Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Human Interest Story

Kisah Perantau Pulang Kampung Sukses Buka Usaha Konveksi

engalaman merantau di Jakarta selama 20an tahun membuat Sumoyo warga desa Banjarnegara ini punya keahlian khusus di bidang menjahit.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: Catur waskito Edy
Tribun Jateng/Khoirul Muzaki
Sejumlah pemuda bekerja di konveksi desa Kebutuhduwur Pagedongan Banjarnegara. 

TRIBUNJATENG.COM -- Pengalaman merantau di Jakarta selama 20an tahun membuat Sumoyo warga desa Banjarnegara ini punya keahlian khusus di bidang menjahit.

Begitu pulang ke desa dia buka usaha konveksi dan sukses rekrut puluhan warga desanya.

Keterampilan menjahit dan seluk beluk konveksi yang diperoleh Sumoyo saat merantau di Jakarta ternyata sangat berguna di desa.

Setelah merantau 20 tahun di Jakarta Sumoyo pulang ke desanya yaitu di Desa Kebutuhduwur Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara.

Moyo yang bernama lengkap Nikmatul Sumoyo, warga Desa Kebutuhduwur Kecamatan Pagedongan itu merantau ke Jakarta saat usia masih 13 tahun. Kala itu ia terpaksa putus sekolah karena faktor ekonomi.

Hingga kemudian ia memutuskan bekerja di konveksi meski usia masih remaja. "Karena faktor ekonomi, saya umur 13 tahun merantau ke Jakarta," kata Moyo kepada Tribunjateng.com.

Dia tahu kalau kerja di bidang itu memang upah murah. Tapi dia tekuni hingga mahir dan kemudian Moyo naik pangkat menjadi buruh jahit.

Pekerjaan yang dia tekuni selama 20 tahunan itu sampai mengakar baginya.

Hingga kejenuhan pun datang menghampiri. Ia ingin kembali ke daerah asal agar bisa berkumpul dengan keluarga.

Konsekuensinya, ia harus melepas pekerjaannya. Moyo tentu tak ingin jadi pengangguran sekembali di desa. Karenanya, ia harus berpikir keras agar bisa tetap menafkahi keluarga.

Hingga muncul ide untuk merintis usaha konveksi di desa. Kenapa tidak, soal keahlian tak perlu ditanyakan. Ia cukup berpengalaman memproduksi pakaian jadi.

Beruntung ada pengusaha yang percaya dan mau bermitra dengannya. Tinggal ia menyiapkan mesin produksi dan tenaga untuk menjahit bahan.

Moyo pun meminjam uang di Bank puluhan juta untuk membeli beberapa mesin jahit. "Pertama mesinnya 6, terus nambah. Saya pinjam bank," katanya. Siapa sangka, usahanya terus berkembang.

Ia mendapat banyak orderan yang memaksanya meningkatkan kapasitas produksi.

Moyo pun terus menambah mesin jahit dan rekrut banyak tenaga kerja. Dari beberapa mesin jahit dan sejumlah pekerja, kini ia telah memerkerjakan 70 lebih karyawan dengan 60an mesin produksi.

Ada yang bertugas menjahit bahan, mengobras, hingga buruh potong benang dan pengemasan (finishing).

Saat ini usahanya fokus memproduksi baju tidur (piyama) sesuai pesanan. Setiap minggu, ia bisa mengirim ribuan pcs pakaian jadi ke pengusaha di Jakarta yang bermitra dengannya.

"Dulu saya orang sulit. Sekarang Alhamdulillah, rumah mobil ada," kata dia menunjukkan rasa syukur.

Moyo bukan hanya berhasil menyejahterakan keluarga berkat usahanya. Ia pun berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi warga di sekitar tempat tinggalnya. Penghasilan mereka bervariasi dengan sistem borongan.

Setiap minggu, sebagian karyawan di tempatnya bisa meraup Rp 800 ribu dari hasil pekerjaannya. Dengan demikian, setiap bulan, penghasilan mereka sudah juah melebihi UMK Kabupaten Banjarnegara.

Usaha konveksi Moyo hanyalah satu di antara ratusan usaha konveksi yang menjamur di Desa Kebutuhduwur Pagedongan Banjarnegara.

Mereka kebanyakan hanya menyediakan jasa memproduksi pakaian jadi yang bermitra dengan pengusaha di Jakarta.

Dari usaha itu, ribuan tenaga kerja dari desa Kebutuhduwur dan sekitarnya berhasil terserap. Warga bekerja di konveksi untuk memeroleh penghasilan pokok, atau alternatif di luar usaha pertanian. Keberadaan ratusan konveksi itu pun menggerakkan perekonomian desa.

Moyo mengatakan, sulit menemukan warga yang menganggur di desanya. Rata-rata warga yang tak bekerja di sektor lain, terserap di konveksi.

"Yang merantau juga jarang. Karena penghasilannya sama saja di Jakarta dengan di sini," katanya.

Suhud satu di antara karyawan Moyo mengaku bersyukur, di usianya yang lanjut, ia masih diterima bekerja di bagian finishing sebagai buruh potong benang. Pekerjaan ini menyelamatkan perekonomian keluarganya.

Terlebih, usaha pertanian salak yang ia tekuni selama ini sedang lesu karena harga hasil panen anjlok. Selain pemuda maupun dewasa, ada sejumlah lansia kerja di konveksi.

"Saya hanya berdua di rumah, jadi cukup dari penghasilan ini," katanya. (Khoirul Muzakki)

Inilah Alasan Kenapa Bupati Barito Kuala Setop Kerja Sama dengan BPJS Kesehatan

Novel Sebut Sidang Kasus Penyerangnya Formalitas Belaka

VIRAL! Pernikahan 2 Anggota Dewan, Benih Cinta Berawal di Rumah Rakyat

Pertamina Sasar UMKM Lewat Program Pinky Movement

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved