Semarang Kini Tak Lagi Jadi Kota Transit, Ini Buktinya Menurut Benk Mintosih
Penurunan tren back to back, dimana masyarakat memilih menginap lebih dari dua hari menambah ramainya tingkat hunian kamar hotel di Kota Semarang.
Penulis: budi susanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Okupansi hotel di Kota Semarang pada awal 2020 tembus di angka 80 persen.
Hal tersebut secara tidak langsung imbas dari libur panjang pergantian tahun.
Selain itu penurunan tren back to back, dimana masyarakat memilih menginap lebih dari dua hari menambah ramainya tingkat hunian kamar hotel.
Bahkan 3 hotel bintang lima , serta puluhan hotel bintang empat di Semarang ikut merasakan capaian okupansi tersebut.
Menurut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jateng, Benk Mintosih, dengan tingkat okupansi yang ada menunjukkan Kota Semarang bukan lagi menjadi tempat transit.
"Jika dilihat dari ramainya tingkat hunian kamar hotel, kemungkinan hingga akhir pekan ini okupansi hotel di Semarang masih di angka 80 persen."
"Selain momentum libur pergantian tahun, beberapa penghuni hotel juga berasal dari Jakarta dimana tempat tinggal mereka terdampak banjir."
"Sehingga memilih tetap menginap di Semarang," jelasnya, Jumat (3/1/2020).
Dikatakannya, peran dunia pariwisata ikut andil dalam capaian okupansi hotel di Kota Semarang.
"Banyak tamu hotel mendatangi kota lama, serta lokasi wisata lainya."
"Kami yakin Kota Semarang jadi kota metropolitan dengan bertambahnya tingkat kunjungan serta berkembangannya penginapan," jelasnya.
Benk mencatat, okupansi hotel di Kota Semarang tembus 100 persen di beberapa momen tahun lalu.
"Momentum Lebaran, Natal, serta tahun baru pada 2019 okupansi semua hotel dengan total kamar mencapai 10.600 mencapai 100 persen."
"Okupansi itu merata, di 3 hotel bintang lima, 20 hotel bintang empat."
"Serta 58 hotel bintang tiga ke bawah, sampai 64 penginapan non berbintang," ucapnya.