Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Virus Corona Jateng

Pandemi Virus Corona Bisa Jadi Faktor Terjadinya KDRT? Ini Kata LRC-KJHAM

Pandemi Covid-19 atau virus Corona menyasar semua aspek kehidupan. Tidak hanya soal kesehatan saja,

Penulis: Ines Ferdiana Puspitari | Editor: muh radlis
IST
Ilustrasi KDRT 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pandemi Covid-19 atau virus Corona menyasar semua aspek kehidupan.

Tidak hanya soal kesehatan saja, tetapi juga memberikan pengaruh yang cukup besar pada aspek kenegaraan, sampai aspek personal seperti kondisi psikis.

Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menggelar diskusi online bertajuk pengaruh stay at home terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Doa Quraish Shihab untuk Glenn Fredly Bikin Najwa Shihab Menangis Sesenggukan

Warganya Tolak Pemakaman Perawat Korban Corona, Pak RT di Ungaran Ini Menangis: Saya Minta Maaf

Tangisan Lepas Glenn Fredly, Mutia Ayu : “Please, Jangan Tinggalin Aku, Aura Kasih Tak Mampu Bicara

Aksi Nekat Sopir Truk Evakuasi Mandiri di Tanjakan Silayur Semarang, Warga: Gila Tuh!

“Memang ada perubahan yang cukup signifikan pada diri setiap manusia dalam menjalani masa karantina ini.

Tidak semua bisa menjalani masa stay at home dengan nyaman karena terdampak masalah ekonominya.

Padahal faktor utama terjadinya KDRT adalah ekonomi dan masih kentalnya budaya patriarkis di kalangan masyarakat,” ucap Umi Hanik, sebagai pembicara.

Imbauan pemerintah dan WHO untuk stay home atau tinggal di rumah cukup menguntungkan bagi beberapa orang.

Namun untuk sekelompok orang, hal itu bisa jadi petaka dan menimbulkan krisis baru.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per 7 April, sektor formal yang merumahkan dan melakukan PHK sebanyak 39.977 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.010.579 orang.

“Ditambah budaya patriarkis yang masih sangat kental, sehingga seluruh pekerjaan rumah dianggap menjadi tanggung jawab perempuan sebagai istri.

Sedangkan suami cenderung tidak mau tahu atau cuek.

Situasi karantina ini juga menyebabkan tingkat stres tinggi dan kebanyakan dilampiaskan ke pasangan atau anak,” lanjutnya.

Menurutnya hal ini yang kemudian akan menimbulkan masalah KDRT yang lebih banyak.

Meski belum terlihat dari laporan kasus yang masuk, tetapi ia bersama penggiat perlindungan terhadap korban kekerasan khawatir para korban tidak bisa melapor karena terbatasnya akses ke luar rumah dan akhirnya terjebak di ruang yang sama dengan pelaku kekerasan.

“Padahal pengalaman saya menangani kasus, biasanya datang melapor kondisi sudah sangat memperhatinkan.

Misal, sudah berlumuran darah akibat dipukuli, dibanting, dicambuk dengan ikat pinggang, dipukul menggunakan kursi dll.

Kondisi pelaku biasanya stress tidak punya pekerjaan sedang kebutuhan rumah tangga naik.

Istri meminta uang dibilang menghambur-hamburkan uang.

Maka suami tidak terima, marah-marah dan terjadilah KDRT.

Apalagi banyak sekali pasangan, terutama orang desa, yang menganggap KDRT adalah aib. 

Maka sebisa mungkin tidak diceritakan ke orang lain, apalagi melapor ke polisi,” jelasnya.

Yang menjadi kekhawatiran adalah, seiring dengan meningkatnya kekerasan, kemampuan para korban KDRT untuk mengakses bantuan dan juga ketersediaan bantuan justru akan berkurang di masa pandemi Covid-19 ini.

Situasi stay at home membuat orang yang ingin keluar rumah dihantui kepanikan.

Padahal, layanan yang disediakan pemerintah hanya pukul 08.00-11.00 WIB.

“Karena itulah dibutuhkan bantuan dari seluruh masyarakat.

Ingat, KDRT bukanlah permasalahan pribadi antar relasi.

Namun,  KDRT adalah permasalahan sosial.

Masing-masing manusia punya tanggung jawab untuk melakukan pencegahan.

Dalam UU PKDRT, jika ada yang membiarkan perempuan menjadi korban / KDRT berlangsung, orang tersebut juga berhak untuk diberi sanksi karena telah melakukan pembiaran kekerasan.

Jangan hanya karena pandemi Covid-19 manusia menjadi hilang rasa kemanusiaannya,” tuturnya.

Seorang peserta diskusi, Sinta Fadhila juga mengatakan kasus KDRT memang biasanya lekat dengan masalah keuangan.

Situasi stay at home ini sangat berdampak pada ekonomi kelompok orang dengan penghasilan harian, seperti tukang bangunan atau pun penjual keliling.

Tidak bekerja hari itu berarti tidak ada penghasilan yang masuk.

Jika hal ini terus terjadi kemungkinan kasus KDRT akan bertambah.

“Untuk tindakan preventif mungkin kita bisa melakukan semacam sosialisasi secara online.

Mungkin dari poster-poster atau sosialisasi yang kita buat bisa tuh sedikit mengetuk pikiran masyarakat untuk tidak melakukan KDRT khususnya suami kepada isrti.

Sebagai generasi yang melek informasi dan teknologi senantiasa memberikan edukasi ke teman, keluarga, dll tentang relasi yang setara,” ujarnya.(ifp)

Dampak Virus Corona di Karanganyar, 4 Karyawan di-PHK dan 1.441 Orang Dirumahkan

Polisi & TNI Bagikan Sembako Serentak di 1126 Lokasi Wilayah Jateng untuk Warga Kurang Mampu

4 Warga Cilacap Dinyatakan Positif Virus Corona, Kadinkes: 3 di Antaranya Terpapar Klaster Lembang

Lawan Virus Corona, Pramuka Kwartir Cabang Banyumas Bagikan 800 Masker ke Pengguna Jalan

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved