Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hitungan Weton

Karakter Pemilik Weton Sesuai Pasaran Jawa, Lahir Kliwon Watak Keras Lahir Pahing Selera Tinggi

Perhitungan pernikahan berdasarkan weton merujuk pasaran Jawa atau hari lahir itu tidak lepas dari karakter pemilik weton.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: abduh imanulhaq
kumpulanilmu
Pemilik weton sesuai karakter hari lahir 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Perhitungan pernikahan berdasarkan weton merujuk pasaran Jawa atau hari lahir itu tidak lepas dari karakter pemilik weton.

Menurut Drs Widodo M Pd yang merupakan dosen bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang (Unnes), ada karakter atau watak tersendiri dari hari kelahiran berdasarkan perhitungan pasaran Jawa tersebut.

Ia mencontohkan seseorang yang lahir pada pasaran Pon diibaratkan jari tengah.

Baca juga: Hitung Weton Jodoh Sebelum Menikah, Berpengaruhkah?

Baca juga: Gisel Masih Trending, Kini Viral Video Syur Mirip Jedar dengan Durasi Lebih Panjang

Baca juga: Pria Itu Bertingkah Aneh saat Polisi Datang Membantu Benahi Kotak Ayam, Ternyata Isinya Mengerikan

Baca juga: Setelah Tobat Jadi Preman dan Masuk Kopassus Untung Pranoto Masih Ditolak Calon Mertua, Ini Kisahnya

Dari kelima jari, jari tengah paling tinggi dibandingkan lainnya.

Orang yang lahir pada pasaran Pon dinilai memiliki karakter yang ingin menang sendiri dan ingin lebih unggul dibandingkan yang lain.

Selanjutnya Kliwon, pasaran kelahiran ini membawa sifat atau watak yang keras.

Jika bertemu hari Kamis, menurutnya, kelahiran Kamis Kliwon mempunyai karakter yang keras, kaku, dan sulit ditaklukkan.

Tak heran jika memiliki keinginan sulit untuk dikalahkan.

Kemudian Pahing merupakan gambaran warna paling kuat, yakni kuning-keemasan.

Menurutnya, orang yang lahir pada pasaran Pahing ini biasanya memiliki selera tinggi baik seni maupun dalam kepemilikan barang.

Misalnya, barang-barangnya harus bermerek, kualitas baik, dan lain-lain.

Apabila menjadi insan seni, jiwa seninya kuat.

Pasaran tersebut memiliki karakter yang suka akan kemewahan.

"Kalau Wage lambangnya hitam. Biasanya orang yang lahir pasaran Wage karakternya suka kesunyian, suka tempat-tempat sunyi," ungkapnya.

Ia lantas memaparkan karakter-karakter tersebut memiliki pengaruh dari hari kelahirannya.

"Ya, 70 sampai 80 persen bisa dipastikan.

 Dalam tradisi Jawa, posisi suami sebagai kepala rumah tangga harus memiliki sikap tanggung jawab.

 Apabila seorang wanita lebih muda, dipastikan pola berpikirnya lebih tua daripada si suami," tuturnya.

Dia menyebut hal itu bisa dibuktikan, suami lebih dewasa dari segi berpikir karena menjadi pelindung di dalam keluarga.

"Dipengaruhi juga dengan kondisi-kondisi alam di tempat ia tinggal, dari sisi ekologi.

Termasuk pengaruh makanan-makanan yang dikonsumsi," imbuh pengampu mata kuliah Mitologi Jawa tersebut.

Sementara itu, pakar Kejawen sekaligus budayawan asal Salatiga, Sujisno (68), menjelaskan, pernikahan berdasarkan weton merupakan sebuah kepercayaan bagi pemiliknya.

Dalam kepercayaan Jawa, menurutnya, menentukan waktu akad nikah harus dilaksanakan pada hari yang tepat.

Bahkan pula dengan ketepatan perhitungan jam hingga detik.

Hal itu tidak lepas dari tiga siklus global yang ada di dalam kepercayaan tersebut meliputi matahari terbit, matahari di tengah, dan matahari terbenam.

"Itu untuk pagi dan sore pergantiannya ada persekian menit status quo, artinya tidak ada status dari pagi ke siang. Dari sekian menit itu tidak ada status, tidak pagi dan tidak siang. Pada kepercayaan Jawa, anak yang lahir saat itu bukan anaknya," terangnya kepada Tribunjateng.com, Senin (2/11/2020).

Pada siklus pernikahan, ia menyebut ada lima fase dalam penghitungannya.

Fase tersebut dimulai pukul 06.00 WIB dalam fase detik.

Bagi orang-orang yang melaksanakan ijab kabul dalam waktu-waktu yang telah ditetapkan tersebut, menurutnya tidak dapat digeser atau diubah walau hanya satu detik.

Ia mencontohkan Selasa Wage ada dua waktu yang terbaik dalam menikahkan anak, yaitu slamet rejeki dan slamet bahagia.

Ia memilih paling utama adalah slamet bahagia.

"Kalau slamet sugeh masih kalah dengan slamet bahagia. Siklus itu katakanlah untuk hari ini pukul 08.33 sampai 10.32 WIB, fasenya hanya menit itu. Slamet bahagia ijab sumpahnya itu 10.35 WIB, sudah lain," tuturnya.

"Saya sudah banyak niteni (menandai). Itu bersumpah atas nama Tuhan, itu paling sakral menurut saya," imbuh dia.

Terkait penghitungan tanggal pernikahan melalui penanggalan Jawa, menurutnya jika hari pasaran yang akan melangsungkan pernikahan itu kurang cocok, tetap bisa diusahakan agar lebih baik.

Salah satu contoh kata dia, ketika weton A dan weton B menghasilkan hitungan di bawah 25.

Jumlah yang menurutnya menunjukkan ketidaktenangan dalam pernikahan itu masih dapat direkayasa.

Ia memberikan solusi, anak perempuan yang akan dinantikan tersebut diberikan kepada orang lain.

"Jadi yang mantu bukan saya, melainkan orang lain. Walinya tetap sama, tapi niat yang menikahkan itu orang lain. Setelah selesai baru ditebus, ada sesaji khusus," jelas dia. (idy)

Baca juga: BREAKING NEWS: Baku Hantam Terjadi di SPBU Ngaliyan Kota Semarang, Polisi Buru Pelaku

Baca juga: Arho Pemain Timnas U-19 yang Lahir dari Ibu Penjual Sayur Keliling

Baca juga: Inilah Sosok Ayu Intan Diduga Jadi Penyebab Letkol TNI Dwison Dicopot Sebagai Dandim 0736 Batang

Baca juga: Andika Mahesa Ceritakan tentang Bubarnya Kangen Band, Dimulai Pertengkaran dengan Sang Gitaris

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved