Berita Regional
Asosiasi Petani Tebu Koreksi Usulan Kenaikan HPP dan HET Gula
Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan evaluasi harga pokok petani (HPP) 2020 ini untuk komoditas gula.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan evaluasi harga pokok petani (HPP) 2020 ini untuk komoditas gula.
Sempat mengusulkan perubahan HPP gula menjadi Rp 12.000 perlilogram. Namun, usulan itu direvisi menjadi Rp 14.000 perkilogram.
DPN APTRI telah menerima masukan dari petani tebu dan melakukan perhitungan besaran HPP berdasarkan biaya pokok produksi.
• Program Ini Talkshow Host Sule, Andre Taulany, dan Raffi Ahmad Pamit, Ini Penjelasan Net TV
• Viral Akun Reemar Martin Artis Tik Tok Filipina Diserang Netizen +62, Sempat Hilang Di-Report
• Dewi Sandra Ungkap Alasan Bungkam Soal Kematian Glenn Fredly Mantan Suaminya
• Jika Meninggalnya Tak Wajar, Ada Suara Berisik dari Peti Jenazah, tapi Tidak untuk Korban Corona
"Usulan kami mengenai HPP gula tani 2020 karena ada penyesuaian kenaikan biaya produksi.
Selain itu, karena kenaikan berbagai komoditas akibat dampak Covid-19," kata Sekjen APTRI, M Nur Khabsyin, kepada Tribunjateng.com, Minggu (26/4/2020).
Pria yang juga anggota DPRD Jawa Tengah itu menuturkan saat ini harga pasaran gula pada level Rp 18.000-19.000 perkilogram.
Ia menjelaskan perhitungan HPP sebesar Rp 14.000 perkilogram dengan asumsi pada musim giling 2020 ini, diperkirakan petani tebu mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 12.772 perkilogram.
Dari biaya modal itu, ditambah keuntungan petani 10 persen yakni Rp 1.277.
Sehingga HPP yang bisa diambil Rp 14.049 dibulatkan menjadi Rp 14.000 perkilogram.
Musim giling 2020 direncanakan mulai April untuk Wilayah Sumatera.
Sedangkan di Pulau Jawa akan dilaksanakan mulai Mei 2020.
"Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengharapkan segera ada kepastian mengenai HPP dengan mempertimbangkan biaya pokok produksi.
Sehingga, ada jaminan keuntungan yang diberikan kepada petani dalam budidaya menanam tebu selama satu tahun," ucapnya.
Disamping usulan HPP gula tani, politikus PKB itu juga mengusulkan untuk harga eceran tertinggi (HET) gula.
Yakni bisa disesuaikan di kisaran Rp 16.000 perkilogram.
Ada selisih angka Rp 2.000 perkilogram dengan HPP. Ini untuk biaya distribusi dan margin bagi pedagang sampe ke pengecer.
"Saya kira usulan HET itu masih jauh di bawah rata-rata HET saat ini yang mencapai Rp 18.000 perkilogram.
APTRI minta HPP gula tani dan HET agar ditetapkan paling lambat akhir April 2020.
Karna akhir Mei sudah mulai panen tebu di Jawa," tandasnya.
Ketika ditanya terkait importasi gula, Khabsyin menuturkan ketika impor sudah dilakukan dengan alasan kelangkaan, justru terjadi lonjakan harga kisaran Rp 18.000 perkilogram.
"Saat ini harga gula di pasar masih tinggi.
Hal ini tentu memberatkan masyarakat.
Padahal impor sudah dilakukan," ujarnya.
Dengan kondisi itu, APTRI pun mempertanyakan dengan adanya gula impor sebanyak, namun masih langka dan harganya terus melonjak.
"Para importir harus bertanggung jawab itu," tegas pria asal Kudus itu.
Berdasarkan data di APTRI, ada sebanyak 270 ribu ton izin impor hingga akhir 2019.
Kemudian, pada 2020 ada sebanyak 438 ribu ton dan ada tambahan 550 ribu ton.
Selain itu, tambahan pasokan 150 ribu ton gula kristal putih untuk Bulog, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan produsen gula PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Jumlah itu, kata dia, belum lagi adanya pengalihan 250 ribu ton gula rafinasi ke gula kristal putih.(mam)
• Latpra Operasi Ketupat Candi di Tegal, Polisi Siapkan Beberapa Chek Poin Cegah Penyebaran Corona
• Gubernur Ganjar ke Mahasiswa UKSW Salatiga: Terima Kasih karena Tidak Pulang ke Daerah Masing-masing
• Bank Indonesia Sumbang 60 Baju Hazmat yang Bisa Dicuci hingga 10 Kali ke Pemkab Tegal
• UPDATE Virus Corona di Kota Semarang, Sudah 61 Pasien Dinyatakan Sembuh