Berita Viral
Pesta Pernikahan Jadi Ajang Pembantaian, 63 Tewas, Pasangan Ini Kisahkan Serangan ISIS Setahun Lalu
"Setiap malam saya bermimpi buruk. Saya langsung menangis dan setelah itu tidak bisa tidur," ungkap Rehana memulai kisahnya kepada BBC
Kami kehilangan kebahagiaan," kata dia.
Momen bahagia pasangan itu menjadi target karena mereka berasal dari minoritas Syiah Afghanistan, kelompok yang dianggap sesat oleh ISIS.
Bagi Mirwais dan Rehana, perasaan tertekan mereka makin bertambah setelah sebagian kerabat dan teman menyebut mereka bertanggung jawab.
"Suatu hari saya tengah berbelanja dan bertemu perempuan yang kehilangan keluarganya hari itu.
Dia menyebutku pembunuh," ratapnya.
Sejumlah keluarga korban serangan tersebut mulai menganggap pasangan itu "musuh" mereka, dan membuat Mirwais, seorang penjahit, terpaksa menutup tokonya.
Sementara Rehana sempat mendapatkan ucapan jika saja dia tak menikah dengan Mirwais, maka serangan dari kelompok terrois itu tak perlu terjadi.

"Setiap orang menyalahkan saya atas apa yang terjadi. Saya hanya diam dan tak mengatakan apa pun," ucapnya dengan suara lembut.
Meski serangannya tidak semasif Taliban, kelompok dengan akronim Arab Daesh itu melancarkan puluhan aksi mematikan di Afghanistan.
Pada Mei, mereka dianggap bertanggung jawab atas serbuan di ruang bersalin di Kabul, di mana 24 perempuan, anak-anak, dan bayi tewas.
Pada awal Agustus ini, kelompok yang pemimpinnya, Abu Bakar al-Baghdadi, terbunuh pada akhir tahun lalu itu menyerang penjara di Jalalabad dan membebaskan ratusan tahanan.
Mirwais mengungkapkan, beberapa pekan sejak insiden, mereka mendengar adanya ledakan di tempat lain.
Saat itu istrinya begitu takut.
Saat ini, Rehana disebut menerima layanan psikologi dari Peace of Mind Afghanistan.
Dia mengaku rasa sakit sejak insiden mulai terobati.