Sophia Latjuba Debat dengan Anggota DPR soal Penghapusan UN, Penonton Langsung Terdiam
Anggota komisi X DPR RI fraksi Gerindra, Sudewo beradu pendapat dengan artis yang concern dengan isu pendidikan, Sophia Latjuba.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Anggota komisi X DPR RI fraksi Gerindra, Sudewo beradu pendapat dengan artis yang concern dengan isu pendidikan, Sophia Latjuba.
Hal itu terjadi acara Mata Najwa yang tayang pada Rabu (18/12/19)
Hal itu disampaiakan Sudewo di acara Mata Najwa yang tayang pada Rabu (18/12/19)
Mulanya, Najwa Shihab memutar video pernyataan Jusuf Kalla.
Saat itu, Jusuf Kalla menyebut jika siswa akan lembek jika tidak ada UN.
"Apa betul kekhawatiran pak Jusuf Kalla jika UN diganti akn menciptakan generasi muda yang lembek?" tanya Najwa Shihab.
Anggota komisi X DPR RI fraksi Gerindra, Sudewo mengaku setuju atas pernyataan Jusuf Kalla yang menyebut penghapusan Ujian Nasional itu membuat siswa jadi lembek.
Karena menurutnya jika tidak ada UN, maka tidak akan tantangan untuk para siswa.
"Saya sangat setuju dengan pendaopat Pak Jusuf Kalla. Coba dibayangkan kalau tidak ada Ujian Nasional, maka tidak ada tantangan bagi siswa.
Sudewo mengatakan siswa senang jika UN dihapus, tetapi mental siswa jadi lembek.
"Coba ditanya kepada para siswa, mayoritas pasti suka ria kalau ujian Nasional dihapus. Tetapi itu membentuk karakter yang tidak bagus, mentalnya jadi lembek, tidak ada nilai juang," ujar Sudewo.
Sudewo mengatakan jika UN akan membentuk karakter siswa semangat berjuang dalam hal belajar dan juga kedisiplinan.
"Meskipun punya kekuatan fisik, mental belum tentu. Maka dengan adanya Ujian Nasional, anak-anak tersebut memiliki nilai juang, semangat tinggi, etos belajar, kedisiplinan," ujar Sudewo.
Lalu, Najwa Shihab melempar pendapat siswa yang kerap stress dengan adanya UN.
"Tapi mereka pada stres tuh pak, nilai juang apa stres?" tanya Najwa Shihab.
Sudewo lantas memaparkan soal adanya daya saing yag harus dimiliki sang anak yang bisa dimulai dari UN.
"Anak-anak menghadapi Ujian Nasional aja stres, coba dibayangkan kalau Indonesia ini harus menciptakan anak dengan daya saing tinggi. Daya saingnya itu pun harus di tingkat global," tulisnya.
Menurut Sadewo, UN bisa membangun mental saing hingga taraf internasional.
Dalam proses dia belajar untuk UN, itu proses untuk membangun mental dia, untuk mempunyai semangat saing di tingkat Internasional," imbuh Sudewo.
Terkait dengan stres siswa dalam menghadapi UN, maka itu akan menjadi PR tersendiri bagi pemerintah.
Sudewo mengeaskan akan lebih baik jika UN itu jangan dihapus dan tetap dijadikan standar.
"Pemerintah juga haris mengakomodir kesetresan anak-anak, tetap happy punya semangat untuk belajar. Tapi Ujian Nasional ini tetap diberlakukan sebagai standar penilaian secara nasional," ujar Sudewo.
Menanggapi ucapan anggota DR RI Sudewo, Sophia Latjuba mengaku tidak setuju.
Menurutnya, pendidikan di Indonesia sangat rendah dan mendapat peringkat terakhir.
"Kalau membentuk manusia lembek, kenapa Indonesia ada di urutan 72 dari 76 sistem pendidikan kita, Setelah 15 tahun Ujian Nasional," ucap Sophia Latjuba.
Lants, Sudewo menanggapi bahwa rendahnya peringat Indonesia bukan karena UN, tetapi karena soal dalam UN tersebut.
Maka dari itu, Sudewo mengatakan isi dan soal UN pun harus dievaluasi.
"Bukan karena faktor Ujian Nasional itu Indonesia berada di urutan segitu. Tapi isi dari Ujian Nasional itu sendiri yang harus dievaluasi.
"Tidak hanya hapalan, tapi juga penalaran. Kan bisa saja penalaran jadi Uajian Nasional, jdi ada standarnya. Bagaimana kita bisa tahu prestasi anak prestasi sekolah akalu tidak ada Ujian Nasional?" tanya Sudewo.
