Berita Semarang
Prostitusi Online Libatkan Anak Kian Menanjak, Transaksi Gunakan Aplikasi Michat
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per 31 Agustus 2020 tercatat anak korban Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO) dan eksploitasi berjumlah
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Masalah prostitusi melibatkan anak terus bergulir dan menjadi keprihatinan.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per 31 Agustus 2020 tercatat anak korban Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO) dan eksploitasi berjumlah 88 kasus.
Kasus itu didominasi oleh anak korban eksploitasi pekerja anak sebanyak 18 kasus dan anak korban prostitusi 13 kasus.
• Kecelakaan Maut ABG Asal Semarang di Jalan Magelang, Polisi Beri Keterangan Dugaan Penyebabnya
• Sedang Asik Pesta Miras, Remaja Tercebur Ke Sungai di Banyumas & Ditemukan Telah Tewas
• Temuan ESDM Jateng Soal Api Abadi Mrapen Mati Total hingga Potensi Muncul Kembali
• Kronologi Kecelakaan Maut ABG Asal Semarang di Magelang, Agung Cium Miras dari Mobilio Oranye
Selebihnya anak korban perdagangan, anak korban adopsi ilegal, anak korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA) dan anak (pelaku) rekruitmen ESKA, dan prostitusi.
Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah menyampaikan, secara khusus, KPAI memantau sejak bulan Juli sampai September tahun 2020 pada 9 kasus di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.
"Ambon, Paser, Madiun, Pontianak, Bangka Selatan, Pematang Siantar, Padang, Tulang Bawang Lampung dan Batam Kepri dengan jumlah 52 korban, serta terdapat pula belasan pelaku rekruitmen dan saksi anak di bawah umur," ungkapnya kepada Tribun Jateng, Sabtu (3/10/2020).
Padahal, lanjut dia, sejalan dengan masa pandemi, anak harus sepenuhnya berada di rumah bersama orangtua dan mematuhi protokol kesehatan, anak terpenuhi hak lendidikan dan pengasuhannya.
Dia menyampaikan, temuan KPAI dalam pemantauan tersebut adalah jumlah korban prostitusi yang melibatkan anak rata-rata lebih dari satu orang pada setiap kasusnya, dengan trend anak perempuan usia paling rendah 12 tahun sampai dengan 18 tahun.
"Pada hampir semua peristiwa melibatkan mucikari/penghubung dengan ragam subjek pelaku. Misalnya bertindak sebagai bos dan jaringannya yang menjalankan peran masing-masing. Sehingga, menjadi sebuah sindikat," tuturnya.
Selain itu, dia menyampaikan pola "teman menjual teman" dalam lingkungan sebaya juga sangat menonjol dan trend saat ini mucikari merangkap sebagai pacar, hingga terlibat hidup bersama (kumpul kebo) agar mudah memperdaya korban.
"Serta mucikari yang mencabuli terlebih dahulu para korban sebelum dijual. Sehingga anak terus dimanfaatkan dan mendapatkan kekerasan," jelasnya.
Dia menuturkan, dengan demikian “mucikari” menjadi mata rantai perdagangan manusia yang mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan megeksploitasi anak secara seksual dalam prostitusi.
"Dari 9 kasus di atas mayoritas merupakan kasus prostitusi online yang memanfaatkan kemudahan transaksi elektronik dalam menjalankan aksinya.
Mereka menggunakan beragam media sosial seperti Facebook, Michat, Wechat, dan Whatsapp yang kemudian dihubungkan kepada pelanggan," ungkapnya.
Dia menuturkan, latar belakang anak masuk dan terlibat dalam prostitusi beragam, namun didominasi oleh pemanfaatan anak dalam situasi rentan.