Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pilkada 2020

Ketua KPK: Calon Kepala Daerah Gadaikan Kekuasaan ke Sponsor Berpotensi Bakal Korupsi

Calon kepala daerah yang pada saat proses pemilihan dibiayai pencalonannya oleh pihak ketiga atau sponsor, memiliki kecenderungan untuk memenuhi keing

Editor: m nur huda
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Integritas calon kepala daerah dipertaruhkan setelah mereka terpilih di dalam kontestasi pilkada.

Calon kepala daerah yang pada saat proses pemilihan dibiayai pencalonannya oleh pihak ketiga atau sponsor, memiliki kecenderungan untuk memenuhi keinginan sponsor yang telah membantunya.

Tren tersebut justru mengalami peningkatan dalam tiga penyelenggaraan pilkada serentak pada lima tahun terakhir.

Baca juga: 8 ASN Positif Covid-19, Kantor Pemkab Kendal Ditutup hingga 24 Oktober 2020

Baca juga: Pulang Mancing, Pria Kebumen Ini Bawa Pulang Motor Tetangga Dijual Online

Baca juga: Mobil Terbakar di Sukoharjo, Ada Mayat Perempuan di Dalamnya

Baca juga: Hari Santri 2020, Ketua PP MAJT Prof Noor: Saatnya Santri Jadi Garda Terdepan sebagai Aktor Ekonomi

Hal itu diketahui berdasarkan survei Direktorat Penelitan dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

Pada 2015, KPK menemukan calon kepala daerah yang bersedia memenuhi keinginan sponsor mencapai 75,8 persen.

Sedangkan pada 2017 persentase itu naik menjadi 82,2 persen, dan kembali meningkat pada 2018 menjadi 83,8 persen.

Praktik menggadaikan kekuasaan, kata Ketua KPK Firli Bahuri, berpotensi memunculkan praktik tindak pidana korupsi ketika kepala daerah yang telah dibantu itu, berkuasa.

“Alasan kepala daerah ini sudah menggadaikan kekuasaannya kepada pihak ketiga yang membiayai biaya pilkada. Kalau itu sudah terjadi, sudah tentu akan terjadi praktik korupsi, dan tentu juga akan berhadapan dengan masalah hukum,” kata Firli saat Webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020, Selasa (20/10/2020).

KPK mencatat, tak kurang dari 695 kasus korupsi terjadi di 26 provinsi sepanjang kurun 2004-2020.

Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus korupsi terbanyak yaitu 101 kasus.

Disusul kemudian Jawa Timur (93 kasus), Sumatera Utara (73 kasus), Riau dan Kepulauan Riau (64 kasus), serta DKI Jakarta (61 kasus).

Bahkan pada 2018, ada 30 kepala daerah yang ditangkap Komisi Antikorupsi itu karena praktik rasuah.

“Bahkan 2018 itu tertinggi kasus korupsi yang tertangkap. Saya harus katakan itu, kasus korupsi tertinggi yang tertangkap karena bisa saja banyak yang belum tertangkap,” kata Firli seperti dilansir dari Antara.

Ongkos politik tinggi

Jenderal polisi bintang tiga itu mengungkapkan, tingginya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah tidak terlepas dari biaya politik yang tinggi yang harus dikeluarkan oleh calon kepala daerah saat kontestasi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved