Rulie Sebut Dana Tali Asih untuk Eks PSK Gambilangu yang Ditilep Oknum Capai Rp 203 juta
Di Neraka ga ada PSK. Di Neraka ga ada PSK. Di Neraka adanya Koruptor.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Di Neraka ga ada PSK. Di Neraka ga ada PSK. Di Neraka adanya Koruptor.
Begitulah nyanyian puluhan demonstran yang dimotori Jaringan Advokasi Lokalisasi Gambilangu dan LBH Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK) Semarang, di Patung Kuda Jalan Pahlawan, Semarang, Senin (23/12/2019).
Tidak hanya melakukan orasi, puluhan demonstran juga melakukan aksi teatrikal.
Diawali dengan membaca puisi.
Lalu menebarkan bunga mawar dan melati ke boneka berbentuk pocong.
Kemudian dilanjutkan membagikan bunga ke pengguna jalan dengan mengenakan jas hujan plastik beraneka warna.
• PT AHM Catat Kenaikan Ekspor Fantastis Capai 74,7 Persen, Vario Paling Laris
• Tingkatkan Kualitas Mitra Driver, Grab Gelar Kompetisi Berhadiah Sepeda Motor
Koordinator aksi, Rulie Mawarti mengatakan aksi tersebut menuntut terbukanya Pemkot Semarang terhadap dugaan penyelewengan dana pesangon atau tali asih.
Dana itu diberikan ke perempuan yang dilacurkan (Pedila) atau PSK eks Lokalisasi Rowosari Atas atau GBL Mangkang beberapa waktu lalu.
"Tetapi diduga ada beberapa kecurangan terjadi dalam penyaluran pesangon," ujar Rulie yang juga anggota Divisi perubahan hukum LBH Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK) Semarang ini.
Kendati ada kecurangan, namun hanya ada satu PSK yang berani mengaku terbuka terhadap kecurangan yang diterima.
Bentuk kecurangan berupa menyunat dana pesangon.
Seharusnya menerima Rp 6 juta.
PSK hanya menerima Rp 2 juta.
Tidak hanya itu, ATM dan buku tabungan milik beberapa PSK disita oleh pihak yang berwenang di wilayah tersebut.
Bahkan, ada seorang PSK yang memiliki Kartu Anggota Resosialisasi Rowosari Atas namun tidak mendapatkan manfaat pesangon.
"Pesangon malah disalurkan ke warga yang bukan pekerja PSK, artinya penyaluran pesangon salah sasaran," terangnya.
Kemudian ada belasan PSK lainnya yang takut untuk mengungkapkan penilepan uang bantaun dari Pemkot Semarang itu.
"Dari beberapa modus kecurangan itu, kami menduga pesangon yang ditilep oknum sejumlah Rp 203 juta," kata Rulie selepas aksi.
Dia melanjutkan PSK takut mengungkapkan penilepan pesangon karena takut diintimidasi oleh pihak yang menyelewengkan dana.
Adapula yang takut berurusan dengan hukum.
"Kami harapkan Pemkot Semarang dalam hal ini Dinas Sosial open terhadap data yang kami minta, agar jelas benang kusutnya.
Sebab ini adalah uang rakyat yang sangat dibutuhkan para mantan PSK untuk modal usaha, " jelasnya.
Sementara Orator Aksi, Ari menuturkan ada sejumlah 126 PSK yang mendapatkan pesangon.
Hanya saja ada dugaan pemotongan dana pesangon tersebut.
Maka Jaringan Advokasi Lokalisasi Gambilangu Semarang menuntut tiga hal.
Pertama Pemerintah wajib mengembalikan hak PSK yang dirampas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan memberikan data dan informasi yang diperlukan kepada kuasa hukum yakni Jaringan Advokasi Lokalisasi Gambilangu.
Kedua pemerintah tidak boleh tinggal diam.
"Terakhir tunjukan kepedulian dan keperbihakan terhadap kaum marjinal dengan keterbukaan untuk bekerjasama dengan penyelesaian masalah yang menimpa perempuan yang dilacurkan eks Lokalisasi, " katanya. (Iwan Arifianto)