Berita Video
Video Kisah Ibnu Masngud Mantan Pendeta Jadi Mualaf dan Nyantri
Ibnu Masngud (55) rela meninggalkan harta dan keluarganya di Mojokerto. Tentu tanpa alasan ia meninggalkan hal dunia dan memilih pindah ke kebumen
Penulis: khoirul muzaki | Editor: abduh imanulhaq
Seluruh harta dan fasilitas mewah yang dia miliki dia tinggalkan untuk keluarga.
Seketika Masngud tak memiliki apa-apa, kecuali iman yang menancap kuat di dadanya.
Ia meninggalkan jauh kotanya, lalu hijrah ke Kebumen Jawa Tengah mengikuti pembimbingnya, Kyai Asyhari Muhammad Al Hasani atau Gus Hari.
Tiada bekal yang dibawanya, kecuali baju yang melekat di badan.
"Dia tinggalkan semua, harta, keluarga,"katanya
Masngud harus memulai semuanya dari nol kembali. Tapi ia sudah tidak berambisi mengejar duniawi.
Ia hanya ingin mendalami ilmu agama dan mengabdi pada Ilahi. Masngud tak malu belajar Islam bersama para santri yang usianya jauh lebih muda.
Di luar itu, ia memilih mengisi hari-harinya dengan membersihkan makam di lingkungan pesantren.
Sapu lidi jadi pegangannya setiap hari untuk menyingkirkan sampah dari tanah makam.
Tetapi ia bersyukur dengan rutinitasnya itu. Dengan begitu, ia bisa terus mengingat kematian untuk meneguhkan iman.
"Dia sudah istikamah di pesantren, bersih-bersih masjid dan makam," katanya.
Tak dipungkiri masih ada ruang hampa dalam kehidupannya. Sebab ia tidak lagi punya keluarga. Jika sepi melanda, hatinya akan merana.
Ingatannya akan kembali pada keluarga yang pernah bersama.
Tapi sedih itu perlahan terobati. Seorang gadis desa, Sariasih (30), berhasil mencuri hatinya.
Perjalanan cinta mereka amat sederhana, tak serumit dalam drama.