari diskon yang diberikan oleh produsen Alkes, mereka memberikan diskon 20 persen hingga 25 persen,” jelasnya, Senin (9/12/2019).
Dari diskon tersebut, pemerintah pusat memotong laba lewat diskon mencapai 10 persen dari pajak.
“Keuntungan perusahaan distributor hanya 15 persen.
Karena sejumlah oknum di rumah sakit meminta 5 persen, keuntungan distributor kurang dari 10 persen, karena 1 persennya untuk seles distributor,” paparnya.
Menurutnya adanya e-katalog tak mempengaruhi pungutan yang dilakukan oknum rumah sakit.
“Karena uang itu diminta dan diberikan di luar rumah sakit, kadang juga disuruh transfer ke rekening pribadi,” ucapnya.
Ditambahkannya, tak hanya ULP di rumah sakit swasta, bahkan rumah sakit negeri juga melakukan pengutan itu.
“Di wilayah Kota Semarang, Salatiga, Rembang, Pemalang melakukannya.
Kalau seperti ini terus bisnis distributor Alkes tak akan kuat bertahan lama,” kata Imam yang kerap berhubungan dengan penagihan di rumah sakit se-Jateng itu. (bud)
