OPINI
OPINI Lukmono Suryo Nagoro : Omnibus Law Itu Doping·
Bagaimana cara seorang atlet itu memenangkan pertandingan? Berlatih dengan keras atau menggunakan doping atau kombinasi keduanya.
Lukmono Suryo Nagoro
Editor buku dan tinggal di Solo
Bagaimana cara seorang atlet itu memenangkan pertandingan? Berlatih dengan keras atau menggunakan doping atau kombinasi keduanya. Situasi ini mirip dengan negara Indonesia yang ingin mengesahkan omnibus law sebagai cara menggerakan sektor riil dan investasi. Bagi saya omnibus law itu salah satu bentuk doping, padahal doping itu dilarang dalam segala cabang olahraga karena termasuk kecurangan.
Untuk menghindari kecurangan, para atlet akan lebih sering berlatih memoles dirinya menguatkan otot dan jantung agar tidak mudah cedera dan mampu memompa napas sampai akhir pertandingan.
Otot-otot itu merupakan cabang produksi yang menggerakkan ekonomi. Sektor-sektor tersebut harus tumbuh harmonis. Sektor yang menghasilkan barang harus bisa kompetitif di pasar luar negeri dan domestik. Barang buatan Indonesia tidak boleh kalah bersaing dengan barang impor. Sektor jasa juga termasuk otot dalam ekonomi..
Selain itu, jantung juga tidak boleh cepat lelah dalam menyedot dan memompa ke sekujur tubuh secara adil agar sektor ekonomi leluasa bergerak. Jantung sektor ekonomi adalah keuangan.
Otot jantung ini dirasa masih lemah karena kontribusinya dalam membentuk pertumbuhan domestik bruto Indonesia masih minim. Perbankan sebagai pilar utama sektor keuangan hanya mampu memompakan darah 42,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) padahal sebelum krisis 1997-1998 mencapai 62,1 persen.
Kondisi tersebut diperburuk oleh penyaluran kredit yang masih berkisar di angka satu digit atau 9 persen (2019). Pertumbuhan kredit yang seret mengakibatkan kemampuan jantung menyedot dan memompa menjadi tidak prima. Akhirnya, pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia sangat susah bergeser dari angka 5 persen.
Apakah faktor yang demikian menyebabkan pemerintah akan menyuntikkan doping untuk memperkuat otot jantungnya. Pemerintah Indonesia berencana memacu pertumbuhan ekonomi agar bisa berlari dengan kencang menggunakan “doping” omnibus law untuk menjawab keluhan Presiden Joko Widodo mengenai pertumbuhan ekonomi masih berada di angka 5 persen karena investasi yang jeblok.
Kinerja investasi Indonesia tidaklah buruk. Pertumbuhan investasi yang diukur dengan pembentukan modal tetap bruto dalam lima tahun terakhir masih di atas pertumbuhan PDB. Pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pangsa investasi asing di Indonesia mencapai 32,3 persen dari PDB dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya 6 persen. Angka tersebut masih di atas pertumbuhan PDB yang hanya rata-rata 5 persenan.
Selain itu, Indonesia menjadi favorit aliran investasi dari Tiongkok. Secara mengejutkan dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia masuk dalam top-20 penerima investasi langsung asing. Peringkat Indonesia naik dari posisi ke-18 (2017) menjadi ke-16 (2018). Pada tahun 2018, posisi Indonesia dua tingkat di atas Vietnam. Peringkat kemudahan investasi kita terus merangsek naik dari 114 (2015) menjadi 73 (2020).
Selain itu, lembaga pemeringkat Fitch juga memberikan peringkat sovereign credit rating Indonesia pada level BBB/outlook stabil (investment grade). Menurut pandangan Fitch, faktor kunci yang mendukung kenaikan peringkat tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah jika dibandingkan negara sekelas dengan peringkat yang sama.
Jika kondisinya baik-baik semua, mengapa Presiden Joko Widodo masih saja mengeluh? Atau orang-orang di sekitar presiden salah memberikan diagnosis? Saya bisa menyatakan orang-orang di sekitar presiden salah mendiagnosis. Setidaknya ada dua kesalahan diagnosis.
Pertama, peningkatan peringkat kemudahan investasi masih belum menghasilkan komitmen investasi yang “nendang”. Hal ini diartikan bahwa bahwa peraturan investasi yang sudah dideregulasi, harus dideregulasikan lagi tanpa melihat faktor lainnya.
Faktor lainnya adalah kemudahan investasi juga menyebabkan perbaikan tata kelola pemerintahan, terutama government effectiveness yang juga sudah menunjukkan angka positif 0,18 (2018) setelah bertahun-tahun negatif. Itu artinya kehadiran pemerintah sudah lebih banyak membantu ketimbang mengganggu. Jadi, pemerintah tidak perlu mendoping pertumbuhan investasi melalui omnibus law.
Kedua, jika pemerintah ingin hendak menyasar investasi asing agar datang ke Indonesia. Situasi di Indonesia malah berkebalikan. Pemerintah mendorong pelaku dalam negeri, terutama BUMN untuk mengambil alih investasi asing: saham Freeport diambil alih PT Inalum, Blok Mahakam dan Blok Rokan diambil alih PT Pertamina, Holcim juga diambil alih oleh PT Semen Indonesia. Jadi, alasan kebijakan omnibus law sudah gugur di awal.
Jika pemerintah nekat memaksakan “doping”, paculah pada otot-otot (sektor ekonomi) untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Salah satu penyebab stagnannya investasi adalah pemanfataan kapasitas terpasang masih rendah, misalnya, semua industri manufaktur hanya menggunakan 70 persen saja, industri otomotif hanya 50 persen. Jika pemanfaatan kapasitas terpasang hampir mendekati 100 persen, para investor asing dan dalam negeri tidak perlu didorong-dorong untuk menanamkan modalnya.
Agar otot-otot tadi bergerak serasi dengan jantung, bukalah keran kredit agar penyaluran kredit bisa tumbuh dua digit. Jangan sampai dana puluhan triliun diinvestasikan di perusahaan tidak kredibel, seperti Jiwasraya dan Asabri. Lebih baik dialirkan ke sektor-sektor ekonomi yang produktif agar kemampuan jantung dalam menyedot dan memompa darah bisa merata.
Sebagai penutup, segala bentuk doping itu tidak sehat bagi badan dan terlarang penggunaannya. Apalagi dalam kondisi pandemi covid – 19, pemerintah haruslah memperkuat konsumsi dalam negeri terlebih dalam jangka pendek. Omnibus law hanya akan berguna jika konsumsi dan produksi dalam negeri tumbuh beriringan. (*)
• Hasil Liga Spanyol Tadi Malam Barcelona Vs Atletico Madrid, Messi Cetak Gol Ke-700
• Hotline Semarang : Syarat dan Cara Balik Nama Pakai KTP Pemilik Baru
• FOKUS : Berharap Bukan Gertak Sambal
• Hasil Liga Italia Tadi Malam Genoa Vs Juventus, Si Nyonya Tua Unggul di Kandang Lawan