Forum Mahasiswa
OPINI Adib Baroya Al Fahmi : Pembungkaman Muruah Intelektualitas
Baru-baru ini, publik dikejutkan (lagi) oleh pelarangan diskusi dalam lingkup kampus. Diskusi yang bakal dihelat di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogya
Pembungkaman Muruah Intelektualitas
Oleh: Adib Baroya Al Fahmi
Mahasiswa IAIN Surakarta, bergiat di Komunitas Dianoia
Baru-baru ini, publik dikejutkan (lagi) oleh pelarangan diskusi dalam lingkup kampus. Diskusi yang bakal dihelat di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu sedianya membahas ihwal pemberhentian presiden dengan pembicara guru besar Hukum Tata Negara. Tetapi, polemik justru muncul saat sejumlah orang menganggap diskusi itu sebagai gerakan makar.
Ancaman dan kecaman berupa teror pun terlanjur menimpa panitia penghelat diskusi meski panitia sempat mengubah judul diskusi. Padahal, mereka yang terlibat dalam diskusi telah menyampaikan bahwa tema diskusi sesuai konteks mata kuliah yang diterima mahasiswa.
Ini berarti, masih banyak anggapan bahwa diskusi yang diselenggarakan di kampus-di kampus!-bisa mengganggu ketentraman nasional meski dalam koridor edukasi dan di kalangan akademisi. Bahkan, kekuasaan presiden sekalipun. Saya, selaku mahasiswa, miris atas ketidakbebasan berdiskusi di kampus ini.
Peristiwa yang sedang hangat tersebut, tentu menambah panjang catatan merah yang menghiasai kebebasan ilmiah. Padahal, kampus merupakan intitusi pendidikan-pengajaran yang secara nyata dan gamblang sangat dekat dengan permasalahan-permasalahan nasional maupun global. Dan kampus pun menjadi pelopor dalam pengembangan diskursus ilmu pengetahuan.
Di ruang-ruang kampus, lalu lintas keilmuan berjejalan dan berseliweran. Sehingga, sangat disayangkan apabila suatu kesempatan diskusi mendapat ancaman atau kecaman. Pembatasan ruang diskusi ini, menurut saya, telah mengesampingkan aspek kebebasan ilmiah dan mencoreng muruah intelektualitas.
Kehadiran kelompok-kelompok diskusi seperti inilah yang nantinya mampu menggenapi pembelajaran di kelas perkuliahan dan memantik rasa keingin-tahuan. Tanpa adanya diskusi, realitas permasalahan akan tetap dibiarkan dan pengkajian ilmu pengetahuan akanmandeg. Ilmu pengetahuan akan disitu-situ saja.
Secara mendasar, saban diskusi yang diselenggarakan di perguruan tinggi adalah demi menjawab fenomena yang sedang konfliktual sehingga diharapkan mampu membaca situasi-kondisi dari kacamata akademis. Bukan bermisi menggoreng masalah menjadi kian besar.
Sebut saja, tema-tema yang sedang muncul di permukaan, niscaya mendapat jatah diskusi bagi para mahasiswa dalam kuliah daring. Banyak organisasi mahasiswa lekas menyelenggarakan diskusi bertema kuliah daring berdasarkan peluang dan tantangan. Diskusi-diskusi semacam ini, menyongsong kebijakan pemerintah dalam mengambil langkah perkuliahan jarak jauh. Sehingga, diharap mampu menyadarkan mahasiswa, terlebih orang-orang yang berjalan di pendidikan secara universal, untuk tabah dan semangat dalam menghadapi dampak pandemi ini.
Sebermula, jatidiri mahasiswa sebagai ujung tombak perubahan, atau sering disebut 'panggilan muluk'-agen of change-digelorakan sebagai insan yang memiliki tanggung jawab akademis dan sosial. Pertemuan rutin untuk mengobrolkan buku atau masalah-masalah yang tak kunjung usai sudah tentu menjadi agenda mahasiswa. Kegiatan diskusi atau seminar ini adalah salah satu upaya menjawab fenomena demi fenomena dan memberikan sudut pandang argumentatif juga konklusi.
Pengelaman ancaman tatkala diskusi ini bukan saja terjadi pada mahaisiswaContitutional Law Society,saya pribadi pun juga mengalami tekanan problematis ini. Pada suatu sore-tentu sebelum pandemi ini datang menerjang-komunitas filsafat Dianoia menyelenggarakan diskusi egaliter bertajuk "Ahamadiyah Menurut Ahmadiyah" dengan mengundang langsung pendakwah dari aliran tersebut.
Ada beberapa pihak yang setuju dan tidak setuju. Namun, dari pihak yang tidak setuju atas penyelenggaraan diskusi ini, lekas menebar teror melalui nomor narahubung yang tercantum di pamflet. Bahkan, pamflet penolakan juga tersiar selama hari-hari sebelum pelaksanaan diskusi.
Kala itu, diskusi bertempat di kafetarian kampus IAIN Surakarta. Selama diskusi berlangsung, suasana wajah kawan-kawan anggota penyimak diskusi tampak tidak tenang. Karena ternyata, diskusi dijaga beberapa orang tak dikenal. Di sela-sela diskusi, salah seorang yang hadir bersama pendakwah Ahmadiyah tersebut memberikan coretan peringatan di atas secarik kertas bahwa diskusi sedang diawasi.