Sophia Latjuba Debat dengan Anggota DPR soal Penghapusan UN, Penonton Langsung Terdiam
Anggota komisi X DPR RI fraksi Gerindra, Sudewo beradu pendapat dengan artis yang concern dengan isu pendidikan, Sophia Latjuba.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
Nantinya asesmen kompetensi dan survei karakter akan menggantikan ujian nasional.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan materi pada survei karakter yang merupakan program pengganti ujian nasional berisi pertanyaan tentang pemahaman azas-azas Pancasila kepada siswa.
"Survei karakter di sinilah kita akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan seberapa jauh azas-azas Pancasila telah ditanamkan kepada anak ini," ucap Nadiem saat rapat dengan DPR, Kamis (12/12).
Selain itu, survei karakter juga bakal menggali pemahaman siswa tentang gotong-royong, ke-Bhinnekaan serta toleransi.
Bahkan survei tersebut bakal mendalami apakah siswa mendapatkan perundungan selama sekolah, tekanan dari guru, bahkan pertanyaan apakah ada pengajaran yang tidak toleran.
"Survei ini untuk menanyakan apakah ini anak dikondisikan dengan aman, apakah dia merasa, apakah dibully di kelas, apakah dia mendapat tekanan dari murid orang tua maupun guru di dalam lingkungan dia, apa dia diberi ajaran yang tidak toleran," ujar Nadiem.
Meski begitu, Nadiem memastikan bahwa format pertanyaan diberikan secara simpel dan mudah agar tidak membebani siswa.
Jangan Remehkan Guru
Nadiem Makarim mengatakan banyak pihak yang mengkritisi soal kompetensi dari guru di Indonesia.
Menurut Nadiem, pertanyaan tersebut terkait dengan perubahan sistem Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang digagas oleh dirinya. Nadiem mengatakan dirinya memiliki dua jawaban untuk pertanyaan tersebut.
"Kritik utama penghapusan USBN itu pasti sama semuanya. Kritik utamanya adalah guru belum punya kompetensi untuk melakukan itu, kepala sekolah belum punya kompetensi, saya menjawab kritik itu dengan dua komen," tutur Nadiem.
Nadiem meminta agar pihak yang mengkritik tidak meremehkan kemampuan dari guru. Menurutnya, justru sudah lebih soal pembangunan kompetensi untuk siswa.
"Komen pertama, mohon jangan pernah meremehkan guru. Banyak sekali sebenarnya guru-guru yang lebih tahu dari saya pun bahwa hal seperti ini pilihan ganda yang bersifat standar nasional tuh sebenarnya bukan mengetes kompetensi yang diinginkan," tutur Nadiem.
Selanjutnya, Nadiem menyebut setiap guru dalam mengajar harus selalu diawali dengan proses refleksi. Proses tersebut tidak memandang kompetensi guru yang rendah atau tinggi.
"Komen saya yang kedua, mau kompetensi tinggi atau kompetensi rendah dari seorang guru harus melewati dalam mengintepretasi standar nasional. Dan menjadikannya penilaian untuk sekolahnya dia adalah suatu langkah yang harus dijalani semua guru," tegas Nadiem.