Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Intelijen Israel Dilaporkan Berperan Dalam Pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani Oleh AS

Intelijen Israel dilaporkan membantu operasi AS dalam membunuh jenderal Iran, Qasem Soleimani, pada 3 Januari.

Editor: m nur huda
Reuters
Arak-arakan warga Iran saat proses pemakaman Qasem Soleimani, Sabtu (4/1/2020) 

TRIBUNJATENG.COM - Intelijen Israel dilaporkan membantu operasi AS dalam membunuh jenderal Iran, Qassem Soleimani, pada 3 Januari 2020.

Intelijen Israel diinformasikan sebagai pihak yang mengonfirmasi posisi Qassem Soleimani secara tepat sebelum dirudal.

Qassem Soleimani yang merupakan komandan Pasukan Quds terbunuh ketika berada di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Dia tewas bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, ketika mobil mereka dihantam rudal AS.

Dalam laporan NBC News Jumat (10/1/2020), intelijen AS sudah mengetahui pesawat Aibur A320 milik maskapai Suriah Cham Wings Airlines yang ditumpangi Qassem Soleimani telah mendarat.

Dikutip Middle East Monitor Senin (13/1/2020), mereka mendapat laporan mengenai lokasi maupun jam berapa pesawat itu mendarat.

Update Iran dan Amerika: Kanada Tuntut Keadilan Seusai 57 Warganya Tewas Dalam Pesawat Ukraina

Heroik saat TNI AL Usir Kapal China yang Masih Nekat Keliaran di Perairan Natuna

Heboh Kerajaan Agung Sejagat Purworejo Kekuasaannya di Seluruh Dunia, Ini Kata Ganjar

Ini Dia Sinuhun Totok Pimpinan Kerajaan Agung Sejagat Purworejo yang Menghebohkan

Nama Istri Sinuhun Totok Kerajaan Agung Sejagat Purworejo Adalah Ibunda Raja Hayam Wuruk Majapahit

Intelijen Israel kemudian mengonfirmasi informasi yang dipunyai AS, dan berujung pada serangan yang menewaskan jenderal Iran itu.

Washington disebut hanya memberi tahu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai kebijakan mereka untuk menggelar serangan.

Karena itu sebelum bertolak ke Yunani, Netanyahu sempat menyatakan "kejadian yang sangat dramatis" bakal terjadi di Timur Tengah.

"Kita tahu kawasan kita ini panas. Bakal terjadi kejadian sangat dramatis," katanya di Bandara Ben Gurion, dikutip The Times of Israel.

Netanyahu melanjutkan, jajarannya bakal meningkatkan kewaspadaan dan memonitor serta mendiskusikannya dengan AS.

Kemudian di hari yang sama, Washington Post memberitakan bahwa AS mencoba melenyapkan pejabat militer senior Iran yang lain.

Target yang disasar adalah Abdul Reza Shahlai, yang merupakan komandan senior di Garda Revolusi Iran. Namun gagal.

Shahlai disebut merupakan pengelola kekuangan dan salah satu petinggi kunci Pasukan Quds, dan diketahui aktif di Yaman.

Akibat kematian Qasem Soleimani, Teheran melancarkan aksi balasan dengan membombardir dua pangkalan milik AS dan sekutunya di Irak.

Situasi itu sempat membuat khawatir akan terjadinya konflik lebih besar.

Namun, Presiden Donald Trump memilih pendekatan berbeda.

Dalam konferensi pers Rabu waktu AS, Trump tak mengumumkan serangan balasan. Melainkan bakal menjatuhkan sanksi.


Presiden Trump Tak Lagi Leluasa Menentukan Perang Melawan Iran

Dewan Perwakilan Rakyat AS menyepakati Resolusi Kekuasaan Perang atau War Power Resolution, yang intinya membatasi kekuasaan Presiden AS melakukan aksi militer terhadap Iran.

Resolusi dicapai lewat voting, Kamis (9/1/2020) malam waktu setempat atau Jumat (1O/1/2020) pagi WIB.

Skor 224 anggota mendukung, 194 menolak.

Mengutip laporan NBC News dan FoxNews, kubu Demokrat yang menginisiasi resolusi tidak semuanya mendukung Ada 9 anggota DPR dari Demokrat turut menentang resolusi ini.

Republik juga tidak bulat menentang.

Ada 3 anggota DPR dari Republik memilih menyetujui resolusi ini.

Wakil independen yang jadi satu-satunya pihak bebas, menyokong dikeluarkannya resolusi penting ini.

"Kami pantas mendapat respek dari pemerintah dan Kongres layak di bawah Konstitusi," kata Ketua DPR Nancy Pelosi, Demokrat-California.

"Konstitusi Amerika Serikat menyebut harus ada kerja sama ketika (pemerintah) menyatakan permusuhan (ke negara lain)," lanjutnya.

Resolusi ini digalang sesudah Presiden Donald Trump memerintahkan pbunuhan atas Mayjej Qassem Soleimani, Kepala Pasukan Quds Garda Republik Iran, 2 Januari 2020.

Qassem dibunuh saat tiba di Bandara Baghdad dari Lebanon.

Rudal Hellfire dari drone MQ1 Reaper menghajar kendaraan yang ditumpanginya.

Serangan ini menewaskan juga Abdel Mahdi al-Muhandis, Wakil Komandan Popular Mobilization Unit (PMU), paramiliter di pasukan Irak.

Pembunuhan Qassem ini menyulut pembalasan militer oleh Iran.

Puluhan rudal balistik Iran diluncurkan ke sasaran militer AS di Irak pada 8 Januari 2020.

Trump memutuskan menyerang dan membunuh jenderal kharismatik Iran ini sama sekali tanpa konsultasi dengan Kongres, sesuai amanat konstitusi AS.

Resolusi itu tidak mengikat, tetapi dimaksudkan untuk menegaskan kembali otoritas kongres dan memperingatkan Presiden Trump tindakannya membunuh Qassem salah, dan sudah merupakan bentuk pernyataan perang.

Trump baru memberitahukan pemimpin Kongres sesudah operasi dilaksanakan, demi alasan kerahasiaan.

Dalam pidato nasionalnya, Trump sama sekali tidak menyinggung aksi balasan militer setelah Iran menyerang pangkalan AS di Irak.

Di Balik Pembunuhan Qassem Soleimani Ada Konflik Melibatkan China dan Saudi

Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani meninggalkan misteri tentang apa latar belakang, maksud dan tujuan operasi keji yang dijalankan Pentagon dan CIA.

Betulkah hanya karena ambisi Donald Trump merebut simpati jelang Pilpres AS dan proses pemakzulan dirinya? Benarkah ini murni konflik AS vs Iran?

Betulkah Qassem Soleimani dan Pasukan Quds sedang menyiapkan serangan khusus ke pasukan AS? Ada apa di balik tragedi di Baghdad yg hampir menyulut perang besar ini?

Federico Piaracinni dari The Strategic Culture Foundation dan analis independent tentang geopolitik menulis di situs The Duran, Kamis (9/1/2020). Sebab pembunuhan Qassem menurutnya jauh lebih pelik dari yang dibayangkan orang.

Peristiwa itu termasuk klimaks ketegangan antara Trump dan PM Irak Adil Abdul Mahdi. Spektrum peristiwanya menyangkut kepentingan besar China, Saudi Arabia, dan juga Qatar.

Kasusnya juga menyangkut bisnis migas Timur Tengah, pemenuhan infrastruktur dan kelistrikan di Irak, serta masa depan dolar AS sebagai alat transaksi dagang internasional.

Kok bisa? Begini konstruksi ceritanya menurut Pieracinni. Kisah gelap ini sesungguhnya dibuka Adil Mahdi lewat serangkaian pernyataannya di televisi setelah Soleimani terbunuh.

Lebih detil lagi diungkapkan di parlemen Irak, meski usahanya membuka rahasia ini dihalang-halangi AS lewat Ketua DPR Irak, Mohammad al-Halboussi. Tokoh ini berlatar Sunni, dan punya loyalis cukup kuat.

