Berita Rembang

2 Dermaga Pelabuhan Rembang Ditutup: Tidak Tahu Alasannya, Itu Kewenangan Kementerian

antor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP), Kementerian Perhubungan menutup dua dari tiga dermaga Pelabuhan Rembang.

Istimewa
Denah Pelabunan Rembang. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP), Kementerian Perhubungan menutup dua dari tiga dermaga Pelabuhan Rembang atau yang biasa disebut Pelabuhan Tanjung Bonang, Sluke, Rembang.

Penutupan yang sudah dilakukan sejak 5 Oktober 2020 silam tersebut membuat efek domino. Mulai dari berkurangnya kapal yang bersandar hingga tenaga kerja di bidang kepelabuhanan yang terancam mata pencahariannya.

Belum lagi dikaitkan dengan roda perekonomian dan jalannya operasional industri yang mengandalkan distribusi melalui pelabuhan yang lokasinya di sisi timur Jawa Tengah.

Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Rembang, Imam Maskur, membenarkan bahwa dua dermaga ditutup. Yang buka hanya lah dermaga milik negara atau kementerian, sehingga dinamai dermaga APBN. Dua lainnya yang ditutup dibangun investor.

"Betul ditutup. Tidak diketahui secara persis ditutup karena apa, karena itu kewenangan kementerian," kata Imam ketika dihubungi Tribun Jateng, Selasa (24/11/2020).

Selain bukan kewenangan pemerintah daerah, ia juga merupakan penjabat sementara sehingga tidak begitu persis mengetahui riwayat penutupan dermaga di Pelabuhan Rembang.

Menurutnya, penutupan tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi sektor perekonomian lantaran banyak industri seperti tambang yang diangkut menggunakan kapal dari luar Pulau Jawa.

Selain itu, penutupan juga berdampak pada berkurangnya kapal yang bersandar. Kapasitas bongkar muat pun berkurang, dari 20-25 tongkang, tinggal 10 kapal saja dalam satu bulan.

Tentunya, kondisi tersebut dikeluhkan sejumlah perusahaan bongkar muat di Pelabuhan Rembang. Satu di antaranya yakni Aditya Dony Hermawan, seorang pengusaha bongkar muat yang mengeluhkan penutupan dermaga.

"Kalau satu tongkang waktu bongkar muat bisa memakan tiga hari. Kalau hanya satu dermaga yang beroperasi, artinya sebulan hanya 10 kapal. Ini merupakan kerugian buat kami," ucapnya.

Dengan kondisi seperti ini, lanjutnya, menurunkan kinerja lima perusahaan bongkar muat yang beroperasi di Pelabuhan Rembang.

Artinya, dari lima perusahaan bongkar muat yang ada, ada yang mendapatkan satu hingga empat pekerjaan bongkar muat.

Sangat jauh ketika tiga dermaga berfungsi semua, dimana satu perusahaan bongkar muat bisa bekerja di delapan sampai sembilan tongkang dalam sebulan.

Belum lagi, pihaknya harus menanggung sekitar 50 karyawan. Kebanyakan, karyawannya merupakan masyarakat sekitar pelabuhan yang sengaja direkrut untuk pekerjaan bongkar muat.

"Mereka dulu itu ada yang pengangguran, preman, dan pekerjaan serabutan tidak pasti lainnya. Ketika Pelabuhan Rembang bisa beroperasi, mereka bisa bekerja jadi tenaga bongkar muat, sopir, operator alat berat di pelabuhan. Nah saat ini, mereka kerja hanya beberapa kali selama bulan, ini kaitannya sama perut," terangnya.

Dibukanya satu dermaga mengakibatkan antrean kapal. Kapal-kapal itu antri di lepas pantai menunggu giliran untuk bisa masuk.

Ia berharap pemerintah bisa bijaksana menyikapi ini. Penutupan, kata dia, lebih baik jangan terlalu lama juga agar ada kejelasan kenapa penutupan dilakukan.

(mam)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved