Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Harga Masker Melonjak 200 Persen, Bagaimana Stok di Sejumlah Toko Alkes dan Apotek di Semarang

Sejak mewabahnya virus corona atau coronavirus di China dan banyak negara, penjualan masker meningkat drastis.

Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
Masker di sebuah apotek yang ada di Kota Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Sejak mewabahnya virus corona atau coronavirus di China dan banyak negara, penjualan masker meningkat drastis.

Bahkan persediaan atau stok masker di sejumlah minimarket, apotek, toko obat dan penyedia alat kesehatan di Kota Semarang habis.

Tribun Jateng melakukan pengecekan ke sejumlah minimarket, toko obat dan apotek di Kota Semarang, memang benar, stok masker habis.

Kalaupun ada stok tinggal beberapa boks saja dan itu pun harganya naik lebih dari 200 persen dibanding harga saat Desember 2019 silam.

Masker berbagai jenis antara lain three ply, N95, dan masker 9004 juga telah habis diborong oleh konsumen.

Hasil Lengkap dan Klasemen Bundesliga: Bayern Muenchen Kokoh di Puncak Klasemen

El Clasico Spanyol: Bocah Ajaib Vinicius Pecahkan Rekor Messi, Real Madrid Kini Pamuncak

Aston Villa vs Man City : Kalahkah Aston Villa 2-1, Manchester City Raih Trofi Ke-7

Hasil Lengkap dan Klasemen Bundesliga: Bayern Muenchen Kokoh di Puncak Klasemen

Satu di antaranya toko alat kesehatan Daya Prima di Jalan Kaligarang No 1A, Petompon, Kecamatan Gajahmungkur, Semarang.

Supervisor toko, Madam, mengatakan seluruh jenis masker sudah habis sejak sepekan lalu.

"Iya benar, kami sudah out of stock untuk semua jenis masker. Terakhir ada minggu lalu. Padahal kami sudah batasi penjualan," katanya.

Sejak tingginya permintaan masker, Madam mulai memberlakukan pembatasan penjualan. Setiap pembeli hanya boleh beli 5 masker.

Ia berharap dengan pembatasan tersebut, orang lain yang sangat membutuhkan juga tetap bisa mendapatkan masker.

"Kami pun juga tidak menaikkan harganya menjadi sekian rupiah. Kami tetap jual harga normal. Tapi dibatasi supaya semua dapat," jelas Madam.

Madam memperkirakan meningkatnya penjualan masker mulai awal Februari 2020. Beberapa minggu setelah virus corona dinyatakan sangat menular di Wuhan, China.

Dalam sehari toko alat kesehatan Daya Prima bisa menjual beberapa dus saat itu.

"Tapi sekarang kondisinya sudah habis. Sudah seminggu ini minta di pabrik juga belum dikirim-kirim.

Alasannya di sana kekurangan bahan baku. Jadi saya tidak tahu kapan ada lagi. Ambilnya dari Surabaya," ujarnya.

Dibandingkan dengan jenis masker lain, masker three ply yang paling banyak dibeli oleh konsumen.

Di urutan nomor dua ada masker N95 yang juga diakui ampuh menghalau virus yang menyebar melalui udara.

"Tapi masker N95 sebenarnya hanya digunakan untuk tenaga medis yang bersinggungan langsung dengan pasien yang terpapar virus. Atau masyarakat yang memang lingkungannya sangat berisiko.

Sedangkan masker 9004 bukan tergolong untuk medis, cenderung penggunaannya untuk buruh pabrik mebel," tambahnya.

Sebelum meningkatnya penjualan masker di tempat tersebut, Madam menjelaskan bahwa tokonya juga menyuplai ke luar negeri dan apotek-apotek di Jawa Tengah.

Jika di luar negeri pihaknya masuk ke negara China.

"Luar negeri ya China banyak. Sama apotek di Jateng. Tapi setelah stok menipis ya kami hentikan, lebih mementingkan konsumen yang datang langsung ke toko," jelas Madam.

Toko obat di Pucanggading Mranggen juga kehabisan stok masker.

"Ini sudah dua minggu nggak ada stok masker. Saat masih ada tiba-tiba saja ada orang beli dalam jumlah banyak.

Sejak itu tak ada lagi supplier yang antar masker ke sini. Katanya dari pabriknya sudah mahal jadi tidak diantar ke sini," kata pemilik toko obat, Maryam.

Mahasiswi Undip, sebut saja Nuri mengaku saat beli masker kaget karena harganya melambung. Dulu yang biasanya Rp 20 ribu sekarang harganya naik menjadi Rp 250 ribu per boks, isi 50 pcs.

"Itu jenis masker yang sekali pakai," kata Nuri beberapa hari lalu.

Lain halnya dengan pengakuan Ulfi. Dia bilang sudah lama nggak beli masker sekali pakai. Karena saat ini pakai masker kain. Sehingga bisa dicuci dan dipakai lagi.

Lutfiana Maharani (19) yang juga mahasiswi Undip mengaku lebih sering pakai masker. Jika semula dia hanya menggunakan masker pada saat tertentu saja, kini Lutfi hampir setiap hari menggunakannya.

Dia sering pakai masker jenis three ply yang mudah didapat dan praktis. Baik di apotek maupun mini market sekitar rumah kos, sudah dipastikan ada masker jenis itu.

"Saya pakai yang biasa saja (masker three ply). Praktis, mudah digunakan, dan banyak yang jual. Dulu kalau pakai hanya saat naik motor saja. Sekarang kemanapun pakai," ujarnya.

Dia suka pakai masker biar udara di luar ruangan terfilter. Terlebih ketika dirinya sedang tidak enak badan, flu meriang, maka harus pakai masker.

"Kalau pas enggak enak badan atau flu pasti pakai. Karena virus pasti akan lebih mudah menyerang saya pas kondisi seperti itu. Kalaupun tidak, tetap saya pakai untuk menjaga diri," papar dia.

Masker yang digunakan Lutfi tidak pernah lebih dari 24 jam. Sebab ia takut jika menggunakan masker yang berulang-ulang justru akan menyimpan banyak virus.

Maka setiap pagi saat mulai beraktivitas, ia selalu menggunakan masker baru.

"Tiap hari pasti ganti. Enggak lebih dari sehari, takut banyak virusnya. Apalagi jika sedang sakit. Sehari bisa ganti dua kali," tambahnya.

Namun sebenarnya sebelum ada wabah virus corona, Lutfi sudah menggunakan masker di setiap menjalani aktivitasnya.

Ia mengakui agak sedikit repot, namun demi menjaga kesehatan lebih baik mencegah daripada mengobati. "Dulu sudah pakai. Cuma jarang aja. Ya daripada mengobati kan lebih baik mencegah," terangnya.

Lain halnya dengan Yulia Safitri (30), yang cenderung akan menggunakan masker di saat-saat terntentu saja. Terutama saat dirinya sakit, masker selalu dia bawa di dalam tas kerjanya.

"Saya enggak begitu suka pakai masker. Tapi kalau pas butuh saja ya dipakai. Selalu ada di tas," kata pegawai bank swasta di Semarang ini.

"Kebetulan saya kalau pulang pergi kantor naik BRT. Jadi masker ini untuk menghindari paparan polusi dan mungkin saja virus yang sangat menular. Tapi jujur pakai masker buat saya sulit bernafas," tegasnya.

Masker yang digunakan Yulia sama dengan yang dipakai Lutfi. Sebab masker tersebut lebih banyak dijual di beberapa tempat dibandingkan dengan masker lain.

"Pakainya masker yang biasa saja. Selain belinya gampang, harganya juga sangat terjangkau," imbuhnya.

Namun semenjak langkanya masker di pasaran, Yulia juga tidak begitu ambil pusing. Ia tidak terlalu memaksakan menggunakan masker apabila memang tidak dijual di beberapa tempat.

Jangan Manfaatkan Situasi

Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K), Ngargono menilai dalam kondisi seperti ini mestinya jangan ada pihak yang memanfaatkan atau mengambil keuntungan dari penderitaan.

"Walaupun dari hukum ekonomi atau bisnis hal itu sah-sah saja dilakukan, tapi dari sisi etika kurang bagus," ujarnya.

Menurutnya pemerintah memang seharusnya menjamin ketersediaan masker karena saat ini bisa dikatakan termasuk kategori barang yang sangat dibutuhkan. Jika perlu memberikan secara gratis sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat dan kepekaan terhadap bencana ini. (tim)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved