Berita Kudus
Ketua DPRD Kudus Geram Truk Angkut Limbah Rumah Sakit dan Mal, Targetnya Melayani Masyarakat
DPRD Kabupaten Kudus melarang armada truk sampah mengangkut limbah yang berasal dari mal dan rumah sakit.
Penulis: raka f pujangga | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - DPRD Kabupaten Kudus melarang armada truk sampah mengangkut limbah yang berasal dari mal dan rumah sakit.
Ketua DPRD Kabupaten Kudus, Masan menjelaskan, pelarangan itu dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
Sehingga 21 unit dump truk dan enam unit amrol truk bisa dimaksimalkan untuk mengangkut sampah dari desa-desa.
• Janda Sebatangkara Meninggal di Kamar Mandi, Sempat Digigit Biawak, Baru Dapat Arisan PKK 600 Ribu
• Toko Kelontong Senilai Rp 6 Miliar di Depan Mal Paragon Solo Terancam Digusur
• BREAKINGNEWS: Mayat Tanpa Identitas Ditemukan di Pinggir Jalan Tol Muktiharjo Semarang
• Rudy Katakan pada Kader, Purnomo-Teguh Pasti Menang Tapi Nyambut Gawe, Ini Tanggapan Gibran
"Jadi armada itu bisa mengangkut dari desa-desa ke TPA (tempat pembuangan akhir)."
"Sampah dari rumah sakit dan mal itu biar mereka yang menyediakan armadanya, pemerintah memfasilitasi TPA-nya," jelas dia, di sela-sela meninjau TPA Tanjungrejo, Kabupaten Kudus, Senin (9/3/2020).
Menurutnya, sistem pengangkutan sampah saat ini tidak efisien sehingga masih banyak masyarakat pedesaan yang sampahnya tidak terangkut.
Masan menilai, Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (DPKLH) Kabupaten Kudus seharusnya mengutamakan sampah yang terangkut dari desa.
Sejumlah perusahaan, di antaranya Pura Group dan Polytron sudah memiliki angkutan limbahnya sendiri sehingga meringankan beban petugas kebersihan.

"Yang terpenting itu dari TPS (tempat pembuangan sampah) yang ada di desa-desa, bisa terangkut ke TPA," ujar dia.
Dalam Ranperda tentang perubahan atas Perda nomor 12 tahun 2010 tentang retribusi pelayanan persampahan yang tengah digodok ini rencananya akan melakukan penghapusan retribusi dari TPS ke TPA.
Menurutnya, sangat menyulitkan jika pihak desa harus membayar retribusi sekitar Rp 300 ribu.
Dia berharap, retribusi sampah itu tidak mengedepankan target pendapatan daerah sehingga hasilnya masyarakat dapat memperoleh pelayanan yang maksimal.
"Bicara sampah jangan ditargetkan pendapatan, yang penting itu utamakan pelayanan," jelasnya.
Pasalnya, setiap tahun telah dianggarkan untuk membayar sopir truk sampah termasuk perawatan kendaraan.
Sehingga, kata dia, tanpa ada retribusi pun sebenarnya petugas pengelolaan sampah sudah harus siap untuk menanganinya.