Gedung Putih menggunakan golongan ini untuk menekan Adil Abdul Mahdi. Lantas kenapa Abdul Mahdi yang digencet?

Trump dan Abdul Mahdi selama berminggu-minggu ternyata terlibat pembicaraan sangat serius.

Akdi demonstrasi besar di Irak akhir tahun lalu, tak lepas dari masalah ini. AS memang ada di balik gerakan mendelegitimasi pemerintahan Abdul Mahdi dengan isu korupsi.

Persis seperti pola gerakan massa yang digunakan di Mesir 2009, Libya 2011, Maidan 2014.

Irak di tengah gejolak ini ternyata sedang bernegosiasi dengan China terkait proyek kelistrikan.

Dalam usaha membuka kedok hitam ini di parlemen dan kepada publik, Halboussi benar-benar berusaha mematahkannya.

Tapi Mahdi berusaha keras menyuarakan usaha Amerika untuk membuat Irak kembali hancur.

Washington ingkar janji terkait proyek pemulihan infrastruktur dan kelistrikan Irak. AS meminta bagian 50 persen pendapatan sektor minyak Irak, tapi Abdul Mahdi menolaknya.

Karena itulah Abdul Mahdi berpaling ke China, meneken perjanjian proyek konstruksi.

Sepulang dari Beijing, Trump menghubungi Abdul Mahdi, memintanya membatalkan kesepakatan tersebut.

Saat Mahdi menolaknya, Trump mengancam akan mendorong aksi massa lebih besar lagi di Irak, yang akan mengakhiri kekuasaan mereka di pemerintahan. Termasuk menggunakan cara kotor guna memicu anarki.

Trump sekali lagi meminta Abdul Mahdi membatalkan kontraknya dengan China. Tapi ia kembali menolaknya, dan mengajukan pengunduran diri.

Mahdi mengatakan, Gedung Putih hingga hari-hari tetap menginginkan perjanjian sektor konstruksi dengan China itu dibatalkan.

Ia menambahkan, Menhan Irak sesudah itu secara terbuka menuduh pihak ketiga menargetkan sipil maupun aparat keamanan akan dijadikan tumbal saat aksii demo besar di seantero Irak berlanjut.

Sekali lagi Trump mengontak Abdul Mahdi dan mengancam akan membunuhnya berikut Menhan Irak jika terus mengungkapkan pihak ketiga di belakang aksi unjukrasa memprotes pemerintah Irak.

Tak seorangpun termasuk Abdul Mahdi membayangkan minggu-minggu penuh kesukaran di Irak itu akan berakhir pada pembunuhan keji Qassem Soleimani.

Abdul Mahdi pun tidak gampang mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kisah kelam di balik krisis Irak, dan serangan militer AS pada tokoh Iran ini.

Pada esok hari setelah kedatangan Qassem Soleimani dari Beirut, Lebanon, Abdul Mahdi seharusnya bertemu dengan tamunya itu.

Kehadiran Soleimani di Baghdad adalah sebagai diplomat atau utusan Teheran.

Ia membawa misi penting bertemu utusan Kerajaan Saudi, guna mendiskusikan peredaan ketegangan di Timur Tengah. Semua pihak sudah diberitahu mengenai pertemuan ini.

Ternyata Trump memotong usaha deeskalasi konflik oleh Iran dan Saudi, dan membunuh Qassem setiba di Bandara Baghdad.

Kerajaan Saudi secara cepat begitu Qassem terbunuh menegaskan, mereka tidak diberitahu Washington.

Saudi juga mengingatkan agar semua pihak menahan diri supaya konflik tidak mengguncang kawasan.

Pangeran Khalid bin Salman langsung terbang ke Washington, bertemu Trump dan lalu ke London.

Ia membawa pesan Pangeran Muhammad sebagai penguasa de facto Saudi, meminta agar Washington menahan diri supaya rakyat kawasan Teluk tidak jatuh dalam peperangan lebih menyakitkan lagi.

Saudi dan Iran agaknya telah menemukan jalan untuk meredakan konflik kawasan dengan perantara Irak.

Karena itu digelar pertemuan di Baghdad, dan Teheraj mengutus Qassem Soleimani.

