Sejarah
Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI? Ini Fakta dan Pengakuan Abdul Latief
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) masih menyimpan teka-teki hingga hari ini. Salah satunya menyangkut peran Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Langkah ini dilakukan Latief setelah laporannya tak ditanggapi oleh Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Pangdam Brawijaya Mayjen Jenderal Basoeki Rachmat.
Latief mengaku sudah beberapa kali mewanti-wanti adanya upaya kudeta oleh Dewan Jenderal.
Menurut Latief, Soeharto hanya bergeming mendengar informasi itu.
Bahkan di malam 30 September 1965, Soeharto mengabaikan Latief yang menyampaikan rencananya menggagalkan kudeta.
Soeharto sendiri mengakui ia bertemu dengan Latief menjelang peristiwa G30S.
Namun ia memberikan kesaksian yang berganti-ganti.
Dalam wawancara dengan Der Spiegel pada 19 Juni 1970, Soeharto mengaku ditemui di RSPAD Gatot Subroto oleh Latief pada malam 30 September 1965.
Soeharto tengah menjaga anak bungsunya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy yang dirawat karena luka bakar akibat ketumpahan sop panas.
Namun katanya, Latief tidak memberi informasi apa-apa, malah akan membunuhnya saat itu juga.
"Dia justru akan membunuh saya. Tapi karena saya berada di tempat umum, dia mengurungkan niat jahatnya itu," kata Soeharto.
Namun dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1988), Soeharto mengaku hanya melihat Latief dari kejauhan dan tak sempat berinteraksi.
Soeharto menjadi pahlawan
Setelah peristiwa G30S, suasana memanas. PKI dianggap sebagai dalang. Presiden Sukarno juga tak melakukan apa-apa.
Masyarakat sipil, mahasiswa, dibantu tentara, menggelar berbagai demonstrasi besar-besaran menuntut PKI dibubarkan dan ekonomi diperbaiki.
Puncaknya pada 11 Maret 1966. Soeharto yang saat itu menjabat Panglima Angkatan Darat meminta Sukarno memberi kuasa untuk mengatasi keadaan.