Diketahui, Ujian Nasional dihapus dan pelaksanaan ujian nasional sudah tidak ada lagi mulai tahun 2021 mendatang.
Nantinya asesmen kompetensi dan survei karakter akan menggantikan ujian nasional.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan materi pada survei karakter yang merupakan program pengganti ujian nasional berisi pertanyaan tentang pemahaman azas-azas Pancasila kepada siswa.
"Survei karakter di sinilah kita akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan seberapa jauh azas-azas Pancasila telah ditanamkan kepada anak ini," ucap Nadiem saat rapat dengan DPR, Kamis (12/12).
Selain itu, survei karakter juga bakal menggali pemahaman siswa tentang gotong-royong, ke-Bhinnekaan serta toleransi.
Bahkan survei tersebut bakal mendalami apakah siswa mendapatkan perundungan selama sekolah, tekanan dari guru, bahkan pertanyaan apakah ada pengajaran yang tidak toleran.
"Survei ini untuk menanyakan apakah ini anak dikondisikan dengan aman, apakah dia merasa, apakah dibully di kelas, apakah dia mendapat tekanan dari murid orang tua maupun guru di dalam lingkungan dia, apa dia diberi ajaran yang tidak toleran," ujar Nadiem.
Meski begitu, Nadiem memastikan bahwa format pertanyaan diberikan secara simpel dan mudah agar tidak membebani siswa.
Jangan Remehkan Guru
Nadiem Makarim mengatakan banyak pihak yang mengkritisi soal kompetensi dari guru di Indonesia.
Menurut Nadiem, pertanyaan tersebut terkait dengan perubahan sistem Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang digagas oleh dirinya. Nadiem mengatakan dirinya memiliki dua jawaban untuk pertanyaan tersebut.
"Kritik utama penghapusan USBN itu pasti sama semuanya. Kritik utamanya adalah guru belum punya kompetensi untuk melakukan itu, kepala sekolah belum punya kompetensi, saya menjawab kritik itu dengan dua komen," tutur Nadiem.
Nadiem meminta agar pihak yang mengkritik tidak meremehkan kemampuan dari guru. Menurutnya, justru sudah lebih soal pembangunan kompetensi untuk siswa.
"Komen pertama, mohon jangan pernah meremehkan guru. Banyak sekali sebenarnya guru-guru yang lebih tahu dari saya pun bahwa hal seperti ini pilihan ganda yang bersifat standar nasional tuh sebenarnya bukan mengetes kompetensi yang diinginkan," tutur Nadiem.
Selanjutnya, Nadiem menyebut setiap guru dalam mengajar harus selalu diawali dengan proses refleksi. Proses tersebut tidak memandang kompetensi guru yang rendah atau tinggi.
"Komen saya yang kedua, mau kompetensi tinggi atau kompetensi rendah dari seorang guru harus melewati dalam mengintepretasi standar nasional. Dan menjadikannya penilaian untuk sekolahnya dia adalah suatu langkah yang harus dijalani semua guru," tegas Nadiem.
Didukung Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua pihak mendukung keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang resmi menghapus Ujian Nasional (UN) untuk tahun 2021.
"Sudah diputuskan oleh Mendikbud bahwa UN mulai 2021 sudah dihapus. Artinya tidak ada UN lagi tahun 2021 akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter," ucap Jokowi.
"Artinya yang diasesmen adalah ýsekolah dan guru. Dari situ bisa dijadikan evaluasi, pendidikan kita sampai level mana. Saya kita kita mendukung apa yang sudah diputuskan Mendikbud," ujar Jokowi lagi.
Jokowi melanjutkan mau tidak mau setiap sekolah akan ada angkanya. Untuk sekolah yang angkanya dibawah grade tentu saja harus diperbaiki dan diinjeksi sehingga bisa naik level.
"Nanti kelihatan sekolah mana yang perlu disuntik," tambah Jokowi. (*)
• Emak-emak Ini Berhasil Turunkan Berat Badan Drastis dengan Tak Konsumsi 4 Makanan Ini
• Mengebu-gebu, Haris Azhar Beberkan Pelanggaran HAM di Era Jokowi, ILC Langsung Hening
• Profil Jeremiah Lakhwani, Aquaman Indonesia yang Masih Berumur 26 Tahun
• Hasil Liga Spanyol El Clasico Barcelona Vs Real Madrid Tadi Malam, Tanpa Pemenang