Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Penanganan Corona

Sopir dan Kernet Harus Bayar Rapid Antigen Keluar Masuk Banyumas, Aptrindo Keberatan

Namun, tidak menutup kemungkinan jika masih ditemui kasus positif tinggi, cakupan PPKM akan diperluas.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Permata Putra Sejati
Ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Sudah sepekan lebih Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) diterapkan di sejumlah daerah di Jawa Tengah.

Pada tahap pertama, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyebut bahwa daerah yang masuk di Semarang Raya, Solo Raya, Banyumas Raya, ditambah Pati, Rembang, Kudus, Magelang, Brebes, menjadi prioritas PPKM.

Namun, tidak menutup kemungkinan jika masih ditemui kasus positif tinggi, cakupan PPKM akan diperluas.

Beberapa pemerintah daerah membuat aturan untuk pengetatan ini. Termasuk Kabupaten Banyumas yang mensyaratkan warga yang keluar masuk wilayah tersebut bisa menunjukan bukti surat berupa hasil negatif rapid antigen atau swab PCR.

Beleid ini pun memunculkan pro dan kontra. Termasuk dari pelaku usaha jasa logistik atau angkutan barang yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo).

"Aturan itu (PPKM) sering membingungkan bagi pekerja di bidang logistik. Bahkan, ada pula beberapa kepala daerah yang membuat aturan lebih membingungkan lagi dengan mensyaratkan surat sakti keterangan telah menjalani rapid antigen atau bahkan swab PCR.

Ini efektifitasnya patut dipertanyakan bagi semua orang yang akan keluar dan masuk wilayah itu," kata Wakil Ketua Aptrindo Jateng & DIY, Bambang Widjanarko, Jumat (22/1/2021).

Menurutnya, bagi warga yang akan bepergian untuk keperluan jalan-jalan atau piknik, syarat tersebut tidak begitu memusingkan. Namun tidak bagi para pelaku usaha di sektor logistik.

Dimana pelaku usaha ini rutin berlalu lalang ke sejumlah daerah untuk menjamin lancarnya distribusi logistik.

Bagi pelaku usaha ini, aturan tersebut memberatkan lantaran harus ada biaya tambahan. Jika tidak bisa menunjukan surat tes, pengendara bisa melakukan tes di tempat.

"Jujur, aturan itu membuat pening dan memaksa semua untuk berpikir. Wah ada beban pengeluaran lagi nih," ujarnya.

Padahal, bagi pelaku distribusi logistik seperti sopir dan kernet bisa tiap saat bertemu orang yang berbeda di kota yang berbeda pula. Sehingga, persyaratan tersebut dipertanyakan efektivitasnya.

Apalagi, surat tes covid memiliki masa berlaku. Sehingga, memungkinkan sopir dan kernet melakukan tes berkali-kali dengan biaya banyak namun tidak bisa dipastikan efektif atau tidak untuk menekan jumlah kasus positif covid.

"Terkadang surat sakti tersebut hanya berlaku 3 x 24 jam saja. Padahal seorang sopir atau kernet truk biasanya sekali pergi dari rumah, seminggu baru pulang. Kecuali jika setelah di-rapid antigen atau di swab PCR lalu mereka dikarantina tidak boleh ketemu orang, baru mungkin hasil tesnya bisa dianggap valid. Tapi ketika habis dites, mereka harus bekerja lagi, rasanya kok tidak efektif ya," ujar Bambang.

Ketimbang mengeluarkan kebijakan yang tidak diketahui keefektifannya, ia pun memberikan masukan agar pemerintah memprioritaskan sopir dan kernet angkutan logistik untuk mendapatkan vaksin.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved