Tunggakan BPJS ke RSUD KRMT Wongsonegoro Hingga Kini Belum Beres
Kenaikan tarif iuran peserta BPJS Kesehatan tidak serta merta membuat utang ke rumah sakit terlunasi. Karena masih ada tunggakan miliaran rupiah
Besaran iuran tidak sesuai ideal kaidah aktuaria. Sejak 2014 hingga 2018 defisit di Kedeputian Jateng DIY mencapai Rp 1,25 triliun.
Sesuai aturan yang berlaku, iuran harus disesuaikan setiap dua tahun. Sejak 2016, besaran iuran tidak mengalami penyesuaian.
Saat ini, angka defisit kian membengkak, bahkan mulai mengganggu pelayanan di rumah sakit dan apotek karena utang yang terus menumpuk.
Disisi lain pengguna layanan Program JKN makin meningkat, tapi kemampuan bayar semakin berkurang.
Bila Iuran tidak disesuaikan, akan mengancam keberlangsungan Program JKN-KIS.
"Sayang kalau program ini harus distop. Mengingat manfaat program ini sangat dirasakan masyarakat. Manfaat yang paling terasa adalah pada pengobatan berbiaya mahal yang bersifat seumur hidup seperti cuci darah, pengobatan kanker, talasemia, hemophilia, jantung, dan sebagainya,” ujarnya.
Program ini membantu masyarakat agar tidak jatuh miskin karena sakit.
Data di tahun 2019 menunjukkan, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) di Jateng DIY yang taat bayar iuran hanya 71,3%.
Lucky Hefriat menyatakan, saat ini tak ada Pemda yang nunggak bayar iuran. BPJS Kesehatan tidak ada rencana melakukan pembangunan RS di Jawa Tengah.
Pembangunan RS milik pemerintah menjadi wewenang pemda atau pusat. Sedangkan pembangunan RS milik swasta menjadi wewenang swasta atas ijin pemda setempat.
Sejauh ini realisasi biaya pelayanan kesehatan terbesar di Kedeputian Wilayah Jawa Tengah dan DIY terdapat pada penyakit gagal ginjal (hemodialisa), operasi katarak, penyakit jantung, penyakit kanker.
Penerimaan iuran di Jateng DIY dari iuran peserta beberapa segmen, (PPU PN, PPU BU (Swasta), PBPU (Peserta Mandiri), & PBI APBD (Jamkesda) pada Agustus 2019 sebesar Rp 3,1 triliun dengan tingkat kolektabilitas iuran rata-rata 90,55%. (tim)