Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Berita Jateng: Harga Bawang Putih di Jateng Meroket Kenapa, Ternyata Ini Penyebabnya

Akhir-akhir ini harga bawang putih di pasaran terus meroket. Banyak yang berasumsi kenaikan harga bawang dikarenakan virus corona

tribunjateng/agus iswadi
Lapak bawang putih milik Pariyem, pedagang di Pasar Jungke Kecamatan Karanganyar, Rabu (5/2/2020). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Akhir-akhir ini harga bawang putih di pasaran terus meroket. Banyak yang berasumsi kenaikan harga bawang dikarenakan virus corona yang sedang mewabah di negeri Tirai Bambu.

Namun hal itu dibantah oleh Kementerian Pertanian, yang menyatakan bahwa kenaikan harga bawang putih karena faktor cuaca.

Selain itu ada pemasalahan distribusi yang terjadi di China. Dan yang jelas, libur Tahun Baru Imlek di China berlangsung selama sebulan.

Herdi seorang pengusaha ekspor impor mengatakan, memang belum begitu terasa dampak virus Corona untuk aktivitas perdagangan.

"Kalau barang yang sudah sampai atau terkirim tak ada masalah. Kecuali barang yang baru order memang China sedang nggak bisa mengirim karena di sana nggak ada kerja," kata Herdi beberapa hari lalu.

Diperkirakan tanggal 10 Februari (hari ini) pengusaha di China baru mulai bekerja lagi setelah libur panjang Imlek. Itu pun jika penanganan wabah virus corona berhasil dengan baik.

Diterangkannya, barang impor dari China masuk lewat pelabuhan Tanjung Emas antara lain tas, sepatu, perabot rumah tangga dan lain-lain.

Dan tentu saja termasuk bawang putih yang memang mayoritas kebutuhan di Indonesia didatangkan dari China. Sedangkan ekspor ke China sudah lama berkurang sejak furniture melemah.

Berdasar data dari United Nation Comtrade, impor bawang putih sebesar 580,85 ribu ton (2018). Angka itu setara dengan 99,63% terhadap total volume impor bawang putih RI. Meningkat 4,16% dari tahun sebelumnya.
Saat ini diperkirakan stok bawang putih berkisar antara 55-56 ribu ton yang cukup hingga akhir Februari.

Sedangkan konsumsi bawang putih rata-rata nasional berkisar antara 45 ribu-47 ribu ton per bulan.
Sementara itu menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, Muhammad Arif Sambodo, naiknya harga bawang putih dikarenakan terganggunya distribusi bawang putih ke Indonesia.

"Kita tahu Tiongkok baru saja merayakan Tahun Baru Imlek. Kemudian setelah itu dihajar dengan wabah virus corona. Otomatis kondisi perdagangan di sana masih belum stabil. Maka berdampak terhadap impor ke Indonesia," bebernya.

Selain itu, stigma masyarakat terkait statement pemberitaan juga bisa membuat naiknya harga bawang putih. Sebab, para distributor akan mengambil kesempatan turut serta menaikkan harga.

"Jadi naiknya harga kebutuhan pokok dikarenakan dua hal. Bisa karena memang stok menipis harga melangit, atau karena stigma masyarakat terhadap pemberitaan. Kenaikan psikologis," tambah Arif.

Pihaknya meminta pemerintah pusat segera mengambil langkah cepat, demi menjaga kestabilan harga bawang putih di Indonesia. Apabila China masih belum bisa diandalkan, ia menyarankan bisa ambil dari India.

"Kondisi iklim paling bagus buat bawang putih yakni sub tropis. Jadi China atau India cocok untuk komoditas ini. Walaupun di beberapa daerah di Indonesia juga ada yang bisa digunakan untuk pertanian bawang putih. Tapi skalanya masih untuk pembibitan," ujarnya.

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, saat ini (7/2/2020) harga bawang putih rata-rata di Jawa Tengah Rp 57.400.

Sementara daerah lain seperti Semarang Rp 56.250, Solo Rp 54.750, Tegal Rp 58.500, Banyumas Rp 62.500, Boyolali Rp 60.000, Cilacap Rp 58.750, Karanganyar 58.750, Klaten Rp 60.000, Kudus Rp 43.250, Sragen Rp 57.000, Sukoharjo Rp 60.250, dan Wonogiri Rp 58.750.

Menurut data di atas, harga bawang di Kabupaten Banyumas masih yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Tengah.

Arif menyarankan kepada seluruh distributor bawang putih untuk tidak menaikkan harga di atas kewajaran.

"Kami imbau untuk tidak terlalu tinggi menaikkan harga. Karena tentu akan sangat berdampak pada konsumen. Bagi para ibu rumah tangga supaya bisa sedikit menghemat penggunaan bawang putih. Kami juga akan melakukan sidak ke pasar-pasar, supaya harga tetap bisa dikendalikan," pungkasnya.

Cari Alternatif Negara Lain

Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah, Ngargono berharap pemerintah segera mencari alternatif lain impor bawang dari negara lain selain China.

Upaya ini penting untuk mengontrol harga bawang putih yang merangkak naik karena pasokan impor dari China terganggu dampak virus corona.

Selain itu, tim pengawas pangan harus tetap melakukan pengawasan dan penindakan tegas bagi para penimbun yang memanfaatkan kondisi stok makin menipis. Jangan sampai kondisi ini justru dimanfaat oleh para pedagang yang tidak bertanggungjawab.

Kepada konsumen juga jangan terlalu panik yang berlebihan karena justru akan menimbulkan Punic Buying, sehingga akan memperparah kondisi stock yang ada. Dan harga semakin tidak terkendali.

Fenomena ini sebaiknya sekaligus menjadi momentum kebangkitan produksi bawang putih dalam negeri supaya bisa meningkat dan mencukupi sekaligus swasembada.

Diketahui, harga bawang putih merangkak naik karena pasokan impor dari China terganggu dampak virus corona. Kebutuhan bawang putih di Indonesia setahun sekitar 500 ribu ton.

Sedangkan produksi bawang putih dalam negeri baru 39 ribu ton per tahun. Informasi terbaru Indonesia belum keluarkan rekemondasi untuk impor bawang putih dari China (terhenti). Artinya pasokan bawang putih ke pasaran akan berkurang.

Panenan Lokal Kurang Diminati

Menteri Pertanian, H Syahrul Yasin Limpo, mengatakan stok bawang putih masih ada 84 ribu ton. Ia menyarankan kepada masyarakat untuk tidak khawatir dan mengkaitkan dengan virus corona.

Hal itu ia katakan saat mengisi materi kuliah umum di Aula Prof DR Baharuddin Lipat, Universitas Hasanuddin Makassar, Jumat (7/2/2020). Selain stok, ia juga menegaskan pertengahan Februari bawang putih lokal mulai panen.

H Hendy seorang distributor bawang putih di Semarang mengatakan bawang putih lokal hampir tidak ada yang berminat. Hal itu dikarenakan kualitas bawang putih lokal jauh di bawah bawang putih impor.

"Selama saya jadi distributor, tidak pernah jual bawang putih lokal. Kualitas dan ukurannya berbeda. Masyarakat cenderung suka bawang impor," ujar H Hendy.

Selama ada isu naiknya harga bawang putih, dia belum merasakan dampaknya. Sebab ia masih memiliki stok lama yang ia beli dari importir asal Jakarta maupun Surabaya.

"Saya masih dapat harga Rp 40 ribu per kilogram. Jadi kalau yang sekarang belum tahu jadi berapa. Karena masih ada stok," tambahnya. Bawang putih yang dia jual hanya diedarkan di sekitar Pasar Pecinan. Tidak pernah ke luar kota. Satu kilo bawang putih dijual Rp 45 ribu dan satu sak berisi 20 kilo bawang putih.

Saat ini satu kilonya dijual Rp 45 ribu dan Rp 55 ribu per kilo untuk bawang putih yang sudah dibersihkan. Sedangkan pada waktu normal, harga bawang putih dijual Rp 27.000- Rp 30.000 per kilogram.

Namun ia tidak bisa memastikan apakah kenaikan harga bawang putih ini benar-benar disebabkan karena isu virus Corona. Sebab berdasarkan pengalaman sebelumnya bawang putih merupakan produk yang memang fluktuatif.

Harganya bisa berubah drastis sewaktu-waktu. Melambungnya harga bawang putih seperti sekarang bukan hal baru atau kali ini saja terjadi melainkan sudah menjadi tradisi rutin tahunan.

H Hendy menilai kondisi fluktuatif harga ini karena memang ketergantungan impor bawang putih sangat tinggi. Sedangkan produksi dari petani lokal masih sangat kurang dan belum diminati.

"Bawang putih lokal nggak ada. Impor semua kalau bawang putih," ujar H Hendy, di pasar Johar Semarang, Sabtu (8/2) siang.

Meski mengalami lonjakan harga yang cukup fantastis, namun menurut H Hendy, permintaan bawang putih masih normal. Menurutnya hal ini karena keberadaan bawang putih merupakan kebutuhan pokok rumah tangga. Digunakan sebagai bumbu hampir di setiap makanan dan masakan.

Beli Secukupnya

Terpisah, Monica pemilik restoran Nasi Pedas Harmoni, mengatakan sejauh ini ia masih menggunakan stok bawang putih yang dia beli pada pekan lalu. Saat itu dirinya mengaku membeli bawang putih per kilo Rp 40 ribu.

"Minggu kemarin belanja bawang putih sekilo masih Rp 40 ribu. Saya kalau belanja seminggu sekali. Sekali beli bawang putih bisa sampai tiga kilogram," tuturnya.

Bila harga bawang putih tembus Rp 100 ribu per kilo, Monica hanya akan membeli bawang putih secukupnya. Karena ia tak mau 'kecele' ketika sudah beli banyak tiba-tiba harga kembali turun.

"Nanti kalau belanja secukupnya saja. Takut malah rugi. Saat harga bawang putih tinggi saya tidak berani mengurangi porsi. Takut mengubah rasa. Harga makanan juga tidak saya naikkan. Hanya saja keuntungannya jadi tipis," tegas ibu rumah tangga ini.

Justru yang selama ini ia sesalkan adalah harga cabai yang tak kunjung turun. Karena makanan yang ia jual cenderung banyak menggunakan cabai. Cabai mencapai Rp 100 ribu sekilogram.

"Padahal dulu cabai cuma Rp 20 ribu sekilonya. Ya saya harap harga bawang putih maupun bahan pokok lainnya bisa cepat stabil. Karena bagi saya itu sangat berpengaruh," ucap dia.

Selain Monica, ada pula Kartini yang memiliki usaha katering yang ia beri nama HK. Setidaknya setiap hari Kartini harus membuat 30 porsi nasi beserta lauk untuk pesanan sebuah kantor.

"Tapi saya kalau beli bawang putih maupun bawang merah tidak pernah kiloan. Cukup kasih uang Rp 100 ribu tergantung pedagang dapatnya berapa. Kalau harga naik seperti ini ya hanya dapat sedikit," katanya.

Sama halnya dengan Monica, Kartini tidak ingin mengurangi porsi penggunaan bawang putih. Sebab ia takut akan mengubah cita rasa dan membuat pelanggannya kecewa.

"Tidak berani. Takut rasanya berubah. Karena jual makanan yang dinilai kan dari rasanya. Tapi ya itu, untungnya jadi tipis," beber wanita yang tinggal di Tambakaji, Semarang ini.

Ia pun berharap pemerintah segera melakukan tindakan supaya harga bahan pokok kembali stabil. Sebagai pengusaha katering yang masih merintis, kenaikan harga bahan pokok sangat berpengaruh sekali.

"Semoga saja harga cepat stabil," pungkansya. (tim)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved