Berita Sulawesi
2 Anggota Mujahidin Indonesia Timur Menyerahkan Diri Karena Alasan Ini
Dua warga Poso yang bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur ( MIT) pimpinan Ali Kalora, akhirnya menyerahkan diri.
TRIBUNJATENG.COM - Dua warga Poso yang bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur ( MIT) pimpinan Ali Kalora, akhirnya menyerahkan diri.
Dua warga berinisial FN dan UD menyerahkan diri ke polisi, lantaran tidak tahan menjadi orang yang selalu dicari dan diburu. Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Polisi Syafril Nursal mengatakan FN dan UD dalam kelompok MIT ini berperan sebagai penghubung.
"Tugas mereka ini adalah mengantar orang-orang yang akan bergabung dengan kelompok MIT di atas gunung.
Selain sebagai penghubung mereka juga merekrut orang-orang yang mau bergabung dengan kelompok MIT," kata Syafril, Jumat (20/3/2020).
• 12 Tipe Cowok Idaman Menurut Zodiak, Dari Aries Jago Masak hingga Sagitarius Tipe Paling Setia
• Komunitas Sahabat Difabel Beri Beragam Pelatihan
• FOTO-FOTO: Mobil Xenia Terjebak Tanah Amblas, Penumpang Kaget Kejadian Dalam Gelap Gulita
Kedua warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) itu usianya rata-rata di bawah 20 tahun.
Saat ini jumlah DPO dari kelompok MIT yang ada di atas gunung jumlahnya mencapai belasan orang saja.
"Saya mengimbau kepada seluruh DPO Kelompok MIT segera turun gunung dan menyerahkan diri," ujarnya.
Pengamat terorisme dan politik dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Al Chaidar menyatakan, pasca-tewasnya Santoso, maka kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) telah tutup buku.
Pasalnya, tidak ada generasi berikutnya yang memiliki kemampuan berpidato, mempengaruhi dan memiliki jaringan sehebat Santoso di kelompok tersebut.
“Pasca-syahidnya Santoso, kemungkinan kelompok MIT akan berakhir. Tidak ada profil pelanjut yang mumpuni. Basri dan Ali Takora tidak akan mampu memimpin kelompok ini karena tidak punya kharisma sekuat Santoso,” jelas Al Chaidar kepada Kompas.com, Kamis (21/7/2016).
Dia menjelaskan, Santoso juga memiliki koneksi langsung dengan Abu Sayyaf dan Muslim Uighur dan punya hubungan dengan ISIS di Suriah.
Kemampuan itu tidak dimiliki pengikutnya yang berhasil melarikan diri dari kepunguan polisi dan TNI.
Namun, kemampuan taktis pengikut Santoso patut diwaspadai. Misalnya, sambung Al Chaidar, Ali Takora dan Basri hebat dalam gerilya kota.
“Basri dan Ali tidak punya kemampuan seperti Santoso dalam hal survival,” terangnya.
Dia menyebutkan, Basri tidak memiliki rasa percaya diri untuk memimpin kelompok itu. Sedangkan Ali Takora, menurut Al Chaidar, tidak memiliki kemampuan berdakwah pasih seperti Santoso.
“Maka, pasca-syahidnya Santoso, kelompok ini akan berakhir juga,” pungkasnya. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan Santoso ditembak mati di kawasan pegunungan di Ambon. (*)