Berita Jateng
Pembuat Jamu di Cilacap Diperas Oknum Polisi Berpangkat AKBP, Kini Ditangani Mabes Polri
Ratusan peracik jamu tradisional di Cilacap diduga telah menjadi korban pemerasan oknum pejabat Polri berpangkat AKBP.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ratusan peracik jamu tradisional di Cilacap diduga telah menjadi korban pemerasan oknum pejabat Polri berpangkat AKBP.
Mabes Polri pun turun tangan menangani kabar tersebut.
"Sudah ditangani oleh Divisi Propam Mabes Polri," kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu (7/10/2020).
Menurut Awi, pihaknya telah melakukan proses penyelidikan untuk menelusuri dugaan adanya tindakan pemerasan tersebut.
• Demonstrasi UU Cipta Kerja Oleh Mahasiswa Rusuh di Banten, Seorang Perwira Polisi Terluka
• Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja di Bandung Rusuh, Polisi: Ada Kelompok yang Datang Bikin Anarkis
• LP Maarif NU Akan Gugat UU Cipta Kerja ke MK: Kami Merasa Dibohongi DPR
Orang-orang yang diduga terlibat juga telah diperiksa oleh Divisi Propam Polri.
"Untuk proses penyelidikannya dan orang-orangnya yang diduga terlibat telah dilakukan pemeriksaan oleh propam polri," katanya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan perajin jamu tradisional di Cilacap menggelar demonstrasi menuntut oknum polisi berpangkat AKBP dipecat, Senin (5/10/2020).
Oknum polisi tersebut diduga telah melakukan pemerasan terhadap para perajin jamu.
Menurut keterangan perajin, pemerasan itu dilakukan setelah mereka dituduh aktivitasnya melanggar Undang-undang.
"Permintaannya karena (produksi jamu) ini melanggar, mungkin denda. 'Dari pada mengikuti proses begini-begini, lebih baik kamu saya tolong', tapi konsekuensinya memberikan sejumlah uang," ujar seorang pelaku usaha jamu tradisional Mulyono, Senin (5/10/2020).
Menurutnya, dugaan pemerasan yang dilakukan oknum polisi berpangkat AKBP tersebut sudah berlangsung cukup lama.
Awalnya, beberapa perajin jamu itu sempat ditahan selama beberapa hari tanpa proses di pengadilan.
Tapi kemudian mereka dilepaskan dan disuruh mencari uang.
"Itu sudah bertahun-tahun, sudah lama," jelasnya.
Diperas hingga Rp 7 miliar