Wabah Virus Corona
Fenomena Munculnya Manusia Pembawa Karung di Jalan Protokol Kota Semarang, Ini Kata Pengamat Sosial
Akhir-akhir ini di seputaran jalan protokol Semarang telah berunculan manusia-manusia pembawa karung.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Akhir-akhir ini di seputaran jalan protokol Semarang telah berunculan manusia-manusia pembawa karung.
Kini pun menjadi fenomena baru di kota-kota besar, termasuk Kota Semarang.
Di jalan-jalan protokol Kota Semarang, mereka hanya berbekal karung ini terduduk di sepanjang trotoar.
Di antara mereka ada yang menenteng karung dan ada pula yang hanya meletakkan karung di dekat tempat ia berada.
Seolah sudah memahami maksud dari pembawa karung itu,
beberapa kendaraan yang melintas lantas menghampiri untuk memberikan sekadar makanan bahkan uang.
Melihat fenomena ini, Pengamat Sosial Unika Soegijopranata Semarang, Drs Hermawan Pancasiwi BA MSi mengatakan, keberadaan Penyandang Kesejahteraan Sosial Masyarakat (PMKS) ini tergolong sebagai pengemis.
Hal itu lantaran kata Hermawan, pembawa karung tersebut sengaja memberi tanda atau simbol kepada orang yang dituju.
Simbol tersebut telah menjadi kesepakatan di antara mereka dan telah dipahami masyarakat sebagai sesuatu yang mengundang belas kasihan.
"Mereka termasuk pengemis meskipun tidak menengadahkan tangannya.
Ini yang disebut teori semiotika, ada penanda dan ada yang ditandakan.
Lalu orang tahu bahwa orang itu sedang menandakan sesuatu.
Tanda yang diberikan tidak hanya karung, tetapi bisa apa saja bergantung dari kesepakatan mereka," paparnya kepada tribunjateng.com, Kamis (14/5/2020).
Kendati begitu, kata Hermawan, para pengemis dengan modus manusia pembawa karung ini biasanya enggan untuk disebut sebagai pengemis.
Hal itu lantaran kata dia, (sebagai contoh di tengah wabah Covid-19 ini), banyak orang terjepit dari sisi ekonomi.
Tidak mengherankan jika para pembawa karung tersebut terpaksa mencari uang dengan cara tersebut lantaran tidak memiliki pilihan lain.
"Itu orang-orang yang kemungkinan dalam keadaan normal memiliki pekerjaan.
Begitu ada pandemi ini mereka di-PHK atau dirumahkan, mereka tidak mampu membayar kos atau lainnya lalu mereka di pinggir jalan meminta-meminta.
Keadaan semacam ini membuat kelompok masyarakat tertentu khususnya mereka yang bekerja harian benar-benar terpojok dan terjepit.
Mereka melakukan apa saja agar bertahan hidup dan kita tidak tahu sampai kapan," terangnya.
Lantas Hermawan menduga, para pembawa karung itu adalah orang-orang yang sudah beberapa lama tinggal di Kota Semarang.
Orang-orang tersebut bisa jadi merupakan warga boro atau bahkan warga asli Semarang yang mengalami dampak kuat dari pandemi virus corona.
"Kalau ditanya apakah mereka orang Semarang? Paling tidak mereka adalah orang-orang yang bekerja di Semarang, entah itu warga asli Semarang atau boro tetapi mereka ada di Kota Semarang.
Tapi bisa jadi itu kebanyakan orang Semarang sendiri karena di kota yang terdampak sangat kuat.
Kalau di desa-desa, ada tetangga yang kekurangan maka tetangga yang lain akan membantu.
Lain halnya di kota.
Biasanya kalau di Kota ada seperti itu, kalau ada isolasi mandiri warga lain mulai membantu.
Tetapi saya kurang yakin apakah itu akan berlangsung terus menerus, karena yang membantu itu pun bisa jadi kesulitan.
Tetapi kalau untuk desa tidak, di desa continue," jelasnya. (idy)
• Kisah Perjalanan Dua Oknum Polisi Divonis Hukuman Mati Pengadilan Negeri Depok karena Narkoba
• Hubungan Cinta Terlarang Duda Kesepian dengan Siswi SMP Berakhir di Penjara
• Awal Petaka Kelakuan 3 Penjahat Kelamin Bikin Siswi SMP Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Bocah
• Penunggak BPJS Bisa Kena Denda 5 Persen, Wali Kota Solo Minta Jokowi Tinjau Kembali Perpres 64/2020