Pilkada 2020
Soal Tikus Pithi Usung Penjahit dan Ketua RW di Pilkada 2020, Pengamat: Mustahil Menang Jika. . .
Gerakan sekumpulan orang yang menamakan dirinya Tikus Pithi getol mengusung calon perseorangan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Gerakan sekumpulan orang yang menamakan dirinya Tikus Pithi getol mengusung calon perseorangan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 di Jawa Tengah.
Satu dari sekian banyak pasangan calon perseorangan atau independen yang digerakan Tikus Pithi ini yakni Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) di Pilkada Solo.
Tidak hanya itu, calon perseorangan dari organisasi ini juga telah mendaftar di Kendal, Demak, Boyolali, Rembang dan sebagainya.
• Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun! Terpeleset saat Bermain, Arif Ditemukan Tewas Tenggelam di Sungai
• Prediksi Laga Pembuka Liga 1 2020 Persebaya vs Persik Kediri, Adu Kesaktian Para Jawara
• Pelatih PSIS Dragan Djukanovic Heran Flavio Beck Tak Boleh Tampil di Laga Perdana Liga 1 2020
• Tetangga Tak Menyangka Ayah Tiri Siksa Bocah 9 Tahun di Kudus, Dilakukan saat Istri Pergi Kerja
Persyaratan kandidat Bajo telah diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU) lantaran jumlah dukungan telah memenuhi syarat dan persebarannya. Untuk selanjutnya dilakukan sejumlah verifikasi, administrasi dan faktual.
Uniknya, dua orang tersebut merupakan penjahit dan ketua rukun warga (RW) di Solo. Mereka mengklaim berhasil mengumpulkan sebanyak 41.425 dukungan maju. Untuk maju lewat jalur independen dalam Pilkada Solo, pasangan calon harus mengumpulkan minimal 35.870 fotokopi KTP pendukung.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Cahyo Seftyono, mengatakan setiap gerakan dalam politik bisa dikatakan ada yang memang serius dan juga ada yang memang karena faktor ekonomi karena ada yang menggerakan.
"Tidak cuma calon independen, di Pati dulu ada gerakan untuk kotak kosong, ada juga calon boneka. Praktik seperti itu ada yang menggerakan dan bisa dijual dan sebagainya. Ada perputaran uang di situ," kata Cahyo, Kamis (27/2/2020).
Menurutnya, ketika ada seseorang nyalon lewat independen, dan tidak memiliki latar belakang kuat serta jejaring luas, itu sangat sulit atau mustahil untuk menang. Berdasarkan pengalamannya, kurang dari 10 calon independen yang bisa menang selama pilkada berlangsung di Indonesia.
Oleh karena itu, dia berpendapat, sejumlah pasangan yang maju lewat jalur independen tidak mengacuhkan urusan menang dan kalah. .
Namun, dia membawa misi dari orang yang menggerakan mereka, bisa berasal dari kalangan oligarki, elite politik, dan semacamnya.
"Ada satu calon independen dulu di DKI yang memang dia serius maju, dia merupakan ekonom dari UI (Universitas Indonesia), Ichsanuddin Noorsy.
Dia semangat sampai mencari dukungan. Tapi itu memang tidak gampang. Karena independen itu berat banget untuk menang," terangnya.
Selain itu, gerakan seperti Tikus Pithi itu dimainkan bisa saja untuk test case kekuatan partai yang dominan.
Penggerak atau pemilik kepentingan tidak berpikir hanya untuk pilkada saat ini, tetapi untuk setelahnya.
Mereka ingin melihat permainan partai besar atau yang dominan seperti apa dengan munculnya gerakan tersebut.