Stikes Telogorejo
Hal Mistis dan Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi.
Oleh Ns. Ni Made Ayu Wulan Sari, S.Kep - Dosen STIKES Telogorejo Semarang
GANGGUAN jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi.
Fenomena di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya.
Menurut Ahmedani (2011), budaya sangat berpengaruh terhadap persepsi dan perilaku seseorang dalam menghadapi penderita gangguan jiwa.
Kamil et al. (2017) dalam penelitiannya berjudul Stigma Keluarga Terhadap Penderita Skhizofrenia Ditinjau dari Aspek Sosial Budaya, mengungkapkan bahwa masyarakat yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa menganggap bahwa penyakit tersebut adalah aib, sehingga mereka lebih memilih menyembunyikan penderita daripada membawanya ke pelayanan kesehatan, yang berdampak pada keterlambatan pengobatan dan memperburuk keadaan gangguan jiwanya..
Salah satu penyakit gangguan jiwa yang dianggap sebagai pengaruh hal gaib adalah schizophrenia.
Berdasarkan artikel Tajima-Pozo, et, al tahun 2014 yang berjudul Practicing Exorcism in Schizophrenia menemukan bahwa terdapat seorang pasien berumur 28 tahun di Spanyol percaya bahwa gejala psikotik yang dialami menurut orang ahli agama dinegaranya akibat dari pengaruh iblis.
Pasien dipercayai sedang kerasukan iblis dan perlu diberikan exorcism untuk menghilangkan pengaruh iblis.
Penderita schizophrenia terlihat seperti mengalami hal-hal mistis, seperti yang diungkapkan oleh Shiah, Wu, Chen, dan Chiang (2014) dalam penelitiannya Schizophrenia and the paranormal: More psi belief and superstition, and less deja vu in medicated schizophrenia patients dengan jumlah partisipan sebesar 522 orang, yang menjelaskan bahwa pasien schizophrenia lebih mempercayai tahayul dan psi (hal-hal diluar kewajaran).
Oleh karena itu, sebagian orang mengangap bahwa penderita schizophrenia bukanlah gangguan jiwa tetapi gangguan hal-hal gaib.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dingkapkan oleh Widiastutik et al. (2016) dalam studi fenomenologi terkait resilience keluarga penderita skhizofrenia, ditemukan bahwa keluarga percaya kekuatan supranatural mempengaruhi terjadinya sakit
Di Indonesia, banyak orang mengangap bahwa gangguan jiwa disebabkan karna kesurupan, padahal terdapat perbedaan antara kesurupan dan gangguan jiwa seperti yang dijelaskan Simanjuntak (2009) yaitu, orang dengan kesurupan tiba-tiba memiliki pengetahuan dan intelektualitas yang tidak dimiliki sebelumnya, misalnya tiba-tiba bisa berbicara asing.
Orang kesurupan tidak mengenal identitas dirinya dan muncul kepribadian baru, terkadang mengenalkan dirinya setan, sedangkan pada penderita skizofrenia, kesadaran akan realitas biasanya terganggu, tidak mengenal dirinya, bahkan tidak menyadari bahwa dirinya sakit dan tidak sampai menyebut dirinya sebagai setan.
Orang kesurupan tidak suka kegiatan doa atau ibadah serta memiliki kekuatan yang besar misalnya dapat mematahkan rantai yang mengikatnya dan biasanya langsung sembuh nomal setelah setan diusir dari dalam dirinya, yang tidak mungkin terjadi pada penderita skizofrenia.
Kondisi kesurupan justru dipengaruhi oleh kondisi jiwa yang kurang stabil seperti pendapat Harsono, (2012) yang menjelaskan beberapa poin terkait penyebab kesurupan antaralain;