Wabah Virus Corona
Apakah Virus Corona Bisa Ditularkan Lewat Nyamuk? Ini Penjelasan WHO
sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan virus corona baru dapat ditularkan nyamuk. Virus corona baru adalah
Penulis: Puspita Dewi | Editor: abduh imanulhaq
Apakah Virus Corona Bisa Ditularkan Lewat Nyamuk? Ini Penjelasan WHO
TRIBUNJATENG.COM-Dari berbagai pertanyaan yang terangkum dalam laman www.covid-19.go.id, banyak masyarakat yang menanyakan kemungkinan nyamuk sebagai perantara corona.
"Apakah virus corona bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk?" demikian adalah top question dalam laman tersebut.
Dilansir dari WHO, sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan virus corona baru dapat ditularkan nyamuk.
Virus corona baru adalah virus pernapasan yang menyebar terutama melalui percikan batuk atau napas orang yang sudah terinfeksi.
"Untuk melindungi diri Anda, sering-seringlah mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau bila tidak tersedia, dengan cairan pembersih berbahan alkohol (minimal 60%).
Selain itu, hindari kontak dekat dengan siapa pun yang batuk dan bersin," demikian adalah himbauan dari WHO.
• Viral Video Bocah Perempuan di Bima Ditemukan Tewas Tergantung di Jemuran
• Terlihat Santai Tanggapi Gosip Laurens, Ternyata Ini Respon Pihak Syahrini, Tempuh Jalur Hukum?
• CDC Rilis 6 Gejala Baru Virus Corona, Badan Gemetar hingga Nyeri Otot
• Tragis, Devi Tewas Diterkam Buaya Ompong saat Mandi, Tak Ada Bekas Luka di Tubuh Gadis Muda Itu
Pertanyaan selanjutnya yang banyak ditanyakan adalah, sampai kapan social distancing dilakukan?
Perlu diketahui, berbagai perusahaan dan negara kini tengah berlomba-lomba mengembangkan obat dan vaksin untuk virus corona.
Puluhan vaksin potensial sedang dirancang di laboratorium di seluruh dunia. Vaksin-vaksin tersebut diharapkan dapat memulai proses uji coba selama beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, WHO mengingatkan butuh waktu lama untuk vaksin tersedia untuk keperluan publik. Para ilmuwan mengatakan uji klinis dan keamanan membutuhkan waktu sedikitnya 18 bulan.
“Waktu pengembangan kandidat virus ini banyak dihabiskan untuk mempelajari bagaimana cara mengembangkan vaksin untuk virus corona yang lain,” tutur Richard Hatchett, CEO dari Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (Cepi) yang berbasis di Oslo, Norwegia.
Sementara itu, dilansir dari kompas.com, tanpa vaksin dan obat, sebuah studi dari Harvard University mengabarkan social distancing diperlukan hingga tahun 2022.
Studi yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah mengatakan bahwa penerapan social distancing yang berselang-seling kemungkinan dibutuhkan sampai kira-kira tahun 2022 mendatang jika tidak ada vaksin atau obat farmasi yang mampu menyembuhkan virus corona.
Penelitian itu mengungkapkan bahwa total kejadian infeksi akibat Covid-19 selama lima tahun ke depan akan sangat bergantung pada sirkulasi teratur setelah gelombang pandemi di awal.
Pada akhirnya, tergantung pada durasi kekebalan yang diberikan oleh infeksi Sars-Cov-2 itu.
Para peneliti mempelajari virus corona lain yang berkaitan dengan virus corona jenis baru (saat ini) yang menyebabkan Covid-19 mensimulasikan sejumlah hasil potensial untuk pandemi saat ini.
Mereka berpendapat menerapkan langkah-langkah jarak sosial yang dilakukan hanya satu kali dapat mengakibatkan "epidemi puncak tunggal berkepanjangan" yang melelahkan sistem perawatan kesehatan.
"Jarak yang terputus-putus (berselang-seling) mungkin diperlukan hingga tahun 2022 kecuali jika kapasitas perawatan kritis meningkat secara substansial atau pengobatan atau vaksin (telah) tersedia," begitu ungkap para peneliti dalam studi tersebut.
Menurut penelitian dari studi tersebut, simulasi transmisi (penularan) ditemukan pada:
Semua skenario model, SARS-CoV-2 mampu menghasilkan wabah besar terlepas dari waktu pembentukan.
Sama seperti pandemi influenza, banyak skenario menyebabkan SARS-CoV-2 memasuki sirkulasi jangka panjang bersama dengan virus beta corona manusia lainnya.
Variasi penularan musiman yang tinggi dapat menyebabkan insidensi (angka kasus) puncak yang lebih kecil selama gelombang pandemi awal, namun wabah musim dingin dapat menyebabkan pengulangan insidensi yang lebih besar.
Kekebalan jangka panjang secara konsisten menyebabkan eliminasi efektif SARS-CoV-2 dan insiden infeksi keseluruhan yang lebih rendah.
Tingkat kekebalan silang yang rendah dari virus beta corona lain terhadap SARS-CoV-2 dapat membuat SARS-CoV-2 tampak mati, hanya untuk muncul kembali setelah beberapa tahun.
(*)