Ngopi Pagi
FOKUS : Lodeh Lodoh
Lodeh bukan semata sayur. Bukan sebatas sajian hasrat lapar saja. Lodeh sarat makna, pun tak sedikit cerita. Lodeh konon dipercaya bisa menolak musiba
Penulis: sujarwo | Editor: Catur waskito Edy
Oleh Sujarwo
Wartawan Tribun Jateng
Lodeh bukan semata sayur. Bukan sebatas sajian hasrat lapar saja. Lodeh sarat makna, pun tak sedikit cerita. Lodeh konon dipercaya bisa menolak musibah.
Lodeh menjadi salah satu makanan yang muncul kala pageblug.
Pada acara slametan saat pageblug, sayur lodeh dihidangkan. Sayur bersantan ini terdiri 12 macam, yakni labu kuning, kacang panjang, terong, kluwih, daun so, kulit mlinjo, labu siam, pepaya muda, nangka muda, kobis, sayur bayung dan kecambah kedelai.
Ada yang mengartikan, 12 itu dapat dijumlah sebagai 1+2 menghasilkan angka 3. Angka ini dalam filosofi Jawa berarti upaya meraih kehidupan masyarakat yang dilindungi oleh Tuhan yang Maha Kuasa.
Sementara, komponen pokok sayur lodeh yaitu labu kuning yang dalam bahasa Jawa disebut waluh memiliki arti wal (lepas) dan luh (air mata).
Maksudnya membebaskan manusia dari tetes air mata, peluh atau penderitaan.
Santan sayur kelapa hijau biasa digunakan oleh masyarakat tradisional untuk penawar racun. Santan dalam sayur ini juga menjadi simbol penawar racun duniawi.
Karena kemewahan dunia justru bisa menjadi racun
Pada 2005 Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan kepada nelayan di pesisir Kulon Progo untuk memasak lodeh dan mengenal tanda-tanda alam.
Saat itu, badai besar yang melanda pesisir Australia bergerak ke arah pulau Jawa.
Konon, pada masa pagebluk (masa sulit), Sultan juga mengajak rakyat untuk memasak 12 jenis sayur alias sayur lodeh.
Tradisi anjuran masak lodeh saat pageblug, kabarnya datang dari Raja Jogja sebelumnya, Sultan HB IX yang dahulu meminta warganya memasak sayur ini saat menghadapi wabah penyakit.
Maklum saja jika di tengah pandemi virus corona, lodeh ramai dibicarakan di media sosial. Di Twitter, misalnya, ramai tentang anjuran memasak sayur lodeh sebagai penolak wabah.
Sejarawan kuliner Fadly Rahman ikut meramaikannya. Menurut dia, peran lodeh sebagai penolak bala tak sepenuhnya benar, Dalam tradisi pageblug, ujarnya, lodeh hanya sekadar daya pikat tambahan saja.
Di luar itu, Bung Karno punya cerita tersendiri soal lodeh. Pada 1952, Soekarno beserta rombongan singgah di Salatiga dalam perjalanan ke Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Saat beristirahat dan makan siang di rumah wali kota Salatiga, Bung Karno begitu lahap makan sayur lodeh.
Bung Karno lantas mencari tahu siapa yang memasaknya. Diketahui kemudian, Sri Surhartini. Singkat cerita Bung Karno jatuh hati.
Kisah asmara antara presiden pertama RI dan Sri Suhartini berawal dari sayur lodeh ini dituturkan Hartini dalam buku Srihana-Srihani Biografi Hartini Sukarno.
Cerita lain, sayur lodeh muncul sebagai bukti kreativitas masyarakat di tengah serangan militer VOC. Dengan memanfaatkan sayuran yang ada, mereka memasak sayur lodeh sebagai makanan untuk bertahan hidup.
Terlepas semua itu, heboh lodeh kekinian boleh jadi sebagai harapan virus ganas corona segera berlalu. Asa segera ditemukan obatnya, atau soluisi dalam menaklukkan corona.
Ibarat buah, diharapkan virus corona segera menjadi lodoh, lunak karena busuk. Tak lagi ganas, bahkan akhirnya punah. (*)