Konflik Timur Tengah
Heboh Militan Suriah Menyerah Mengaku Didanai dan Dilatih AS, Kini Ingin Hidup Normal
Sekelompok militan bersenjata di Suriah menyerahkan diri pada militer Suriah. Kelompok militan ini mengaku didanai dan dilatih militer Amerika Serikat
TRIBUNJATENG.COM, BEIRUT – Sekelompok militan bersenjata di Suriah menyerahkan diri pada militer Suriah. Kelompok militan ini mengaku didanai dan dilatih militer AS.
Lokasinya tak jauh dari wilayah yang diduduki pasukan AS dibantu kelompok Kurdistan.
Kabar ini diberitakan Sputniknews dan Al Masdar News, Rabu (15/4/2020) malam waktu setempat.
Klaim dan penjelasan tentang penyerahan diri militan Suriah ini disampaikan Kepala Pusat Rekonsiliasi Suriah Kementerian Pertahanan Rusia, Laksamana Muda Oleg Zhuravlev di Moskow.
• Update Corona 16 April 2020 di Jateng, Jabar, DIY dan Jatim hingga Tingkat Kabupaten / Kota
• Update Corona 16 April di Dunia: Tembus Angka 2 Juta Pasien Covid-19, 134.616 Meninggal
• Dana Desa Bisa Untuk BLT Perbulan Rp 600 Ribu, Ini Syarat dan Cara Mendapatkan
Kepada pasukan Suriah yang menerimanya, para pemberontak dan teroris itu mengaku para instruktur AS telah mempersiapkan mereka untuk aksi teroris dan sabotase di fasilitas minyak, gas dan transportasi.
Jumlah yang menyerahkan diri 27 gerilyawan, dan mereka berkeinginan kembali ke tengah masyarakat hidup normal.
Pelatihan mereka digelar di pangkalan militer AS dekat Kamp Rukban. Militer AS menduduki wilayah utara Suriah yang kaya minyak.
Kontrol dilakukan dari pangkalan Al Tanf. Kaburnya kelompok militant itu dari pengawasan militer dan intelijen AS terjadi 13 hingga 14 April.
Ketika mereka meninggalkan area tugasnya, di perbatasan zona keamanan sepanjang 55 kilometer, mereka diserang kelompok radikal Jaysh Maghawir al-Thawra (Tentara Revolusi Komand") yang didukung AS.
Instruktur AS juga memberi mereka senjata dan kendaraan operasional. "Akibat bentrokan itu, para militan yang menerobos kehilangan tiga pickup, 27 orang melarikan diri,” kata Zhuravlev.
“Mereka saat ini berada di bawah perlindungan pasukan pemerintah Suriah di Palmyra. Mereka menyerahkan puluhan senjata ringan, peluncur granat dan senapan mesin berat, termasuk buatan barat,” lanjut Zhuravlev.
"Menurut kesaksian para anggota kelompok bersenjata ilegal yang menyerah kepada pemerintah, Amerika memberi mereka kendaraan pickup dan senjata,” imbuhnya.
“Instruktur AS melatih mereka untuk melakukan sabotase pada minyak dan gas dan infrastruktur transportasi, serta mengorganisir teroris tindakan di wilayah yang dikendalikan oleh pasukan pemerintah Suriah,” jelas Zhuravlev.
Konflik bersenjata antara pemerintah Suriah dan kelompok-kelompok oposisi, termasuk teroris, dimulai pada 2011.
Pada 2016, pasukan teroris secara signifikan mulai dikalahkan atas bantuan Rusia dan Iran. Meski demikian, teroris dan pemberontak kini berkubu di Provinsi Idlib, Suriah barat laut.