Reaksi Riyadh terhadap pembunuhan Soleimani tidak menunjukkan kegembiraan atau sampai ada perayaan terbuka. Qatar, yang masih bermasalah dengan Riyadh, juga menyatakan dukacita.

Menlu Qatar terbang langsung ke Teheran. Langkah ini mungkin mengantisipasi jika Iran juga menargetkan Doha sebagai sasaran balas dendam.

Bagaimanapun, drone MQ1 Reaper yang membunuh Soleimani diterbangkan dari pangkalan militer AS di Al Udeid Qatar.

Dalam pidato nasionalnya, Trump menyinggung soal sumber minyak Timur Tengah.

Trump mengatakan AS tidak akan bergantung minyak dsri kawasan itu, dan akan menyiapkan sumber energi mandiri.

Pernyataan ini menegaskan, AS sedang menghadapi problem serius ketika China kini menjadi pemimpin dagang sektor strategis di Timur Tengah, Afrika, maupun Amerika Selatan, khususnya Venezuela sebagai pemilik cadangan minyak terbesar kedua di dunia.

Venezuela, Rusia, Iran, Irak, Qatar dan Arab Saudi merupakan pemilik mayoritas cadangan minyak dan gas di dunia. Tiga pihak pertama memiliki hubungan sangat kuat dengan Beijing.

China dan Rusia di sisi lain ingin konsolidasi lebih lanjut untuk memastikan pertumbuhan masa depan benua super Eurasia terbebas dari perang dan konflik.

Arab Saudi, di sisi lain pro-AS tetapi bisa condong ke kamp Sino-Rusia baik secara militer maupuj terkait sektor energi. Proses yang sama sedang berlangsung dengan Irak dan Qatar berkat berbagai kesalahan strategis Washington di wilayah tersebut.

Pendudukan Irak sejak 2003, penghancuran Libya, Suriah dan Yaman sejak 2011, membuat negara-negara Teluk berusaha menyiapkan alternatif lain jika AS terus membabibuta.

Perjanjian Irak dan Cina di sektor konstruksi adalah contoh penting bagaimana Beijing bermaksud menggunakan troika Irak-Iran-Suriah untuk menghidupkan Timur Tengah dan menghubungkannya megaproyek Chinese Belt and Road Initiative.

Arab Saudi menjadi eksportir minyak terbesar untuk Cina, sedangkan Qatar dan Rusia muncul sebagai eksportir utama LNG ke Tiongkok. Sektor gas ini sangat vital bagi China dan sesuai visi 2030 Xi Jinping yang ingin mengurangi secara drastis polusi udara di negaranya.

AS sama sekali tidak hadir dslam gambar besar masa depan ini. Mereka memiliki sedikit kemampuan untuk mempengaruhi perubahan, atau menawarkan alternatif ekonomi yang lebih menarik.

Washington ingin mencegah integrasi Eurasia dengan menyulut kekacauan dan kehancuran di kawasan itu. Pembunuhan Soleimani ada di rangkaian usaha itu.

Sulit bagi AS membayangkan jika mata uang dolar AS akan kehilangan statusnya sebagai alat transaksi internasional. Trump pun masuk ke pusaran masalah yang membuat AS seperti putus asa.

Trump dan para pembisiknya mungkin sangat percaya serangan drone-nya terhadap Soleani dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan menakuti lawan-lawannya.

Trump pun berusaha memenangkan dukungan pemilihnya jelang Pilpres AS (caranya ia membuat narasi pembunuhan Soleimani sama dengan Osama bin Laden dan Abu Bakar Al-Baghdadi)

AS juga mengirimkan peringatan kepada negara-negara Arab tentang bahayanya memperdalam hubungan mereka dengan China.

Upaya Irak untuk memediasi perdamaian antara Iran dan Arab Saudi, menurut Federico Piaracinni, telah dibungkam AS dan Israel, untuk mencegah perdamaian menyeluruh di wilayah tersebut.(Tribunjogja.com/Kompas.com/xna)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Peran Intelijen Israel Bantu Operasi Amerika Bunuh Jenderal Iran

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved