Berita Solo
Toko Kelontong Senilai Rp 6 Miliar di Depan Mal Paragon Solo Terancam Digusur
Satu toko kelontong yang terletak tepat di sisi utara Mall Paragon Solo, terancam terusir atas upaya pemertiban yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jaw
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Satu toko kelontong yang terletak tepat di sisi utara Mall Paragon Solo, terancam terusir atas upaya pemertiban yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Toko kelontong di Solo tersebut harganya senilai Rp 6 miliar bila mengikuti harga pasar.
Penghuni toko itu, Sumarjoko dan keluarganya, kini diliputi kecemasan.
Sumarjoko, yang mewarisi rumah itu dari orangtuanya, Sutarno dan Sudarni, terancam terusir paksa dari bangunan yang ditinggalinya itu.
Padahal, toko dan rumah itu, sudah didiami oleh orangtua dan keluarga Sumarjoko secara turun temurun, sejak tahun 1954.
Pemprov Jateng, sudah mengantongi izin dari pengadilan, untuk mengeksekusi lahan yang ditempati toko itu, pada 10 Maret 2020 nanti.
Menggugat Gubernur
Sumarjoko sebenarnya pernah mengajukan permohonan sertifikasi tanah yang dia tempati itu.
Tapi kemudian ditolak oleh negara, lantaran Sumarjoko tidak cukup bukti atas kepemilikan itu.
Ditambah, tanah seluas 400 meter persegi itu masih tercatat menjadi bagian dari Surat Hak Pakai Nomor 3 milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Surmarjoko menjadi cemas atas nasib rumah peninggalan almarhum ayahnya Sutarno yang dibeli tahun 1954.
Ditengah kecemasan itu, seorang pria bernama R Ariyo Rahindra Widiastomo, kemudian muncul.
Ia mengaku sebagai ahli waris tanah-tanah di sana, termasuk yang didiami oleh Sumarjoko.
Itu berdasarkan Akta Hak Milik Nomor 29 yang dibuat Notaris Residen Goeder Troon terkait tanah di Kampung Mangkubumen seluas 8,3 hektar.
Tanah milik Sumarjoko masuk dalam hitungan luasan tanah tersebut.
Ariyo kemudian menggugat Pemprov Jateng ke pengadilan, memperjuangkan tanah yang didiami oleh Sumarjoko.
Ia merasa dirinya sebagai ahli waris atas lahan yang didiami Sumarjoko.
"Dalam Akta Hak Milik Nomor 29, lahan tersebut memiliki luas kurang lebih sekitar 8,3 hektare," klaim Ary.
"Kemudian kenapa kita gugat karena di situ muncul SHP nomor 3 seluas 4.077 meter persegi," tambahnya.
Tak hanya itu, Bambang juga mengklaim dasar hukum kemunculan SHP nomor 3 lemah.
"Kita bisa membuktikan bahwa hak SHP ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat," tandasnya.
Harga Jual Fantastis
Toko kelontong yang didiami Sudarni, dari depan sebetulnya terlihat tak terlalu besar.
Tapi, toko ini ternyata menempati lahan seluas 400 meter persegi.
Hal itu diungkapkan oleh pengacara Sudarni, Bambang Ary Wibowo.
Toko kelontong dan rumah yang didiami Sudarni ini pun punya nilai jual fantastis.
Menurut Ary, nilai tanah di daerah itu bisa mencapai Rp 10 - 15 juta per meter perseginya.
Bila luas tanah yang diklaim Sudarni miliknya seluas 400 meter persegi, maka toko dan rumah dia bisa mencapai Rp 6 miliar.
Ganti Rugi
Kuasa hukum ahli waris dalam sengketa tanah Mangkubumen Solo, Bambang Ary Wibowo, mengungkapkan sejumlah kejanggalan munculnya Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 3 milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.
Belum diterimanya ganti rugi menjadi satu diantara banyak kejanggalan tersebut.
Ganti rugi itu didasarkan pada Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 593.82/1957/SJ tertanggal 26 Mei 1980 yang ditujukan ke Gubernur Jawa Tengah.
Surat tersebut berkaitan tentang pengurusan tanah Sunan Ground atau Domein Kraton Surakarta (DKS).
"Bersandar Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur Jawa Tengah bahwa tanah-tanah eks swa praja bisa diajukan permohonan untuk dimiliki, sepanjang semua persyaratan itu dipenuhi," terang Bambang, Sabtu (7/3/2020).
Persyaratan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Konversi Hak-Hak Barat.
Oleh karenanya, Akta Hak Milik Nomer 29 yang dimiliki ahli waris lahan R Ariyo Rahindra Widiastomo masuk dalam tanah berdasar hak barat.
"Dimana di situ dijelaskan dengan tegas pada pasal 5, diproritaskan kepada rakyat yang menduduki setelah mendudukinya berturut turut, minimal 20 tahun berturut-turut," tutur Bambang.
"Dengan persyaratan yang menyangkut kepentingan bekas pemegang hak tanah pada Keputusan Presiden tersebut juga diatur tentang pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah konversi," imbuhnya membeberkan.
Bambang mengklaim Ariyo selaku ahli waris belum mendapat ganti rugi atas lahan itu.
"Sampai hari ini klien kami belum pernah mendapatkan ganti rugi, kok tahu-tahu muncul alas hak SHP Nomor 3," kata dia.
"Itu kemudian kita telusuri, alas haknya tidak ada, hanya dicantumkan jawaban gugatan kepada kami pokoknya dikuasai negera, itu tidak bisa dengan kata pokoknya harus ada urut-urutannya," tambahnya.
Bambang juga menyebutkan ada kerancuan saat proses ukur ulang lahan yang akan dieksekusi Pemprov Jawa Tengah.
"Aneh lagi ketika pengajuan SHP pasti ada ukur ulang," ucap dia.
"Kenapa saat ukur ulang dan sudah tahu ada 400 meter persegi lahan bermaslaah tidak diselesaikan terlebih dulu," tandasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Toko Kelontong di Depan Mal Paragon Solo ini Bernilai Rp 6 Miliar, Penghuni Terancam Diusir Paksa