Berita Tegal
Kisah Ida Selama Jadi Petugas Jenazah di RSUD dr Soeselo Slawi, Tak Pernah Diganggu yang Aneh-aneh
Berprofesi sebagai petugas pemulasaran jenazah, tentu memiliki tantangan dan kesulitan tersendiri.
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SLAWI - Berprofesi sebagai petugas pemulasaran jenazah, tentu memiliki tantangan dan kesulitan tersendiri.
Terlebih para petugas ini, setiap harinya bekerja di lokasi yang erat dengan kematian yaitu kamar jenazah.
Kali ini Petugas Pemularasan Jenazah di RSUD dr Soeselo Slawi, Ida Wahyu Kurnia (41), mencoba bercerita mengenai pengalaman apa saja yang ia alami selama lima tahun bekerja "mengurus jenazah."
Dikatakan, selama ia bertugas sudah menangani jenazah dengan latar belakang yang beragam.
Mulai jenazah yang merupakan korban tenggelam, pembunuhan, tabrak lari, kecelakaan, korban begal, jenazah yang kondisinya sudah hancur atau tidak utuh, dan masih banyak lagi.
Saat ditanya apakah pernah mengalami kejadian aneh atau gangguan dari makhluk tak kasat mata selama bertugas, Ida mengaku tidak pernah mengalami hal demikian.
Karena dia termasuk orang yang ketika sudah menjalankan tugas, setelahnya dilupakan begitu saja atau lewat begitu saja. Jadi tanpa perlu diingat-ingat lagi, yang sudah lalu biarlah berlalu.
Sehingga Ida tidak merasa takut, jijik, mual, dan terbayang bayang, jika harus mengurus jenazah yang mungkin kondisinya tidak baik.
"Saya yang penting bismilah saja, tapi alhamdulillah lima tahun saya kerja disini belum pernah mengalami hal-hal aneh atau menyeramkan. Kalau rekan-rekan saya yang lain mungkin pernah" diganggu," tapi kalau saya tidak pernah. Doa khusus atau yang lainnya juga tidak ada, sejalannya saja," ungkap Ida, pada Tribunjateng.com, Rabu (4/11/2020) lalu.
Memiliki jam kerja mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB. Setiap harinya Ida menjalankan shift seorang diri.
Karena petugas pemulasaran jenazah di RSUD dr Soeselo Slawi hanya empat orang. Sehingga setiap shift hanya dilakukan oleh satu orang.
Bagi orang awam atau yang tidak terbiasa dengan kamar mayat, jenazah, pasti merasa ngeri, takut, atau tidak berani harus berada di ruangan tersebut seorang diri.
Apalagi melihat lokasinya yang berada di halaman paling ujung luar area rumah sakit.
Namun inilah yang setiap hari harus Ida kerjakan. Dan ia mengaku tidak masalah, karena sudah niat dalam dirinya untuk menggeluti profesi ini.
"Semuanya saya urus, seperti memandikan jenazah, mendandani jenazah semisal yang beragama non muslim, jadi bisa saya kerjakan semunya. Menyesuaikan pihak keluarga, apakah dari keluarga nasrani, Budha, Khonghucu, dan lain-lain. Tapi kalau untuk covid semunya sama, karena sudah ada prosedur khususnya," jelas Ida.
Selama masa pandemi Covid-19, jumlah jenazah yang harus Ida dan rekannya tangani jumlahnya meningkat.
Yang biasanya sebelum ada Covid-19 ia dan rekan-rekan dalam seminggu katakan hanya mengurus satu jenazah. Saat ini sehari saja bisa dua atau empat jenazah.
Karena sebelum ada Covid-19, jenazah yang diurus oleh petugas pemulasaran paling yang sakit infeksi seperti HIV atau yang mengalami sakit tertentu, dan lain-lain. Sehingga jumlahnya sedikit.
Sedangkan misal tidak ada sakit, bisa diurus oleh warga atau tidak harus dari pihak rumah sakit.
Sehingga peningkatannya selama pandemi Covid-19 cukup lumayan. Apalagi di Kabupaten Tegal sendiri kasusnya masih terus meningkat.
"Tapi semisal ada jenazah Covid-19 yang harus ditangani atau jenazah perempuan, mau tidak mau saya harus berangkat lagi.
Meskipun ada pembagian shift kerja tapi tetap saja harus siap 24 jam. Saya dan tim pernah sampai tidak pulang ke rumah karena masih harus mengurus jenazah," pungkasnya. (dta)