Liputan Khusus
Apa Beda Mengubah dan Menyempurnakan Alat Kelamin, Begini Jawab MUI Jateng
Yaitu mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Kecuali kalau menyempurnakan kelamin masih diperbolehkan.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Menurut pandangan MUI Jawa Tengah, LGBT merupakan suatu kelainan yang perlu diluruskan. Orang yang termasuk dalam LGBT juga mengalami krisis jati diri, sehingga perlu dibantu untuk menemukannya.
Ketua MUI Jawa Tengah, KH Ahmad Daroji, menjelaskan adanya LGBT juga bisa dipengaruhi oleh lingkungannya. Sehingga menimbulkan kegalauan terhadap jiwanya, mengakibatkan kelainan orientasi seksual.
"Lingkungan juga bisa mempengaruhi mereka. Maka kita yang tahu adanya LGBT, sebaiknya jangan dijauhi. Tapi dibantu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Baik perempuan maupun laki-laki," ucapnya.
MUI pun juga sudah mengeluarkan fatwa, bahwa operasi perubahan jenis kelamin itu haram. Dari Fatwa MUI Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Perubahan dan Penyempurnaan Alat Kelamin, menetapkan bahwa Hukum Penggantian Alat Kelamin yang dilakukan secara sengaja hukumnya haram.
"Yaitu mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Kecuali kalau menyempurnakan kelamin masih diperbolehkan. Orang yang sengaja mengganti kelamin karena hidupnya selalu gelisah dengan orientasi seksualnya," tegasnya.
Ahmad tidak bisa memastikan apakah orientasi seksual bisa berpengaruh pada kinerja sebagai aparatur negara. Namun ia menduga, bila di lingkungan kerjanya tidak menerima adanya LGBT, maka itu akan sangat berpengaruh.
"Bisa saja berpengaruh pada pekerjaan. Mungkin bisa jadi terhambat di jenjang karir, ataupun pola kerjanya. Anggapan negatif di dalam lingkungan kantor juga secara tidak langsung akan menurunkan etos kerja," imbuhnya.
Seorang LGBT belum tentu merupakan seseorang yang lemah iman. Sebab, ia banyak melihat masyarakat yang cenderung dikatakan LGBT tetap menjalankan perintah agama. "Mereka masih tetap menjalankan ibadah masing-masing. Kalau muslim ya salat, mengaji, puasa, dan lainnya. Jadi belum tentu seorang LGBT itu ada karena imannya lemah, sehingga memiliki orientasi seksual yang menyimpang," tuturnya.
Ia meminta kepada semua pihak, termasuk pemerintah, komunitas, lembaga, dan kementerian untuk membantu LGBT menemukan jati diri yang sebenarnya. Jangan justru dijauhi dan diberi stigma negatif. Sebab, hal tersebut cenderung tidak akan memperbaiki jati diri mereka. "Jangan dikucilkan tapi dirangkul. Diarahkan untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Bukan terus didiskriminasi. Itu bukan solusi yang baik," pungkasnya. (tim)