Ngopi Pagi
FOKUS : Jogo Tonggo, Bangkitkan Rasa Solidaritas Orang Indonesia
Dalam kondisi darurat, orang paling awal yang mampu membantu adalah orang terdekat. Ketika kasus terjadi di permukiman
Penulis: m nur huda | Editor: Catur waskito Edy
Oleh M Nur Huda
Wartawan Tribun Jateng
Dalam kondisi darurat, orang paling awal yang mampu membantu adalah orang terdekat. Ketika kasus terjadi di permukiman, maka orang yang paling awal mengetahui tentu adalah tetangga.
Tetanggalah orang yang paling mengetahui tentang kepribadian, kesehatan, finansial, hingga urusan rumah tangga.
Bahkan banyak guyonan masyarakat Jawa yang berkaitan dengan tetangga, semisal ‘Ora usah ngurusi lambene tonggo, ora usah meri sugihe tonggo, ora usah nyacat eleke tonggo’ (Tidak perlu pedulikan perkataan tetangga, tidak perlu iri kekayaan tetangga, tidak perlu mencela kejelekan tetangga).
Hal itu karena budaya guyub dan solidaritas antarsesama warga masyarakat di Indonesia sudah ada sejak nenek moyang. Budaya berbagi makanan dengan tetangga, bercengkerama, saling bekerjasama, merupakan budaya kita.
Di tengah wabah virus corona di Tanah Air, keberadaan tetangga memiliki peranan penting untuk saling menjaga, saling membantu satu sama lain.
Terlebih, hingga kini belum ada yang mengetahui, kapan wabah ini akan berakhir. Di sisi lain, ekonomi merupakan sektor paling terdampak, sehingga diperlukan sistem ketahanan pangan agar tetap survive.
Belum lama ini, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meluncurkan sebuah gerakan bersama yang disebut Jogo Tonggo. Jogo merupakan bahasa Jawa yang berarti jaga atau menjaga, sedangkan Tonggo adalah tetangga.
Pada pelaksanaannya, 'Jogo Tonggo' mencakup dua hal, yaitu jaring pengaman sosial dan keamanan, serta jaring ekonomi.
Program Jogo Tonggo ini telah diterapkan melalui Satuan Tugas (Satgas) yang ditempatkan di desa-desa. Anggotanya melibatkan kader PKK, Karang Taruna, Linmas, Bidan Desa, Dasawisma, kader Posyandu, 55 Kelompok Tani, kader pemberdayaan masyarakat desa, pendamping desa, Tagana, penyuluh, pendamping PKH, dan organisasi lainnya.
Seluruh elemen tingkatan pemerintah yang dilibatkan, mulai dari gugus tugas provinsi, bupati, walikota, camat, kades, RW, hingga RT.
Satgas ini bertugas untuk dua hal, yakni jaring pengaman sosial dan keamanan yang berupa sosialisasi, pendataan, dan pemantauan warga. Anggota gerakan ini juga memastikan bantuan dan dukungan dari luar wilayah yang masuk ke daerahnya tepat sasaran dan tepat guna.
Konsep gerakan ini sangat menarik, karena di dalamnya juga melibatkan seluruh komponen masyarakat di tingkat RT hingga keluarga. Mereka dapat melaporkan secara realtime kondisi di lingkungannya ke kelurahan. Baik sektor keamanan, sosial, kesehatan, hiburan, hingga urusan kebutuhan makanan harian warga.
Gerakan ini menjadi pemantik untuk membangkitkan budaya gotongroyong yang mulai luntur di masa kini. Ungkapan tiap musibah pasti ada hikmahnya, diharapkan pada momentum pandemi ini kedepan jiwa kepedulian antarsesama warga mampu bersemai kembali.
Harapan besar, program Jogo Tonggo yang digagas gubernur, jangan hanya sebatas giat di awal. Pemerintah yang memiliki fasilitas perangkat lengkap, menjadi tumpuan untuk terus menjadi motor penggerak gerakan memupuk jiwa solidaritas warga saling menjaga dan memerhatikan kondisi masyarakat di desanya masing-masing.(*)