Berita Semarang
Inilah Sosok Aiptu Broto Polisi Restabes Semarang yang Mendermakan Diri Sebagai Sopir Ambulans
Profesi sebagai anggota Polri bagi Aiptu Broto rupanya tidak membuatnya lupa untuk tetap membantu sesamanya.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Profesi sebagai anggota Polri bagi Aiptu Broto rupanya tidak membuatnya lupa untuk tetap membantu sesamanya.
Lelaki kelahiran Ngawi 12 April 1975 yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Kelurahan Jatisari, Mijen, Kota Semarang ini juga sebagai relawan sopir ambulans.
Tubuhnya tegap, kulitnya saw matang, bicaranya lugas, begitulah perawakan dari Aiptu Broto saat ditemui Tribun Jateng, Rabu (19/8/2020).
• Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Kecelakaan Maut Bus Kramat Jati Vs Pikap, 1 Tewas
• Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, 23 Warga Tersambar Petir Saat Pertandingan Bola HUT RI, 3 Tewas
• Satu Member Girlgrup Ini Bingung Siapa Ayah Bayi di Kandungannya
• Dituding Dekat dengan Lesti Kejora Cuma Settingan, Rizky Billar Akhirnya Jawab Jujur

Mula-mula dia berkisah pengalamannya saat masih kecil di kampungnya.
Terlahir dari keluarga kurang mampu, tentu bagi Broto saat itu bisa sekolah saja sudah anugerah yang tiada tara.
Hingga akhirnya dia selesai mengenyam pendidikan menengah atas. Waktu itu dia masih tinggal di panti asuhan sejak tujuh tahun sebelumnya.
Takdir untuk menjadi anggota Polri rupanya berpihak padanya.
Saat dia duduk di kelas akhir sekolah menengah atas, dia menemui sobekan koran yang berisi pengumuman rekrutmen anggota Polri.
“Saya tidak tahu Polri itu apa. Saya daftar saja, waktu itu sekitar tahun 1994 tenyata diterima,” ujar bapak beranak tiga.
Hingga akhirnya pada 1995 dia bertugas di Polrestabes Semarang di Satuan Binmas.
Pada 2008, dia ditugaskan menjadi anggota Polsek Mijen.
Dia juga sempat bertugas di unit intel waktu itu, hingga kemudian menjadi Bhabinkamtibmas di beberapa kelurahan, sampai akhinya bertugas sebagai Bhabinkamtibmas Kelurahan Jatisari sejak lima tahun terakhir.
Sebagai anggota Polri yang tugasnya berhadapan langsung dengan warga, tentunya banyak dinamika.
Hampir semua polemik yang terjadi di kelurahan tempat dia bertugas, dia selalu dilibatkan.
Namun hal itu tidak membuatnya menutup mata untuk tetap melayani masyarakat di luar tugasnya, yakni menjadi sopir ambulans. Terhitung dia menjadi sopir ambulans sejak Maret 2018.
Mulanya sudah ada ambulans dari partai politik untuk melayani warga Jatisari yang sakit atau meninggal. Namun keberadaan ambulans tersebut ada beberapa warga yang menolak diantarkan menggunakan ambulans partai.
“Akhirnya, kami dari Lazis (Lembaga Amil Zakat, Infak, dan sedekah) Masjid Jami Jatisari menyediakan ambulans untuk kebutuhan warga,” ucap lelaki yang juga sebagai pengurus takmir masjid Jami Jatisari.
Sejak ada fasilitas ambulans itulah kemudian Broto mendermakan diri sebagai sopirnya. Tentu aksi sosial yang dia lakukan ini mengaca pada nasib hidupnya di waktu kecil yang lahir dari keluarga kurang mampu.
“Saya ini tidak tega kalau melihat orang kesusahan, soalnya dulu juga susah,” katanya.
Selain jenazah, Broto juga acap kali mengantar orang sakit untuk diantar ke rumah sakit. Baginya, apa yang dilakukan tersebut merupakan perbuatan yang akan terus mengasah kepekaan sosialnya di usianya yang kian menua. Sebab, warga sakit diantarnya ke rumah sakit atau jenazah yang diantar tidak jarang berangkat dari keluarga kurang mampu.
“Pernah juga mengantar orang gila ke rumah sakit jiwa, saya malah diludahi,” katanya berkelakar.
Mengantar jenazah sampai Madura
Dari beberapa kali dia mengantar jenazah tercatat dua kali dia mengantar sampai lintas provinsi. Pertama di Bandung kemudian mengantar jenazah sampai Madura. Kalau di Bandung, dia mengantar jenzah lantaran keluarganya ada di sana.
“Yang paling jauh ya Madura saya mengantarkan jenazah,” ucapnya.
Baginya ini merupakan pengalaman yang berkesan. Bermula dari warga Jatisari asli Madura yang saudaranya meninggal di Semarang.
Keluarga mendiang tidak mampu kalau harus membayar ongkos ambulans sampai sekitar Rp 4,5 juta untuk sampai Madura.
“Saya dihubungi untuk mengantarkan sampai Madura, waktu itu saya sedang tidak sibuk, saya siap gratis,” kata dia.
Memanfaatkan jaringan teman seangkatan waktu pendidikan menjadi anggota Polri, Broto menghubunginya siapa tahu di jalan saat mengantar jenazah ke Pulau Garam ada gangguan.
“Untungnya lancar, waktu pulang tinggal saya sendiri sama keranda,” ucapnya.
Selama pandemi Covid-19 ini Broto juga masih bersedia mengantarkan jenazah. Namun, dia harus dilengkapi alat pelindung diri (APD) dan baju hazmat.
Pengalaman pertamanya memakai baju hazmat adalah saat mengantar jenazah untuk dikebumikan di TPU Jatisari yang terkenal TPU Covid. Saat itu dia merasa sangat gerah sebab belum terbiasa.
“Itu jenazahnya saya tidak tahu Covid atau tidak, itu jenazah PDP. Saya sendirian di ambulans dengan jenazah, untung siang jadi mending,” ucapnya.
Semula anak dan istri Broto khawatir kalau sampai dia tertular virus karena mengantar jenazah, tapi kini kekhawatiran itu mulai sirna. Broto selalu membersihkan diri ketika sampai selepas mengantar jenazah.
“Prinsip keluarga saya mau ngapain terserah, yang penting saya pulang,” katanya.(*)
• Sebagian Purworejo, Banyumas, Kebumen, dan Purwokerto Mati Lampu Malam Ini, Ada Apa?
• BREAKING NEWS: Kecelakaan Mazda vs Xenia di Tanjakan Gajahmungkur Semarang, 2 Ban Mobil Lepas
• Biodata Chintya Candranaya Pesilat Lampung yang Sering Pamerkan Aksi Beladiri Ekstrem
• Ini Identitas Para Korban Kecelakaan Beruntun di Jalan Raya Sokaraja-Purbalingga Banyumas